Saturday, March 12, 2011

PSSI Menanti Datangnya Surat Sakti FIFA




Denting gelas beradu saat Presiden FIFA Sepp Blatter bersulang dengan Duta Besar Indonesia untuk Swiss Djoko Susilo. Perayaan kecil-kecilan ini untuk menyambut pernyataan tegas Blatter bahwa FIFA tidak akan mengizinkan Nurdin Halid kembali dicalonkan sebagai Ketua Umum PSSI setelah masa jabatannya berakhir.








“Saya bilang kepada Blatter, pernyataan itu sesuai keinginan masyarakat Indonesia. Saya kemudian mengajak Blatter toast (bersulang),” ujar Djoko Susilo, Selasa (8/3/2011).


Sekitar dua jam setelah pertemuan itu, Blatter bertemu Ketua Umum Komite Olimpiade Indonesia (KOI) Rita Subowo di Kantor FIFA, Zurich, Swiss. Blatter menegaskan, Nurdin Halid, Nirwan Dermawan Bakrie, Arifin Panigoro, dan George Toisutta tidak boleh dicalonkan lagi. Pencalonan keempat bakal calon itu juga telah dibatalkan Komite Banding.


Pernyataan Blatter itu memberikan angin segar bagi pencinta sepak bola Indonesia yang menginginkan perbaikan PSSI. Ini merupakan hasil dari langkah-langkah terobosan pemerintah, melalui Duta Besar RI di Swiss, dan langkah berani Ketua Umum KONI/KOI yang menghubungi langsung Blatter. Selama ini tak pernah dilakukan langkah setegas ini untuk mereformasi sepak bola nasional.


Namun, pernyataan lisan Blatter tidak kuat sebagai dasar hukum untuk mengakhiri status quo. Blatter diminta menuangkan pernyataannya ke dalam surat instruksi atau keputusan FIFA yang ditujukan kepada PSSI. Jika tidak, pernyataan itu hanya akan dianggap angin lalu oleh PSSI. Seperti diungkapkan Sekretaris Jenderal PSSI Nugraha Besoes, “Itu kabar burung.”


Kalau pernyataan Blatter itu dituangkan dalam surat keputusan FIFA, ini akan menjadi surat sakti kedua dari FIFA. Yang pertama, pada 2009, melanggengkan kekuasaan Nurdin Halid. Yang kedua, yang dinantikan kelahirannya, akan mengakhiri masa jabatan Nurdin Halid di PSSI selama delapan tahun tanpa prestasi gemilang.


Surat sakti FIFA pertama dikeluarkan 6 Maret 2009, ditandatangani Sekretaris Jenderal FIFA Jerome Valcke. Isinya, FIFA menyetujui Ketua Umum PSSI saat itu melanjutkan tugasnya hingga masa jabatan berakhir pada 2011. Namun, FIFA memberi syarat, asalkan Statuta FIFA diratifikasi paling lambat April 2009. Surat inilah yang mendorong PSSI bersemangat menggelar musyawarah nasional luar biasa (munaslub) di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta, pertengahan April 2009.


Dalam surat itu disebutkan, keputusan itu berdasarkan informasi Presiden Konfederasi Sepak Bola Asia (AFC) Mohammed bin Hammam. Salah satu informasi yang disampaikan, PSSI akan menggelar kongres luar biasa (KLB)—dulu munaslub—untuk meratifikasi statuta yang telah disetujui FIFA. Surat itu dinilai sebagai “surat sakti” FIFA yang menganulir surat FIFA Juni 2007.


Pada 2007, FIFA memerintahkan PSSI kembali menggelar pemilihan ketua umum. Pengiriman surat dijelaskan kembali dalam keputusan Komite Asosiasi FIFA 29 Oktober 2007. Komite Asosiasi dalam kasus di Indonesia memutuskan, orang yang telah dihukum karena tindak kejahatan dan berada di penjara tak memenuhi syarat ikut pemilihan. Kini, langkah FIFA mengeluarkan “surat sakti” kedua ditunggu para pencinta sepak bola nasional yang menginginkan perbaikan di tubuh PSSI.


Teriakan supaya PSSI direformasi terus muncul dari sejumlah daerah. Gerakan ini membutuhkan saluran supaya didengar FIFA. Menurut mantan pemain nasional dan juga Ketua II Pengcab PSSI Surabaya Ferril Raymond Hattu, desakan reformasi di PSSI menunjukkan, publik tidak lagi percaya pada kepemimpinan Nurdin Halid. “Reformasi PSSI perlu. Mereka yang tidak sanggup memajukan sepak bola harus tahu diri dan mengundurkan diri. Manuver agar klub atau pengurus PSSI mendukung Nurdin Halid itu kontraproduktif dan kontroversial,” kata Ferril.


Klub Divisi Utama, Persikab Kabupaten Bandung, dan beberapa pemilik suara lain ingin membuat perubahan dengan memilih calon yang memiliki visi kepemimpinan pada Kongres PSSI 26 Maret. “Kira-kira ada 80 persen pemilik hak suara yang berpikiran sama dengan kami,” ujar Manajer Persikab Marlan.


Pada Kongres Tahunan PSSI di Bali, Januari lalu, Marlan menyaksikan sendiri penggalangan dukungan untuk Nurdin dengan formulir yang dihargai Rp 20 juta per suara. “Kami mendukung revolusi di PSSI. Saya minta PSSI mendengarkan aspirasi yang selama sepekan terakhir disuarakan suporter dan pengurus PSSI di daerah,” ungkap Ketua Pengurus Cabang PSSI Banyumas Suherman yang menyebut jual-beli suara di PSSI bisa mencapai puluhan juta rupiah atau ada janji tambahan anggaran pembinaan hingga “bantuan” wasit.


Meski tak punya hak suara dan bicara karena dibekukan PSSI, Pengurus Cabang PSSI Kota Solo siap jadi tuan rumah Kongres PSSI pasca-kebijakan baru FIFA yang melarang Nurdin mencalonkan diri lagi. “Demi penyelamatan sepak bola, kami siap jadi tuan rumah,” kata Ketua Pengcab PSSI Kota Solo FX Hadi Rudyatmo yang kotanya dipilih Komite Penyelamat Persepakbolaan Nasional untuk kongres pemilihan ketua umum PSSI sebelum 30 April.


Nurdin Halid berujar, “Itu (ide KLB) yang membuat saya berpikiran, ini semua menyerang harga diri PSSI dan harga diri saya. Mulai dibuat seperti partai politik atau ormas. Kalau tidak suka bikin tandingan, bikin kongres luar biasa.” Menurut dia, menggelar KLB ada mekanismenya, termasuk harus mengusulkan KLB ke PSSI, bukan dengan perang pernyataan. Dua kongres beragenda sama ini berpotensi menambah ruwet proses reformasi PSSI.