Tuesday, November 30, 2010

Cerita seks indo - kumpulan cerita seks terbesar

Jangan lupa lawat cerita ngentot di mobile Malam telah larut dimana jarum jam menunjukkan pukul 23.15. Suasana sepi menyelimuti sebuah kost-kostan yang terletak beberapa kilometer dari Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng.. Kost-kostan tersebut lokasinya agak jauh dari keramaian sehingga menjadi tempat favorit bagi siapa saja yang menginginkan suasana tenang dan sepi. Kost-kostan yang memiliki jumlah kamar mencapai 30 kamar itu terasa sepi karena memang baru saja dibuka untuk disewakan,hanya beberapa kamar saja yang sudah ditempati, sehingga suasananya dikala siang atau malam cukup lengang. Saat itu hujan turun lumayan deras, akan tetapi nampak sesuatu telah terjadi disalah satu kamar dikost-kostan itu.

Seiring dengan turunnya air hujan, air mata Dinda juga mulai turun berlinang disaat lelaki itu mulai menyentuh tubuhnya yang sudah tidak berdaya itu. Saat ini tubuhnya sudah dalam kekuasaan para lelaki itu, rasa keputus asaan dan takut datang menyelimuti dirinya. Beberapa menit yang lalu secara tiba- tiba dirinya diseregap oleh seseorang lelaki disaat dia masuk kedalam kamar kostnya setibanya dari sebuah tugas penerbangan. Kedua tangannya langsung diikat kebelakang dengan seutas tali, mulutnya disumpal dengan kain dan setelah itu tubuhnya dicampakkan oleh lelaki itu keatas tempat tidurnya. Ingin rasanya dia berteriak meminta pertolongan kepada teman-temannya akan tetapi kendaraan antar jemput yang tadi mengantarkannya sepertinya sudah jauh pergi meninggalkan kost-kostan ini, padahal didalam
kendaraan tersebut banyak teman-temannya sesama karyawan.
Dinda Fitria Septiani adalah seorang Pramugari pada sebuah penerbangan swasta, usianya baru menginjak 19 tahun, wajahnya cantik imut-imut, postur tubuhnya tinggi dan langsing proporsional. Dengan dianugerahi penampilan yang cantik ini sangat memudahkan baginya untuk diterima bekerja sebagai seorang pramugari. Demikian pula dengan karirnya dalam waktu yang singkat karena kecantikannya itulah dia telah menjadi sosok primadona di perusahaan penerbangan itu. Banyak lelaki yang berusaha merebut hatinya, baik itu sesama karyawan ditempatnya bekerja atau kawan-kawan lainya. Namun karena alasan masih ingin berkarir maka dengan secara halus maksud-maksud dari para lelaki itu ditolaknya.
Akan tetapi tidak semua lelaki memahami atas sikap dari Dinda itu. Paul adalah salah satu dari orang yang tidak bisa menerima sikap Dinda terhadap dirinya. Kini dirinya bersama dengan seorang temannya telah melakukan seuatu perhitungan terhadap Dinda. Rencana busuk dilakukannya terhadap Dinda. Malam ini mereka telah menyergap Dinda dikamar kostnya. Paul adalah satu dari sekian banyaknya lelaki yang menaruh hati kepada dirinya, akan tetapi Paul bukanlah seseorang yang dikenalnya dengan baik karena kedudukannya bukanlah seorang karyawan penerbangan ditempatnya bekerja atau kawan-kawannya yang lain, melainkan dia adalah seorang tukang batu yang bekerja dibelakang kost-kostan ini. Ironisnya, Paul yang berusia setengah abad lebih dan melebihi usia ayah Dinda itu lebih sering menghalalkan segala cara dalam mendapatkan sesuatu, maklumlah dia bukan seseorang yang terdidik. Segala tingkah laku dan perbuatannyapun cenderung kasar, karena memang dia hidup dilingkungan orang-orang yang bertabiat kasar.
“Huh rasakan kau gadis sombong !”, bentaknya kepada Dinda yang tengah tergolek dikasurnya.
“Aku dapatkan kau sekarang….!”, lanjutnya. Sejak perjumpaannya pertama dengan Dinda beberapa bulan yang lalu, Paul langsung jatuh hati kepada Dinda. Dimata Paul, Dinda bagaikan bidadari yang turun dari khayangan sehingga selalu hadir didalam lamunnanya. Diapun berniat untuk menjadikannya sebagai istri yang ke-4. Bak bukit merindukan bulan, Paul tidak berdaya untuk mewujudkan impiannya itu. Predikatnya sebagai tukang batu, duda dari 3 kali perkawinan, berusia 51 tahun, lusuh dan miskin menghanyutkan impiannya untuk dapat mendekati sang bidadari itu.
Terlebih-lebih ada beberapa kali kejadian yang sangat menyakitkan hatinya terkait dengan Dinda
sang bidadari bayangannya itu. Sering tegur sapanya diacuhkan oleh Dinda,tatapan mata Dindapun selalu sinis terhadap dirinya. Lama kelamaan didalam diri Paul tumbuh subur rasa benci terhadap Dinda, penilaian terhadapnyapun berubah, rasa kagumnya telah berubah menjadi benci namun gairah nafsu sex terhadap Dinda tetap bersemi didalam dirinya tumbuh subur menghantui dirinya selama ini. Akhirnya dipilihlah sebuah jalan pintas untuk melampiaskan nafsunya itu, kalaupun cintanya tidak dapat setidaknya dia dapat menikmati tubuh Dinda pikirnya. Jadilah malam ini Paul melakukan aksi nekat, diapun membulatkan hatinya untuk memberi pelajaran kepada Dinda sekaligus melampiaskan nafsunya yang selama ini mulai tumbuh secara subur didalam dirinya.
Kini sang bidadari itu telah tergeletak dihadapannya, air matanyapun telah membasahi wajahnya yang putih bersih itu. “Lihat aku, cewek *******…..!”, hardiknya seraya memegang kepala Dinda dan menghadapkan kewajahnya. “Hmmmphh….!!”, jeritnya yang tertahan oleh kain yang menyumpal dimulutnya, mata Dinda pun melotot ketika menyadari bahwa saat ini dia telah berhadapan dengan Paul seseorang yang dibencinya. Hatinyapun langsung ciut dan tergetar tatkala Paul yang berada dihadapannya tertawa penuh dengan kemenangan, “Hahaha….malam ini kamu jadi pemuasku, gadis cantik”. Keringatpun langsung mengucur deras membasahi tubuh Dinda, wajahnya nampak tersirat rasa takut yang dalam, dia menyadari betul akan apa-apa yang bakal terjadi terhadap dirinya. Disaat seperti inilah dia menyadari betul akan ketidak berdayaan dirinya, rasa sesal mulai hadir didalam hatinya, akan sikap- sikapnya yang tidak berhati-hati terhadap Paul.
Kini dihadapan Dinda, Paul mulai melepaskan baju kumalnya satu persatu hingga akhirnya telanjang bulat. Walaupun telah berusia setengah abad lebih, namun karena pekerjaannya sebagai buruh kasar maka Paul memiliki tubuh yang atletis, badannya hitam legam dan kekar, beberapa buah tatto menghiasi dadanya yang bidang itu. Isak tangis mulai keluar dari mulut Dinda, disaat paul mulai mendekat ketubuhnya. Tangan kanannya memegang batang kemaluannya yang telah tegak berdiri itu dan diarahkannya kewajah Dinda. Melihat ini Dinda berusaha memalingkan wajahnya, namun tangan kiri Paul secepat kilat mencengkram erat kepala Dinda dan mengalihkannya lagi persis menghadap ke batang kemaluannya.. Dan setelah itu dioles-oleskannya batang kemaluannya itu diwajah Dinda, dengan tubuh yang bergetar Dinda hanya bisa memejamkan matanya dengan erat karena merasa ngeri dan jijik diperlakukan seperti itu. Sementara kepala tidak bisa bergerak-gerak karena dicengkraman erat oleh tangan Paul. “Ahhh….perkenalkan rudal gue ini sayang…..akhhh….” ujarnya sambil terus mengoles-oleskan batang kemaluannya diwajah Dinda, memutar-mutar dibagian pipi, dibagian mata, dahi dan hidungnya. Melalui batang kemaluannya itu Paul tengah menikmati kehalusan wajah Dinda. “Hai cantik !….sekarang sudah kenal kan dengan ****** gue ini, seberapa mahal sih wajah cantik elo itu hah ? sekarang kena deh ama ****** gue ini….”, sambungnya.
Setelah puas dengan itu, kini Paul mendorong tubuh Dinda hingga kembali terjatuh kekasurnya.
Sejenak dikaguminya tubuh Dinda yang tergolek tak berdaya ditempat tidurnya itu. Baju seragam
pramugarinya masih melekat rapi dibadannya. Baju dalaman putih dengan dasi kupu-kupu berwarna biru ditutup oleh blazer yang berwarna kuning tua serta rok pendeknya yang berwarna biru seolah semakin membangkitkan birahi Paul, apalagi roknya agak tersingkap hingga pahanya yang putih mulus itu terlihat. Rambutnya yang panjang sebahu masih digelung sementara itu topi pramugarinya telah tergeletak jatuh disaat penyergapan lagi. “Hmmpphhh…mmhhh…”, sepertinya Dinda ingin mengucapkan sesuatu kepadanya, tapi apa perdulinya paling-paling cuma
permintaan ampun dan belas kasihan. Tanpa membuang waktu lagi kini diputarnya tubuh Dinda menjadi tengkurap, kedua tangannya yang terikat kebelakang menempel dipunggung sementara dada dan wajahnya menyentuh kasur. Kedua tangan kasar Paul itu kini mengusap-usap bagian pantat Dinda, dirasakan olehnya pantat Dinda yang sekal. Sesekali tangannya menyabet bagian itu bagai seorang ibu yang tengah menyabet pantat anaknya yang nakal “Plak…Plak…”. “Wah sekal sekali pantatmu…”, ujar Paul sambil terus mengusap-usap dan memijit- mijit pantat Dinda.
Dinda hanya diam pasrah, sementara tangisannya terus terdengar. Tangisnya terdengar semakin
keras ketika tangan kanan Paul secara perlahan-lahan mengusap kaki Dinda mulai dari betis naik terus kebagian paha dan akhirnya menyusup masuk kedalam roknya hingga menyentuh kebagian selangkangannya.
Sesampainya dibagian itu, salah satu jari tangan kanan Paul, yaitu jari tengahnya menyusup masuk kecelana dalamnya dan langsung menyentuh kemaluannya. Kontan saja hal ini membuat badan Dinda agak menggeliat, dia mulai sedikit meronta-ronta, namun jari tengah Paul tadi langsung menusuk lobang kemaluan Dinda. “Egghhmmmmm…….”, Dinda menjerit badannya mengejang tatkala jari telunjuk Paul masuk kedalam liang kewanitaannya itu. Badan Dindapun langsung menggeliat- geliat seperti cacing kepanasan, ketika Paul memainkan jarinya itu didalam lobang kemaluan Dinda. Dengan tersenyum terus dikorek- koreknyalah lobang kemaluan Dinda, sementara itu badan Dinda menggeliat-geliat jadinya, matanya merem-melek, mulutnya mengeluarkan rintihan- rintihan yang teredam oleh kain yang menyumpal mulutnya itu “Ehhmmmppphhh….mmpphhhh…..”. Setelah beberapa menit lamanya, kemaluan Dindapun menjadi basah oleh cairan kewanitaannya, Paul kemudian mencabut jarinya.
Tubuh Dindapun dibalik sehingga posisinya terlentang. Setelah itu roknya disingkapkan keatas hingga rok itu melingkar dipinggulnya dan celana dalamnya yang berwarna putih itu ditariknya hingga bagian bawah Dinda kini telanjang. Terlihat oleh Paul, kemaluan Dinda yang indah, sedikit bulu-bulu tipis yang tumbuh mengitari lobang kemaluannya yang telah membengkak itu.
Dengan bernafsunya direntangkan kedua kaki Dinda hingga mengangkang setelah itu ditekuknya hingga kedua pahanya menyentuh ke bagian dada. Wajah Dinda semakin tegang, tubuhnya gentar, seragam pramugarinyapun telah basah oleh keringat yang deras membanjiri tubuhnya, Paul bersiap-siap melakukan penetrasi ketubuh Dinda. “Hmmmmpphhh……….hhhhhmmmmppp…. ..”, Dinda menjerit dengan tubuhnya yang mengejang ketika Paul mulai menanamkan batang kemaluannya didalam lobang kemaluan Dinda. Matanya terbelalak menahan rasa sakit dikemaluannya, tubuhnya menggeliat-geliat sementara Paul terus berusaha menancapkan seluruh batang kemaluannya. Memang agak sulit selain Dinda masih perawan, usianyapun masih tergolong muda sehingga kemaluannya masih sangat sempit. Akhirnya dengan sekuat tenaganya, Paul berhasil menanamkan seluruh batang kemaluannya didalam vagina Dinda. Tubuh Dinda berguncang-guncang disaat itu karena dia menangis merasakan sakit dan pedih tak terkirakan dikemaluannya itu. Diapun menyadari bahwa malam itu keperawanannya akhirnya terenggut oleh Paul. “Ahh….kena kau sekarang !!! akhirnya Gue berhasil mendapatkan perawan elo !”, bisiknya ketelinga Dinda.
Hujanpun semakin deras, suara guntur membahana memekakkan telinga. Karena ingin mendengar suara rintihan gadis yang telah ditaklukkannya itu, dibukannya kain yang sejak tadi menyumpal mulut Dinda. “Oouuhhh…..baang….saakiitt…banngg….amp uunn …”, rintih Dinda dengan suara yang megap- megap. Jelas Paul tidak perduli. Dia malahan langsung menggenjot tubuhnya memopakan batang kemaluannya keluar masuk lobang kemaluan Dinda. “Aakkhh….ooohhhh….oouuhhhh….ooohhhggh… .”, Dinda merintih-rintih, disaat tubuhnya digenjot oleh Paul, badannyapun semakin menggeliat-geliat. Tidak disadarinya justru badannya yang menggeliat-geliat itu malah memancing nafsu Paul, karena dengan begitu otot-otot dinding vaginanya malah semakin ikut mengurut-urut batang kemaluan Paul yang tertanam didalamnya, karenanya Paul merasa semakin nikmat. Menit-menitpun berlalu dengan cepat, masih dengan sekuat tenaga Paul terus menggenjot tubuh Dinda, Dindapun nampak semakin kepayahan karena sekian lamanya Paul menggenjot tubuhnya. Rasa pedih dan sakitnya seolah telah hilang, erangan dan rintihanpun kini melemah, matanya mulai setengah tertutup dan hanya bagian putihnya saja yang terlihat, sementara itu bibirnya menganga mengeluarkan alunan-alunan rintihan lemah, “Ahhh…..ahhhh…oouuhhhh…”. Dan akhirnya Paulpun berejakulasi di lobang kemaluan Dinda, kemaluannya menyemburkan cairan kental yang luar biasa banyaknya memenuhi rahim Dinda. “A..aakkhhh…..”, sambil mengejan Paul melolong panjang bak srigala, tubuhnya mengeras dengan kepala menengadah keatas. Puas sudah dia menyetubuhi Dinda, rasa puasnya berlipat-lipat baik itu puas karena telah mencapai klimaks dalam seksnya, puas dalam menaklukan Dinda, puas dalam merobek keperawanan Dinda dan puas dalam memberi pelajaran kepada gadis cantik itu. Dinda menyambutnya dengan mata yang secara tiba-tiba terbelalak, dia sadar bahwa pasangannya telah berejakulasi karena disakannya ada cairan-cairan hangat yang menyembur membanjiri vaginanya. Cairan kental hangat yang bercampur darah itu
memenuhi lobang kemaluan Dinda sampai sampai meluber keluar membasahi paha dan sprei kasur. Dinda yang menyadari itu semua, mulai menangis namun kini tubuhnya sudah lemah sekali.
Dengan mendesah puas Paul merebahkan tubuhnya diatas tubuh Dinda, kini kedua tubuh itu jatuh lunglai bagai tak bertulang. Tubuh Paul nampak terguncang-guncang sebagai akibat dari isak tangis dari Dinda yang tubuhnya tertindih tubuh Paul. Setelah beberapa menit membiarkan batang kemaluannya tertanam dilobang kemaluan Dinda, kini Paul mencabutnya seraya bangkit dari tubuh Dinda. Badannya berlutut mengangkangi tubuh lunglai Dinda yang terlentang, kemaluannya yang nampak sudah melemas itu kembali sedikit- demi sedikit menegang disaat merapat kewajah Dinda. Dikala sudah benar-benar menegang, tangan kanan Paul sekonyong-konyong meraih kepala Dinda. Dinda yang masih meringis-ringis dan menangis tersedu-sedu itu, terkejut dengan tindakan Paul. Terlebih-lebih melihat batang kemaluan Paul yang telah menegang itu berkedudukan persis dihadapan wajahnya. Belum lagi sempat menjerit, Paul sudah mencekoki mulutnya dengan batang kemaluannya. Walau Dinda berusaha berontak namun akhirnya Paul berhasil menanamkan penisnya itu kemulut Dinda. Nampak Dinda seperti akan muntah, karena mulutnya merasakan batang kemaluan Paul yang masih basah oleh cairan sperma itu. Setelah itu Paul kembali memopakan batang kemaluannya didalam rongga mulut Dinda, wajah Dinda memerah jadinya, matanya melotot, sesekali dia terbatuk-batuk dan akan muntah. Namun Paul dengan santainya terus memompakan keluar masuk didalam mulut Dinda, sesekali juga dengan gerakan memutar-mutar. “Aahhhh….”, sambil memejamkan mata Paul merasakan kembali kenikmatan di batang kemaluannya itu mengalir kesekujur tubuhnya. Rasa dingin, basah dan geli dirasakannya dibatang kemaluannya. Dan akhirnya, “Oouuuuhhhh…Dinndaaaa…sayanggg… ..”, Paul mendesah panjang ketika kembali batang kemaluannya berejakulasi yang kini dimulut Dinda. Dengan terbatuk-batuk Dinda menerimanya, walau sperma yang dimuntahkan oleh Paul jumlahnya tidak banyak namun cukup memenuhi rongga mulut Dinda hingga meluber membasahi pipinya. Setelah memuntahkan spermanya Paul mencabut batang kemaluannya dari mulut Dinda, dan Dindapun langsung muntah-muntah dan batuk-batuk dia nampak berusaha untuk mengeluarkan cairan-cairan itu namun sebagian besar sperma Paul tadi telah mengalir masuk ketenggorokannya.
Saat ini wajah Dinda sudah acak- acakan akan tetapi kecantikannya masih terlihat, karena memang kecantikan dirinya adalah kecantikan yang alami sehingga dalam kondisi apapun selalu cantik adanya. Dengan wajah puas sambil menyadarkan tubuhnya didinding kasur, Paulpun menyeringai melihat Dinda yang masih terbatuk-batuk. Paul memutuskan untuk beristirahat sejenak, mengumpulkan kembali tenaganya. Sementara itu tubuh Dinda meringkuk dikasur sambil terisak-isak. Waktupun berlalu, jam didinding kamar Dinda telah menunjukkan pukul 1 dinihari. Sambil santai Paulpun menyempatkan diri mengorek-ngorek isi laci lemari Dinda yang terletak disamping tempat tidur. Dilihatnya album foto- foto pribadi milik Dinda, nampak wajah-wajah cantik Dinda menghiasi isi album itu, Dinda yang anggun dalam pakaian seragam pramugarinya, nampak cantik juga dengan baju muslimnya lengkap dengan ****** ketika foto bersama keluarganya saat lebaran kemarin dikota asalnya yaitu Bandung. Kini gadis cantik itu tergolek lemah dihadapannya, setengah badannya telanjang, kemaluannya nampak membengkak. Selain itu, ditemukan pula beberapa lembar uang yang berjumlah 2 jutaan lebih serta perhiasan emas didalam laci itu, dengan tersenyum Paul memasukkan itu semua kedalam kantung celana lusuhnya, “Sambil menyelam minum air”, batinnya.
Setelah setengah jam lamanya Paul bersitirahat,kini dia bangkit mendekati tubuh Dinda. Diambilnya sebuah gunting besar yang dia temukan tadi didalam laci. Dan setelah itu dengan gunting itu, dia melucuti baju seragam pramugari Dinda satu persatu. Singkatnya kini tubuh Dinda telah telanjang bulat, rambutnyapun yang hitam lurus dan panjang sebahu yang tadi digelung rapi kini digerai oleh Paul sehingga menambah keindahan menghiasi punggung Dinda. Sejenak Paul mengagumi keindahan tubuh Dinda, kulitnya putih bersih, pinggangnya ramping, payudaranya yang tidak terlalu besar, kemaluannya yang walau nampak bengkak namun masih terlihat indah menghias selangkangan Dinda. Tubuh Dinda nampak penuh dengan kepasrahan, badannya kembali tergetar menantikan akan apa-apa yang akan terjadi terhadap dirinya.
Sementara itu hujan diluar masih turun dengan derasnya, udara dingin mulai masuk kedalam kamar yang tidak terlalu besar itu. Udara dingin itulah yang kembali membangkitkan nafsu birahi Paul. Setelah hampir sejam lamanya memberi istirahat kepada batang kemaluannya kini batang kemaluannya kembali menegang. Dihampirinya tubuh telanjang Dinda, “Yaa…ampuunnn bangg…udah dong….Dinda minta ampunn bangg…oohhh….”, Dinda nampak memelas memohon-mohon kepada Paul. Paul hanya tersenyum saja mendengar itu semua, dia mulai meraih badan Dinda. Kini dibaliknya tubuh telanjang Dinda itu hingga dalam posisi tengkurap. Setelah itu ditariknya tubuh itu hingga ditepi tempat tidur, sehingga kedua lutut Dinda menyentuh lantai sementara dadanya masih menempel kasur dipinggiran tempat tidur, Paulpun berada dibelakang Dinda dengan posisi menghadap punggung Dinda. Setelah itu kembali direntangkannya kedua kaki Dinda selebar bahu, dan…. “Aaaaaaaaakkkkhh………”, Dinda melolong panjang, badannya mengejang dan terangkat dari tempat tidur disaat Paul menanamkan batang kemaluannya didalam lobang anus Dinda.
Rasa sakit tiada tara kembali dirasakan didaerah selangkangannya, dengan agak susah payah kembali Paul berhasil menanamkan batang kemaluannya didalam lobang anus Dinda. Setelah itu tubuh Dindapun kembali disodok-sodok, kedua tangan Paul meraih payudara Dinda serta meremas-remasnya. Setengah jam lamnya Paul menyodomi Dinda, waktu yang lama bagi Dinda yang semakin tersiksa itu. “Eegghhh….aakkhhh….oohhh…”, dengan mata merem-melek serta tubuh tersodok- sodok Dinda merintih-rintih, sementara itu kedua payudaranya diremas-remas oleh kedua tangan Paul. Paul kembali merasakan akan mendapatkan klimaks, dengan gerakan secepat kilat dicabutnya batang kemaluan itu dari lobang anus Dinda dan dibaliklah tubuh Dinda itu hingga kini posisinya terlentang. Secepat kilatpula dia yang kini berada diatas tubuh Dinda menghujamkan batang kemaluannya kembali didalam vagina Dinda. “Oouuffffhhh……”, Dinda merintih dikala paul menanamkan batang kemaluannya itu. Tidak lama setelah Paul memompakan kemaluannya didalam liang vagina Dinda “CCREETT….CCRROOOT…CROOTT…”, kembali penis Paul memuntahkan sperma membasahi rongga vagina Dinda, dan Dindapun terjatuh tak sadarkan diri.
Fajar telah menjelang, Paul nampak meninggalkan kamar kost Dinda dengan tersenyum penuh dengan kemenangan, sebatang rokok menemaninya dalam perjalanannya kesebuah stasiun bus antar kota, sementara itu sakunya penuh dengan lembaran uang dan perhiasan emas. Entah apa yang akan terjadi dengan Dinda sang pramugari cantik imut-imut itu, apakah dia masih menjual mahal dirinya. Entahlah, yang jelas setelah dia berhasil menikmati gadis cantik itu, hal itu bukan urusannya lagi. baca cerita dewasa ngentot di mobile

Cerita Seks – Gairah Seks Penjaga Cargo Agent


Cerita seks ini terjadi ketika aku baru mendapatkan sebuah pekerjaan baruku setelah aku selesai kuliahku disalah satu perguruan tinggi di kota metropolitan. Ketika aku melamar suatu pekerjaan aku diterima dan aku pertamakali bekerja aku harus berangkat pagi sekali. Oh..ya perkenalkan nama aku Yudiawan, aku masih berumur 22 tahun, dengan usiaku masih muda menurut aku untuk jenjang kedepan aku masih lama nie. Langsung saja dech cerita seks kaili ini, cerita ini menceritakan seorang gadis yang penuh gairah seks penjaga cargo. Ini awal ceritanya. Pada pagi-pagi aku berangkat kerja, aku kira kantor aku buka jam 7 pagi eh rupanya jam 8 baru baru buka kalau gini q bias berangkat agak siang, wah nie nuguin yang bawa kunci kantor sambil aku nunggu penjaga kantorku datang. Tidak berapa lama, ada cewek yang sedang membuka rolling door ruko di sebelah kantorku. Ah daripada nongkrong sendirian, lebih bagus nongkrong berdua, pikirku.


“Hai.., baru buka kantor ya?”, tanyaku berbasa-basi.

“Iya..”, jawabnya ramah.

“Kantor kamu kantor apa sih”, tanyaku, sebab di depan kantornya, tidak ada satupun papan nama yang menjelaskan nama kantor itu.

“Cargo Agent”, katanya sambil mendorong pintu kantornya ke samping.

Melihat dia kesulitan mendorong pintu, akupun membantu mendorongnya, ” Kamu karyawan baru di kantor sebelah ya..?”, tanyanya.

“Iya.., eh kenalin, saya Yudiawan”.

“Haryani..”, jawabnya sambil tersenyum.

Sebelumnya, aku mau kasih gambaran gimana Haryani ini. Doi kulitnya putih, matanya sipit, rambutnya panjang sebahu, pipi tembem, tingginya sehidungku, atau kira-kira 160 cm,badannya agak berisi, payudaranya berukuran sedang, normal. Aku suka bentuk pinggul, pantat dan betisnya, aduhai sekali.


Pagi itu Haryani memakai Blazer Hitam dengan dalaman kaos putih dan rok berbahan kaos selutut dengan belahan samping, menampakkan sedikit pahanya yang putih mulus. Dan juga dia agak bungkuk badannya, kata orang-orang sih, kalau agak bungkuk, nafsunya besar!


Dan akhirnya sambil menunggu pintu kantorku buka, akupun ngobrol dengan Yani, dia di kantor itu bekerja sebagai accounting. Dia yang membawa kunci pintu kantor, sebab dia tinggal di kost-kostan di Mangga Dua juga, dan dia datang selalu jam 8.00 pagi. Haryani orangnya baik, nikmat jadi teman ngobrol. Orangnya cepat akrab dan terbuka. Aku jadi terasa bersemangat ngobrol dengan dia. Apalagi orang-orang kantornya datang tidak on time, orang-orang kantornya baru datang 15 menit kemudian, jadi aku bisa berdua dengannya. Dan dia membuatkan teh panas untukku, apa tidak asyik tuh. Haryani ternyata juga merantau sepertiku, dia berasal dari Pontianak. dia juga dulu kuliah di Jogja sepertiku, dan hal inilah yang membuat kami dapat cepat akrab.


Sampai akhirnya jam sudah menunjukkan 8.30, tapi aku belum melihat satupun orang kantorku yang datang. Jadi aku terus ngobrol dengan Haryani. Dari Haryani aku tahu kalau kantorku ternyata buka jam 9.00, dan kunci kantorku selalu dibawa oleh bagian Accounting, Ani namanya, yang juga kost di sekitar Mangga Dua. Ya sudah, aku terus saja ngobrol. Sampai akhirnya jam 9.00 baru aku keluar dari kantornya, sebab, selain kantorku buka jam 9.00, aku juga tidak enak lama-lama gangguin Haryani kerja.


Hari pertama di kantor membuatku stress bukan main. Ternyata banyak yang harus aku pelajari lagi. Siangnya, aku makan siang cepat-cepat, dan kembali bekerja. Sorenya, aku senang sekali, akhirnya jam pulang kantor tiba juga. Aku lewati kantor Haryani, tapi aku malas masuk menyapanya, sebab hari itu aku sudah pusing sekali, ingin cepat-cepat pulang dan tidur!


Besoknya, aku pergi dari rumah jam 8.00 dan sampai di kantor sekitar jam 8.30, aku mampir dulu ke kantor Haryani, dan ternyata dia masih sendiri, orang-orang kantornya belum ada yang datang. Akupun mulai bercerita mengenai pengalaman hari pertama kerja. Aku curhat ke dia kalau aku stress sekali di hari pertama. Dia memberi dorongan kepadaku supaya aku tidak mudah menyerah, maju terus pantang mundur. Pokoknya, dia betul-betul memberi support, sehingga aku bisa semangat lagi bekerja, walaupun sore hari pulang kerja aku masih saja suka pusing. Tidak terasa sudah sebulan bekerja, ketika malam minggu, iseng-iseng aku mengajaknya jalan dan makan-makan, pertama dia menolak. Tapi aku maju terus pantang mundur mengajaknya jalan, dengan alasan jalan-jalan untuk menghilangkan stress dan mentraktir dia dengan gaji pertamaku, akhirnya dia mau juga.


Hari sabtu, aku dan dia pulang kerja jam 14.00, kami langsung ke M2M, nonton film yang jam lima sore, terus makan-makan di restoran Pizza. Tadinya dia kelihatan kaku ketika jalan berdua denganku, tapi lama-kelamaan, dia mulai terbiasa, dan saat kugandeng tangannya, dia cuek. Sampai akhirnya jam setengah delapan malam, kuantar dia ke kostnya.


Ternyata di luar sedang hujan, dan kami berlari-lari masuk ke dalam bajaj. Saat itu di dalam bajaj, kami berdua menggigil kedinginan basah karena hujan dan terkena angin malam yang dingin sekali. Sampai di kostnya, aku di ajaknya masuk ke kamarnya. Tempat kost Haryani sepi sekali, kata Haryani, kalau hari Sabtu banyak yang pergi, ada yang pulang ke Bandung, ke Bekasi, ke Tangerang dll. Akupun masuk ke kamarnya yang hanya 3×3 itu dengan kamar mandi di dalam. Haryani menyuruhku tinggal dulu sampai hujan reda.


Sementara Haryani mandi, aku di kamarnya hanya menonton TV. Selesai mandi, dia mengenakan daster selutut berwarna putih. Aku bisa melihat bayangan badannya di dalam daster, bra dan celana dalam putih yang dikenakannya. Melihat pemandangan indah itu, yang sebelumnya penisku menciut karena kedinginan, tiba-tiba langsung tegap! Aku tidak berkedip memadang Haryani, dan Haryani tahu kalau aku memandangi tubuhnya, dia langsung mengalihkan perhatianku.

“Wan, sono dah mandi, entar masuk angin loh..”.

“Trus, entar abis mandi pakai apa?”, tanyaku.

“Pake kaosku saja tuh, sama celana pendekku, nih handuknya!” katanya sambil melempar handuk ke arahku.


Jadilah aku mandi dan memakai pakaiannya. Celananya ternyata pendek sekali, aku jadi agak risih memakainya, tapi daripada memakai celana panjangku yang basah karena hujan, lebih baik memakai yang kering. Selesai mandi, dia sudah menyajikan teh hangat dan kue kering. Lumayan untuk menghangatkan badan. Kemudian aku melihat album-album fotonya, aku godain dia melihat foto-fotonya waktu kecil yang punya tompel di pipinya dan sekarang sudah dioperasi.


Ketika membolak-balik foto-fotonya, tiba-tiba aku baru sadar, dasternya agak terangkat ketika dia duduk dan memperlihatkan pahanya yang putih itu. Aduh, lagi-lagi penisku tegang dan untungnya masih ketutupan sama album foto Haryani. Akhirnya, karena posisiku tidak enak, album foto kuletakkan saja di lantai, kulihat celanaku sudah menonjol gara-gara penisku yang berdiri tegang. Aku coba rileks saja dan ngobrol apa saja dengan Haryani.


Sementara di luar hujan masih saja deras, jam sudah menunjukkan 10.30. Aku sudah merasa tidak enak sama Haryani, tapi aku stay cool saja. Sementara Haryani sendiri kelihatan sudah mulai mengantuk, tiba-tiba dia merebahkan kepalanya di pahaku.


Kuelus-elus rambutnya lembut, dia memejamkan matanya. “Wan, saya sudah ngantuk nih, lu nginep saja deh disini.., Hoooahh (Haryani menguap), temenin saya yah..”, katanya sambil masih memejamkan matanya.

“Iya deh”, kataku sambil terus mengelus-elus rambutnya. Tidak beberapa lama, mungkin karena tidak enak posisinya, dia menggerakkan kepalanya dan tidak sengaja kena penisku (yang masih tegang), “Ee.., eh.., adik tidur yaa..” katanya sambil tangannya mengusap penisku, dan ini membuatku sangat terkejut setengah mati.., Kali’ dia tidak sadar, atau sedang mengigau barangkali, pikirku.


Aku belum juga mengantuk, dan Haryani terus terlelap, tidur seperti orang mati. Lama-kelamaan, capek juga pahaku menahan kepalanya, segera kugendong badannya (yang ternyata berat setengah mati) ke kasur. Kutidurkan dia di kasur. Tapi, tidak sengaja, dasternya tersikap, dan tampaklah celana dalamnya yang putih dan pahanya yang mulus, membuatku sangat terangsang. Mau kututup pahanya, tapi sayang, kapan lagi aku bisa melihat pemandangan begini. Ini momentnya tepat sekali.


Kuelus pahanya, betul-betul mulus dan lembut. Kucium lembut pahanya, mulai dari lututnya hingga ke atas mendekati selangkangannya. Kulihat Haryani masih terlelap tidak bergeming, akupun mulai berani merenggangkan kakinya, sehingga selangkangannya terbuka, dan kutekuk lututnya, sehingga sekarang selangkangannya sudah betul-betul terbuka. Kucium bagian paha sekitar selangkangannya. Kucium celana dalamnya. Ingin aku merasakan daging di balik celana dalamnya.


Dengan hati-hati sekali, kugeser pinggir celana dalam sebelah kiri ke arah kanan. Dan aku mulai terangsang hebat ketika kulihat daging berbentuk bibir berwarna merah kecoklatan itu terlihat. Sambil tanganku menahan pinggir celana dalamnya, kucium lembut vaginanya yang berbulu lebat itu. Nyum.., nikmat sekali rasanya ketika lidahku mulai menjilat-jilat lubang kemaluannya itu. Kujilat-jilat bibir di kiri dan kanannya, kupakai kedua tanganku untuk membuka bibir yang menutupi bagian dalam vaginanya itu dan kemudian mulai menjilati clitorisnya.


Kumainkan terus lidahku di daerah sensitif vaginanya. Ternyata, Haryani mulai merasakan kenikmatan permainanku, nafasnya mulai tak beraturan. Terus kujilati vaginanya yang basah itu oleh air liurku. Sampai akhirnya aku merasa ada cairan hangat keluar dari vaginanya.


Akupun berhenti menjilatnya, lagian leherku juga sakit dengan posisiku yang tengkurap sambil menjilat vaginanya. Sambil berdiri, kulihat penisku masih berdiri dengan gagahnya. Kupikir, kalau aku memasukkan batangku ke vagina Haryani, pasti dia akan terbangun dan mungkin akan mengusirku, itu sama saja dengan memper***a, jadi terpaksa aku keluarin di kamar mandi. Aku keluar sampai tiga kali di kamar mandi, kalau aku bayangkan enaknya vagina Haryani dan kalau saja aku bisa memasukkan penisku di dalam lubangnya yang hangat.


Setelah itu, peniskupun tidur kecapean, tidur di lantai yang beralaskan karpet. Ternyata, aku tidak bisa terlelap tidur, jam 5.00 pagi aku terbangun, dan susah untuk tidur kembali. Kulihat Haryani masih terlelap di tempat tidur. Kuhampiri dia, dan kutatap wajahnya yang polos tanpa make up itu. Wajahnya terlihat cantik ketika tidur. Kukecup pipinya mesra. Dia masih tetap terlelap. Kukecup bibirnya yang agak tebal. Lembut sekali. Kuisap-isap lembut bibirnya, seperti aku mengisap-isap sebuah permen yang kenyal. Birahiku mulai timbul lagi. Sambil terus memainku bibirnya di bibirku, tanganku mulai merayap ke arah payudaranya, kuremas-remas payudara yang padat namun lembut dan kenyal itu. Gila benar nih, aku sudah terangsang sekali. Ingin aku mengulangi perbuatanku tadi malam.


Tapi, tiba-tiba Haryani terbangun, dia mengusap-usap matanya, dan melihatku seperti tak percaya kalau aku sekarang berada di sisinya. Tanpa kusadari, tanganku masih berada di atas payudaranya. Belum sempat dia berkata apa-apa, kukecup lagi bibirnya dengan lembut, “Selamat pagi Yani”, kataku. Dia masih belum sadar juga rupanya dan mengguman tak jelas. Kukecup lagi bibirnya, dan kali ini kuisap-isap bibir itu. Haryani sepertinya merasakan kenikmatan (antara sadar dan tidak sadar), dia hanya diam dan menikmati.


Sambil kumainkan bibirnya dengan bibirku, aku mulai memainkan tanganku di payudaranya, kuremas-remas lembut payudaranya yang berukuran 32B itu. Sekali, kulepaskan kecupanku di bibirnya, dan kuhujani pipinya dengan kecupanku, dan saat aku kembali mengulum bibirnya, dia mulai membalas permainanku. Aku memberanikan tanganku mengarah ke selangkangannya, dan mulai mengusap-usap selangkangan yang hangat itu. Mula-mula aku mengusap-usap celana dalamnya, dan setelah beberapa lama kami pelukan, mulai kuberanikan memasukkan jariku dari sela-sela celana dalamnya dan menyentuh vaginanya yang basah itu. Aku mainkan jari tengahku di sekitar clitorisnya. Licin sekali rasanya vagina Haryani.


Permainan jariku membuatnya menggelinjang, pinggulnya bergerak-gerak seirama dengan gerakan tanganku. Aku ingin melakukan lebih jauh lagi, dan kuhentikan aktivitasku, sambil kutatap matanya, kutarik daster yang dipakainya ke arah atas, dan dia seakan mengerti dengan maksudku, dia menaikkan pinggulnya sehingga daster dapat dengan mudah melewati pantatnya hingga akhirnya lepas dari tubuhnya.


Kulepas kancing BH diantara 2 cupnya. Kini, yang ada di depanku adalah tubuh putih mulus seorang gadis yang hanya mengenakan celana dalam dengan tatapan penuh menantang. Segera kuisap puting payudaranya yang berwarna coklat kemerahan itu, sementara tangan kananku kuselipkan ke dalam celana dalamnya dan kembali kumainkan clitorisnya. Kali ini Haryani betul-betul merasakan terangsang dan keenakan yang luar biasa, ini bisa kurasakan dari nafasnya yang makin tidak teratur dan desahan-desahan kenikmatan. Bentuk buah dada Haryani memang betul-betul bagus, masih kencang dan tidak terlalu kecil.


Kemudian, setelah beberapa saat, Haryani merintih kencang, hampir setengah berteriak dan otot-otot badannya seperti mengejang, sepertinya dia telah orgasme.

Dan tak beberapa lama, dia menghembuskan nafas panjang, “Yudiawan…, nikmat banget.., Kamu memang betul-betul..”, belum selesai dia mengucapkan kata-katanya, segera kukecup bibirnya yang seksi itu.

“Kamu mau merasakan yang lebih hebat lagi..”, kataku sambil berdiri dan mulai melepaskan pakaianku. Dan ketika celanaku kubuka, penisku yang sejak tadi sudah mendesak di celanaku, langsung menunjuk ke depan, besar, tegang dan siap untuk memasuki liang kewanitaannya. Mata Haryani tidak berkedip melihat tubuhku yang bugil, dan tangannya mengusap-usap penisku.

“Ya ampun.., besarnya..”, kata Haryani dengan mata tak berkedip. Dia kulum bibirku sambil tangannya terus mengelus-elus barangku yang besar itu. Kemudian, dia mencium penisku.

“Yan, berani tidak kamu isep?”, tanyaku menantang. Pertama, dia jilati kepala penisku dengan lidahnya yang mungil. Kemudian, dia mulai berani memasukkan penisku ke dalam mulutnya, walaupun hanya kepala penisku saja, dan dia mulai mengisap maju mundur. Aku merasakan kegelian sekaligus nikmat.


Tak beberapa lama, aku mulai bosan dengan hisapannya, aku tahu ini pertama kalinya dia mengisap penis lelaki, dan dia belum begitu mahir melakukannya. Kemudian, kusuruh dia tidur di tempat tidur, dengan pantat berada di pinggir tempat tidur. Kulepas celana dalammya yang sejak tadi belum dilepas. Dan aku mulai menjilat-jilat vaginanya yang telah kembali menguncup itu. Kujilat cairan putih yang telah mengental di pinggir liang surganya. dia merasakan keenakan dan mulai mendesah keenakan. vaginanya mulai basah kembali oleh ludahku dan kurasakan vaginanya telah membesar.


Sebelum dia kembali orgasme, dengan berdiri di atas lututku, aku memasukkan penisku ke dalam vaginanya yang hangat. Belum ada seperempatnya senjataku masuk, dia merasakan pedih. Kusuruh dia memberi air ludahnya di kepala penisku, supaya penisku basah dan mudah masuknya, kemudian kucoba memasukkan lagi, dan dia kembali merintih sakit. Kutenangkan dia dan menyuruhnya untuk rileks, dan aku coba kembali, kali ini aku mencoba menyoblosnya dengan cepat, kutarik pinggulnya ke arahku dan kudorong pantatku ke depan dengan kuat.


“Bless”. Akhirnya terbenam semua, dan kulihat wajah Haryani yang menahan sakit. Supaya dia tak lama-lama merasakan sakit, segera kumaju-mundurkan penisku di dalam liang vaginanya. Terasa hangat dan ketat sekali vagina Haryani ini. Lama-kelamaan, genjotan penisku mulai lancar, dan aku sampai memejamkan mataku merasakan keistimewaan vagina Haryani.


Kami saling mendesah dan merintih keenakan. Saking cepatnya aku menggenjot, sampai kasur yang ditidurinya ikut bergerak hebat. Lama-kelamaan aku tak tahan lagi, segera kutarik keluar penisku dan mulai menembakkan isinya ke paha Haryani dan ke kasur, aku kocok penisku sendiri dan aku merasakan sensasi yang sangat dahsyat, seluruh tubuhku mengejang, hingga akhirnya seluruh cairan spermaku sudah habis, tapi aku belum merasa capek.


Segera aku ke kamar mandi dan membersihkan penisku, dan aku kembali lagi menggenjot Haryani. Kali ini, penisku bertahan lama sekali, hingga Haryani orgasme, aku belum keluar juga. Sampai akhirnya Haryani orgasme yang ketiga kalinya, baru aku ikut Orgasme. Setelah itu, kami berdua tidur dengan nyenyak dengan tubuh telanjang.


Saat ini aku masih sering memikirkan kejadian itu, kok bisa-bisanya dengan mudah aku dapat merengut kegadisan Haryani, mungkin juga memang aku sedang lucky. Tapi, yang penting setelah saat itu aku dapat bebas ber-making love dengan Haryani. Kami berdua suka melakukan eksperimen, mencoba gaya-gaya baru, yang kami lihat dari film BF berdua di kamar Haryani. Haryani mudah sekali terangsang kalau aku sudah mengisap payudara dan vaginanya, apalagi kalau lagi sedang menonton BF. Supaya permainan kami aman, aku dan Haryani suka membeli persediaan kondom.


Satu hal yang aku perhatikan, Haryani semakin hebat dalam melakukan hubungan seks, dia mulai pintar melakukan oral seks dan mulai bebas mengeluarkan suaranya ketika dia orgasme, padahal kami melakukannya di kamar kostnya yang hanya di batasi sebuah tembok dengan kamar sebelahnya, dia dengan enaknya berteriak setiap kali dia mencapai orgasme. Pokoknya, hidup serasa nikmat setiap kali aku berhubunga dengannya, apalagi kami dalam berhubungan badan sama-sama gilanya, hampir setiap hari, biasanya sepulang kerja aku mampir ke kostnya dan sebelum pulang pasti dia minta “ditusuk” (itu istilah kami berdua).


Pernah suatu saat, aku tidak masuk kerja karena ada urusan keluarga, dan malamnya dia menelepon supaya aku besok datang jam 7.00 ke kantor, karena dia kangen untuk ditusuk dan dia punya surprise untukku.


Besoknya, jam 7 pagi aku datang dan dia sudah menunggu di dalam kantornya. Rolling door kantor dibukanya sedikit, dan di dalam kantor, begitu aku masuk, tanpa ba-bi-bu, dia langsung mengulum bibirku, dan menyuruhku duduk, sementara dia duduk di atas meja.


Lalu dia menyuruhku menebak, kejutan apa yang dia siapkan untukku. Tentu saja aku tidak tahu, dan aku jawab saja asal-asalan, sampai akhirnya dia kesal sendiri, dan dibukanya rok mini yang dipakainya, tampaklah selangkanganya yang tanpa mengenakan celana dalam dan bersih dari rambut.

Ternyata dia mencukur habis semua bulu vaginanya. Aku tentu saja senang melihatnya dan penisku kontan langsung berdiri sampai celanaku terasa sesak sekali. Seperti biasa, sebelum minta ditusuk, dia ingin vaginanya dijilat-jilat dulu olehku. Dan akupun mulai menciumi bibir-bibir vagina yang berwarna kemerahan. Aku suka sekali dengan bau khas vaginanya, yang membuatku ingin terus mencium vaginanya. Kujilat-jilat bagian dalam bibirnya, dan mulai kujilat clitorisnya. Kadang kuvariasikan dengan isapan-isapan di clitorisnya. Tidak beberapa lama, setelah vaginanya basah, aku mulai membuka ritsluitingku dan memasukkan penisku ke dalam vaginanya.


Kami berdua bercinta atas meja di dalam kantornya. Dia tidak cukup sekali orgasme, dia selalu minta nambah, dan aku selalu dapat memenuhi keinginannya itu. Aku merasa seksi sekali bercinta dengannya di atas meja, apalagi ketika kami melakukan gaya doggy style. Aku dan Haryani di atas meja masih dengan berpakaian lengkap. Kemudian aku duduk di kursi, dan dia menindihku dari atas.


Pagi itu, kami sangat puas sekali, sebab selain di kamar kostnya, making love di kantor Haryani baru kali ini kami lakukan dan tidak ketahuan siapa-siapa. Tapi, tentu saja making love di kantor tidak kami lakukan terlalu sering, sebab aku tidak terlalu suka pergi pagi-pagi sekali dari rumah ke kantor.


Sampai akhirnya, akhir bulan April, kantor Haryani bangkut, karena ada masalah keuangan dengan penanam modalnya, sehingga semua karyawannya diberhentikan. Dan ketika Haryani sibuk mencari-cari pekerjaan, tiba-tiba dia mendapat panggilan pekerjaan dari kokonya di Penang.


Akhirnya tanggal 26 Mei, Haryani pergi ke Penang. Terus terang, aku merasa sedih sekali atas kepergiannya, dan aku tahu diapun juga merasakan demikian. Tapi apa dayaku, kalau untuk mengawininya, aku belum cukup modal.

Jadi, tidak ada alasan bagiku untuk bisa menahannya terus di Jakarta. Sampai saat kepergiaannya, di bandara aku memeluknya dan memberikan ciuman selamat tinggal, sebab dia akan lama sekali tinggal di Penang, dan mungkin tidak akan kembali lagi ke Jakarta. Kalaupun dia balik ke Indonesia, dia akan balik ke Pontianak, tempat ayah ibunya berada.

Cerita Gairah Nafsu Tahun Baru


Pesta seks di tahun baru – Seperti tahun tahun sebelumnya pada malam tahun baru tahun ini saya merencanakan untuk pergi Dugem sama temem-temen saya, maklum selama ini saya udah jaraang sekali keluar karena anak-anak saya makin besar dan makin nakal-nakal sehingga perlu selalu di jaga. Untuk itu maka saya udah mina tolong pada Kakak sepupu saya untuk ngejagain anak2 saya pada malam itu, dan dianya setuju. Setelah anak2 saya tidur maka saya langsung berdandan dan siap2 menuju rumah teman saya untuk menjemput dan pergi bersama2


Oh iyah, saya lupa ngasih tau, kami berencana dugem ber-4 (termasuk saya sih). Adapun teman2 saya itu bernama Niken, Veni dan Eva. Kalo niken dan Veni sih janda, sama dengan saya, sedangkan Eva masih gadis (aslinya sih saya gat au habis ga pernah saya periksa sih, he3x). Mereka semua udah pada ngumpul di rumah Veni. Sesampai saya disana kami langsung bersiap untuk pergi. Namu terlebih dahulu saya menelpon temen yang mempersiapkan bekal, Mungkin pada tau deh kalo ngedugem nggak make inex kurang enak, jadi kami beli dulu maklum kalo malam tahun baru rada susah dapetnya, jadi kami beli sebelum berangkat dan kami minum di rumah ajah.


Setelah semua siap, maka kami langsung berangkat. Setelah berembuk maka kami memilih Diskotik Golden Palace sekaligus ganti suasana sih maunya. Sesampai di sana kami langsung naik ke lantai 6 dan langsung masuk diskotik. Ternyatan di dalam lagi sibuk acara, wah kesel deh mana musiknya mati banyak omong lagi tuh mc nya. Dan kami berempat udah makin gemetar maklum ajah nekan dari rumah sih, tapi untuk ga begitu lama sesudah acara bagi2 hadiah maka musik hidup lagi. Maka selanjutnya kami berempat sudah asik bergoyang.


Setelah 1 jam dan inex yang kami tekan udah tinggi banget, saya mulai merasa horny maklum mungkin pengarh drug yah. Karena itu saya ambil kursi di pojok agar bias duduk dengan santai. Wahh horny saya semakin meningkat dan saya lihat temen temen saya juga kayaknya, karena itu saya langsung ngomong sama Niken, “ Ken, saya naik nih, jadi pingin” trus dia bilang “ sama saya juga”. Wah gawat nih, kalo udah gini. Tak lama kemudian Veni dan Eva juga menyusul kami berdua duduk di table, saya lihat mereka merasakan yang sama seperti yang kami rasakan. Malahan Eva sudah Gelisah banget. Kakinya dikit2 menjepit seperti nahan kencing.


Sambil guyon saya bilang ke meraka “ heheh pada pingin yah???” mereka pada senyum ajah sambil meluk meluk saya. Trus saya bilang “ tuh banyak cowok ambil ajah satu” dijawab ama Veni “ ga deh, rugi.. mending kalo di nikahi” katanya sambil ketawa. “ . Niken bilang “ Rat , jadinya gimana nih”, kayaknya dia paling tinggi deh, (padahal saya juga tuh). Saya liat matanya udah sayu banget, salah sendiri saya suruh tekan setengah maunya 1. Ya udah trus saya bilang ke dianya “gimana kalo kita lepasin sendiri ajah”, Dia bilang maksudnya gimana?. Ya udah saya biang ikut saya ajah ayo.


Rupanya Veni dan Eva juga ngikut kayaknya masalah kami semua adalah sama, yaitu dorongan untuk itu deh. Mereka langsung saya ajak ke Toilet, trus sesampai di sana saya langsung buka CD saya, oh iyah saya lupa bilang kalo kami berempat sama sama pake rok pendek, saya emang suka sih kalo dugem pake rok lebih bebas rasanya disbanding pake Celana Jeans. Veni nanya ke saya “ Eh Rat, kamu mau ngapain??” saya bilang “ menyelesaikan masalah, heheheheh”. Langsung ajah Niken mengikuti saya dengan membuka celana dalamnya juga. Ga lama kemudian Veni dan Eva juga mengikuti,


Wow celana dalam saya udah basah karena lendir saya sendiri, dan saya lihat mereka juga. Selanjutnya ke empat CD kami tersebut kami simpan di Hand bag saya, sambil guyo saya bilang ke mereka bertiga, “Wow…., pada basah yah, pantes ajah bingung, hehehe” dijawabnya “sial kamu rat, padahal kamu sendiri tuh juga”.


Selanjutnya kami kembali masuk ke Diskotik, mereka malah bilang mau ngapain, saya bilang “ Ayo deh ikut ajah, lagian mana mereka tau kita ga pake CD, ya kan” sambil ngikik mereka ngikut saya kedalam. Di dalam diskotik kami kembali ke table kami yaitu di pojok, dan suasan emang rada gelap di posisi kami.


Wah ini lah saatnya sepertinya saya juga udah ga tahan lagi, maka saja mulai meraba raba vagina saya , wow udah basah sekali deh, pantas ajah setiap kaki di rapatin terasa licin tapi nikmatnya bukan main. Saya bilang ke teman teman saya agar mulai menggosok gosok vaginanya juga. Eva masih merasa malu, sedangkan veni dan niken udah mencari posisi yang tersembunyi tapi bisa dengan leluasa meraba vaginanya. Saya liat mereke berdua juga udah mulai asik sendiri. Karena saya liat Eva rada bingung, maka segera saya tarik sehingga duduk di sebelah saya, tangan saya segera meraba ke vaginanya, wow…, ternyatan gadis ini udah basah sekali, dia sedikit menjerit kaget kali, saya bilang “gpp,biar enak coba kamu gosok sendiri deh. Tuh liat Niken dan Veni udah, nanti kamu ga turun2 tuh”. Dia bilang “ Malu kak, nanti diliat orang” saya jawab. “ santai ajah ga ada yang liat semua pada sibuk tuh On, “. Lalu tangannya saya tuntun untuk mengantikan tangan kanan saya menggosok vaginanya sendiri sedang saya melanjutkan menggosok vagina saya.


Ohhh, nikmat sekali rasanya, tangan saya semakin aktip menekan2 dan mengosok2 vagina saya sendiri, dan udah mulai tidak perduli sekeliling saya. Untuk tempat kami rada gelap. Kalo ada yang memperhatian mungkin heran deh ngapain kami berempat pada duduk merpatakan kaki, dengan tangan di bawah. Tapi kami semua ga peduli. Sambil menggosok gosok terus saya lirik Niken dan Veni, wahh…, ternyata mereka berdua juga udah mulai melayang mencari kenikmatan mereka masing-masing. MAlah saya liat tangan kiri Niken udah mulai meraba payudaranya sendiri dari bawah tank top yang di pakainya, sedangkan Veni kedua tangannya di bawah rok nya, Kalo Eva duduknya makin merpata ajah kesaya Cuma saya merasakan dianya juga udah mulain merasa nikmat.


Ahhh perduli deh yang penting saya juga mau enak. Gosokan jari jari saya juga semakin cepat dan vagina saya semakin basah, untung dalam ruangan ber-AC dan penuh asap sehingga bau dari vagina kami berempat ga tercium. Hehehehe. Ohhhh……., jari jempol saya mulai mencari2 klitoris saya, dan jari tengah dan telunjuk saya mulai menekan nekan lobang vagina saya. Ohhhhhhh…..nikmat sekali, gerakan saya semakin cepat dan saya yakin kayaknya ga lama lagi saya bakalan orgasme. Yahhhhh,…..akhirnya orgasme saya datang juga, ohhhh nikmatnya. Saya menjerit tapi saya tahan agar ga kedengaran orang, ohhh tuhan nikmat sekali rasanya. Segera saya hentikan jempol saya yang nggosok klitoris tapi 2 jariyang lain semakin dalam menekan ke lobang vagina saya. Dapat saya rasakan denyutan di dalam vagina saya, wahhhhhh nikmat sekali. MMMhhhh kayaknya orgasme ini sangat panjang. Saya udah ga peduli lagi posisi kaki saya, rok pendek yang saya pakai udah terangakat mendekati pangkal paha saya. Peduli amat, perlahan lahan saya buka mata saya saya lihat Niken dan Veni juga lagi mendapatkan orgasmenya, posisi Niken miring sambil kedua kakinya menjepit kemaluannya erat erat dan sebelah tangannya meremas payudaranya, wow, dia ga sadar kalo payudaranya yang besar (38b sih, emang besar disbanding kami bertiga yah) udah keluar dari BH nya dan sedikit menyembul dari bawah tank topnya, sedangkan Veni kedua tangannya semakin keras menekan nekan vaginanya dan wajahnya meringis ringis .


Tak lama kemudian orgasme mereka lewat juga, kami duduk perdampingan tapi masih merasa nikmat dan sama sama tersenyum. Trus kami liat si Eva kayaknya belum, maklum mungkin masih baru kali yah. Dan mungkin di masih kawatir ada yang ngeliat jadi kurang konsen, karena itu dianya keliatan semakin horny ajah dan belum lepas lepas juga. Akhirnya kami bertiga segera duduk disekitar dia, Veni (kakaknya) duduk di sampingnya sambil memeluk adiknya di berbisik “ Udah Va, cuek ajah lah, kami nutupin kok. Kamu terusin ajah. Kalo udah keluar nanti enak banget “. Sambil merem dianya mengangguk. Saya pun mulai membantu dia dengan merangsang vaginaya, wow…gadis ini udah basah banget. Karena saya rasa basah banget maka roknya pun saya angkat biar ga nyeplak nantinya, habis banyak banget cairannya. Tangan saya dengan lincah segera masuk ke selangkangannya dan segera mencari klitorisnya. Setelah etemu mulai saya gosok gosok dengan cepat, dianya semakin gelisah duduknya, sedangkan niken juga mulai meraba raba payudaranya, agar dia makin terangsang. Ahhhh saya liat napasnya mulai memburu mungkin ga lama lagi dianya orgasme. Badannya semkin gelisah untuk niken dan veni cepat tanggap dengan menahan badannya agar tangan saya bisa menggosok vaginanya dengan leluasa. Ahhhh akhirnya dia pun orgasme, mulutnya mejerit tapi segera di peluk niken jadi ga sempat semakin liar, sambil memeluk nikem meremas payudara Eva kuat2, dan Veni terus berbisik ke telinganya agar melepas semuanya. Ahhhh jari saya yang di vaginanya merasakan denyutan yang sangat kuat, ohhhh dianya orgasme. Dunyatan2 ini tandanya. Matanya meram dan semakin meringis ringis, tapi saya yakin sekali geli2 nikmat yang luar biasa yang sedang dialaminya. Setelah beberapa lama akhirnya orgasme nya lewat juga dan dia mulai tenang, demikian juga kami bertiga. Mata kami masih merem menikmati sisa orgasme dan musik y6ang menghentak kencang.


Setelah melepas maka kami kembali tenang dan rasa inex yang kami tekan semakin nikmat buat di bawa bergoyang maka kami berempat pun turun ke lantai dansa. Sambil berdisko kami tertawa2, dan saya bilang ke Eva “ Gimana Va, enak ga?” sambil tersenyum di bilang “ iyah kak, nikmat sekali”. Saya bilang “ goyang ajah terus ga ada kok yang liat kalo kita ga pake celana dalem, hihihihi” Niken dan Veni ikut tertawa.


Kami terus bergoyang sampe jam 3.30 pagi, setelah itu kami berencana pulang. Pas di pintu lift seorang om-om ngejar kami berempat trus bilang “Dek, enak yah joget ga pake celana ?” Kami berempat rada kaget juga, kok tau sih. Tapi dengan cuek ajah saya jawab” Enak kok bang silir, yeeee” langsung kami berempat ngabur ke lift turun dan pulang. Masa bodoh ajah kalo dia liat apa yang kami lakukan berempat tadi yang jelas malam itu kami semua happy.

Budak Nafsu ABG Gila


ABG gila menjadikanku budak nafsunya – Aku sedang membanting pantatku di jok belakang taxi, ketika dering HP-ku memanggil. Kuperhatikan jelas sekali bahwa ini nomor yang sama dari dua kali panggilan tadi. Tapi karena aku merasa tidak mengenalnya, aku sama sekali tidak menanggapinya.


“Kenapa tidak diangkat, Bang..?” tanya sopir taxi yang sekilas melihatku lewat spionnya.

“Buat apa. Paling-paling wartawan ‘bodrek’. Menawarkan berita kemenanganku ini di koran kelas ‘teri’-nya. Bosen aku berurusan dengan mereka..!” sahutku sambil kuperhatikan sekali lagi secara kilas dua medali emas dan piala juara favorit kejuaraan binaraga kelas junior ini.


Taxi meluncur kencang membawaku pulang ke rumah kontrakanku di daerah Radio Dalam. Taxi masih melenggang di atas aspalan Sudirman ketika nomor HP itu muncul lagi di layar HP-ku. Berdering dan berdering minta diangkat. Terpaksa kali ini aku menerimanya dengan malas.


“Hai Andre, sombong bener sih, nggak mau terima telponku. Kenapa..?”

“Sori Mbak. Ini siapa, dan ada apa..? Aku merasa nggak kenal anda.”

“Benar. Kita belum pernah saling kenal kok. Tapi aku selalu memantau kemajuanmu dalam bertanding binaraga. Pokoknya aku selalu mengikutimu kemana kamu berlaga memamerkan tubuhmu yang berotot kekar tapi indah dan seksi sekali itu. Aku senang sekali. Banyak teman-temanku yang mengidolakan dirimu lho Mas. Kupikir masa depanmu pasti cerah sekali di dunia binaraga. Gimana nih, kami mau kenalan lebih dekat lagi, juga foto-foto bersama atlet idola kami. Bagaimana Mas..?”


Aku sejenak berpikir. Siapa sih mereka? Apa maksudnya? Kalau aku tolak, aku merasa merendahkan atau menyepelekan apa yang namanya fans atau penggemar. Fans atau penggemar, apalagi wartawan itu adalah jalur yang tidak boleh kulawan. Mereka harus kurangkul dan akrabi. Begitu nasehat teman-teman seniorku di dunia olahraga yang banyak penggemarnya.

“Baiklah. Dimana ini kalian semua..?” tanyaku setelah menghelakan nafasku.


Sebuah daerah pemukiman elite disebutkan suara cewek itu. Permata Hijau. Aku segera minta sama sopir taxi segera meluncur ke alamat yang dituju. Kuperhatikan jam tanganku sudah menunjukkan pukul 23.45 tepat. Waktuku untuk istirahat. Tapi demi fans, aku rela membagi waktuku dengan mereka.


Rumah mewah itu memang terlihat sepi, gelap, dengan halamanya yang terlihat teduh. Berlantai tiga dengan gaya arsitektur spanyol yang unik. Bergegas aku segera turun dan kuperhatikan sejenak taxi telah menghilang di tikungan jalan. Kembali aku perhatikan alamat rumah yang kutuju itu. Aku segera menyelinap masuk ke dalam halamannya setelah membuka sedikit pintu gerbangnya yang dari besi dicat hitam. Hujan mendadak turun dengan rintik-rintik. Berburu aku lari kecil menuju teras yang tinggi, karena aku mesti menaiki anak tangganya.


Aku dengan tidak sabaran menekan-nekan bel pintunya yang yang tampak sekali aneh bagiku, sebab tombol bel itu berupa puting susu dari patung dada wanita. Tidak berapa lama, pintu model tarung kuku itu terbuka. Aku seketika berdecak kagum dan ‘ngiler’ berat melihat figur penggemarku ternyata anak baru tumbuh yang bertubuh seksi.


“Mas Andre, ya? Ayo Mas, dua temanku sudah tak sabar nungguin Mas. Biar kubawakan pialanya.. yuk..!” ujar gadis berusia sekitar 17 tahun itu ramah sekali menyambar piala dan tas olahragaku.

Aku menyibakkan sebentar rambut gondrongku yang basah sedikit ini, sambil sejenak kuperhatikan gadis itu menutup dan mengunci kembali pintunya.

“Ng.., maaf, belum kenalan..,” gumamku perlahan membuat gadis berambut pendek cepak ala tentara cowok itu menghentikan langkahnya lalu memutar tubuhnya ke arahku sambil mengumbar senyun manisnya.

“Oh ya, aku Tami..,” sahutnya menjabat tanganku erat-erat.

Hm, halus dan empuk sekali jemari ini, seperti tangan bayi.


Tami yang berkulit kuning langsat itu melirik ke sebelah, di mana dari balik korden muncul dua temannya. Semua seusia dirinya.

“Ayo pada kenalan..!” sambung Tami.

Malam ini Tami memakai kaos singlet hitam ketat dan celana pendek kembang-kembang ketat pula, sehingga aku dapat dengan jelas melihat sepasang pahanya yang mulus halus. Bahkan aku dapat melihat, bahwa Tami tidak memakai BH. Jelas sekali itu terlihat pada dua bulatan kecil yang menonjol di kedua ujung dadanya yang kira-kira berukuran 32.


“Lina..,” ujar gadis kecil lencir berambut panjang sepinggangnya itu menjabat tanganku dengan lembut sekali.

Gadis ini berkulit kuning bersih dengan dadanya yang kecil tipis. Dia memakai kaos singlet putih ketat dan celana jeans yang dipotong pendek berumbai-rumbai. Lagi-lagi Lina, gadis cantik beralis tebal itu sama seperti Tami. Tidak memakai BH. Begitupun Dian, gadis ketiga yang bertubuh kekar seperti laki-laki itu dan berambut pendek sebatas bahunya yang kokoh. Kulitnya kuning langsat dengan kaos ketat kuning dan celana pendek hitam ketat pula. Hanya saja, dada Dian tampak paling besar dan kencang sekali. Lebih besar daripada Tami. Cetakan kedua putingnya tampak menonjol ketat.


Aku dapat melihat pandangan mata mereka sangat tajam ke arah tubuhku. Aku pikir iru maklum, sebab idola mereka kini sudah hadir di depan mata mereka.

“Dimana mau foto-foto bersamanya..?” tanyaku yang digelandang masuk ke ruang tengah.

“Sabar dulu dong Mas, kita kan perlu ngobrol-ngobrol. Kenalan lebih dalam, duduk bareng.. gitu. Santai saja dulu lah.. ya..?” sahut Dian menggaet lengan kananku dan mengusap-usap dadaku setelah ritsluting jaket trainingku diturunkan sebatas perutku.

“Ouh, kekar sekali. Berotot, dan penuh daging yang hebat. Hm..,” sambungnya sedikit bergumam sembari menggerayangi putingku dan seluruh dadaku.

Aku jadi geli dan hendak menampik perlakuannya. Tapi kubatalkan dan membiarkan tangan-tangan ketiga gadis ABG itu menggerayangi dadaku setelah mereka berhasil melepas jaketku.


Kuakui, aku sendiri juga menikmati perlakakuan istimewa mereka ini. Kini aku dibawa ke sebuah kamar yang luas dengan dinding yang penuh foto-foto hasil klipingan mereka tentang aku. Aku kagum. Sejenak mereka membiarkanku terkagum dan menikmati karya mereka di tembok itu.


“Bagaimana..?” tanya Lina mendekati dan merangkul lengan kiriku.

Lagi-lagi jemari tangan kirinya menggerayangi puting dan dadaku. Kudengar nafas Lina sudah megap-megap. Lalu Dian menyusul dan memelukku dari belakang, menggerayangi dadaku dan menciumi punggungku. Kini aku benar-benar geli dibuatnya.

“Sudahlah, lebih baik jangan seperti ini caranya. Katanya mau foto-foto..?” kataku mencoba melepaskan diri dari serbuan bibir dan jemari mereka.

“Iya, betul sekali. Lihat kemari Mas Andre..!” sahut Tami yang berdiri di belakangku.

Aku segera membalikkan tubuhku dan seketika aku terkejut. Mataku melotot tidak percaya dengan penuh ketidaktahuan dan ngerti semua ini.


“Ada apa ini, apa-apa ini ini..? Kalian mau merampokku..?” tanyaku protes melihat Tami sudah menodongkan pistol otomatis yang dilengkapi dengan peredam suara itu ke arah kepalaku.

“Ya. Merampok dirimu. Jiwa dan ragamu. Semuanya. Ini pistol beneran. Dan kami tidak main-main..!” sahut Tami dengan wajah yang kini jadi beringas dan ganas.

Begitupun Lina dan Dian. Sebuah letupan menyalak lembut dan menghancurkan vas bunga di pojok sana. Aku terhenyak kaget. Mereka berdua memegangi lengananku dengan kuat sekali. Aku hampir tidak percaya dengan tenaga mereka.


“Tidak ada foto. Tapi, di ruangan ini, kami memasang beberapa kamera video yang kami setel secara otomatis. Setiap ruangan ada kamera dan kamera. Semua berjalan otomatis sesuai programnya. Copot celananya, Lin..!” ujar Tami membentak.

Aku hendak berontak, tapi dengan kuat Dian memelintir lenganku.

“Ahkk..!”

“Jangan macem-macem. Menurut adalah kunci selamatmu. Ngerti..!” bentak Dian tersenyum sinis.


Celana trainingku kini lepas, berikut sepatuku dan kaos kakinya. Lina sangat cepat melakukannya. Kini aku hanya memakai cawat hitam kesukaanku yang sangat ketat sekali dan mengkilap. Bahkan cawat ini tidak lebih seperti secarik kain lentur yang membungkus zakar dan pelirku saja. Sebab karetnya sangat tipis dan seperti tali.

“Kamu memang seksi dan kekar..,” ucap Tami mendekati dan menggerayangi zakarku.

“Iya Tam. Sekarang aja ya, aku udah nggak sabar nih..!” sahut Dian mengelus-elus pantatku.

“Sama dong. Tapi siapa duluan..?” sahut Lina mengambil sebotol minyak tubuh untuk atlet binaraga.

Kulihat mereknya yang diambil Lina yang paling mahal. Tampaknya mereka tahu barang yang berkualitas.


“Diam dan diam, oke..?” kata Lina menuangi minyak itu ke tangannya.

Begitupun Dian dan Tami. Segera saja jemari-jemari tangan mereka mengolesi seluruh tubuhku dengan minyak. Bergantian mereka meremas-remas batang zakarku dan buah pelirku yang masih memakai cawat ini dengan penuh nafsu. Aku kini sadar, mereka fans yang maniak seks berat. Walau masih ABG. Dengan buas, Tami merengut cawatku dengan pisau lipatnya, yang segera disambut tawa ngakak temannya. Zakarku memang sudah setengah berdiri karena dorongan dan rangsangan dari stimulasi perbuatan mereka. Bagaimanapun juga, walau dalam situasi yang tertekan, aku tetap normal. Aku tetap terangsang atas perlakuan mereka.


“Ouh, sangat besar dan panjang. Gede sekali Lin..,” ucap Dian kagum dan senang sembari menimang-nimnag zakarku.

Sedangkan Tami meremas-remas buah pelirku dengan gemas sekali, sehingga aku langsung melengking sakit.

“Duh, rambut kemaluannya dicukur indah. Apik ya..!” sahut Dian mengusap potongan bentuk rambut kemaluanku yang memang kurawat dengan mencukur rapi.

“Auuhk.., jangan. Jangan.., sakit..!” ucapku yang malah bikin mereka tertawa senang.

Lina sendiri menciumi daging zakarku dan menjilat-jilat buas pelirku. Aku tetap berdiri dengan kedua kakiku agak terbuka.


Mereka dengan buasnya menjilati dan menciumi zakar dan buah pelirku serta pantatku.

“Ouh.. jangan.. aauhk.. ouhhk.. aahkk..!” teriak-teriak mulutku terangsang hebat.

Hal itu membuat Tami jadi ganas dalam mengocok-ngocok batang zakarku. Sedangkan Lina gantian meremas-remas buah pelirku. Sementara Dian menghisap putingku dan memelintirnya, sehingga putingku jadi keras dan kencang. Kedua tanganku kini berpegangan pada tubuh mereka, karena dorongan birahiku yang mendadak itu. Aku kian menjerit-jerit kecil dan nikmat. Teriakan mereka yang diselingi tawa senang kian menambah garang perlakuan mereka atas tubuh telanjangku.


Bergantian mereka mngocok-ngocok zakarku hingga kian mengeras dan memanjang hebat. Bahkan mereka dengan buasnya bergantian menyedot-nyedot zakarku dengan memasukan ke dalam mulut mereka, sampai-sampai mereka terbatuk-batuk karena zakarku menusuk kerongkongan mereka.

“Nikmat sekali zakarnya, hmm.., coba diukur Dian. Berapa panjang dan besarnya, aku kok yakin, ini sangat panjang..!” ujar Tami sambil terus mengulum-ngulum dan menjilati zakarku.

Dian segera mengukur panjang dan besarnya zakarku.


“Gila, panjangnya 23 sentimeter, dan garis lingkarnya.. hmm.., 18 senti. Apa-apaan ini. Kita pasti terpuaskan. Dia pasti hebat dan kuat..!” ujar Dian kagum sambil mengikat pangkal batang zakarku dengan tali sepatu secara kuat.

Begitupun pangkal buah pelirku diikat tali sepatu sendiri. Sementara Lina gantian kini yang mengocok-ngocok zakarku sambil mengulum-ngulumnya. Karuan saja, zakarku jadi tambah keras dan merah panas membengkak hebat. Otot-ototnya mengencang ganas. Aku kian menjerit-jerit tidak kuat dan tidak kuasa lagi menahan spermaku yang hendak muncrat ini.


Mendengar itu, Lina mencopot lagi tali sepatuku di batang zakarku dan pelirku. Cepat-cepat mereka membuka mulutnya lebar-lebar di depan moncong zakarku sambil terus mengocok-ngocok paling ganas dan kuat.

“Creet.. croot.. creet.. srreet.. srroott.. creet..!” menyembur spermaku yang mereka bagi rata ke mulutnya masing-masing.

Bergantian mereka menjilati sisa-sisa spermaku sambil mengurut-ngurut batang zakarku agar sisa yang masih di dalam batang zakarku keluar semua.


“Hmm.. nikmat sekali. Enak..!” ucap Diam senang.

“Iya, spermanya ternyata banyak sekali.. kental..!” sahut Lina.

“Ayo, ikat dia di ruang penyiksaan. Cepat..!” perintah Tami berdiri, diikuti Lina dan Dian.

Sedangkan aku masih lemas. Rasa-rasanya mau hancur badanku. Aku nurut saja perintah mereka. Memasuki ruang penyiksaan.


Apa pula itu? Mereka dengan cepat memasang gelang besi di kedua tangan dan kakiku. Rantai besi ditarik ke atas. Kini tubuhku merentang keras membentuk huruf X. Posisi badanku dibikin sejajar dengan lantai yang kira-kira setinggi satu meteran itu. Lampu menyorot kuat ke arahku. Keringatku menetes-netes deras.

“Siapa kalian ini sebenarnya..?” tanyaku memberanikan diri.

“Diam..! Tak ada pertanyaan. Dan tak boleh bertanya. Pokoknya menurut. Kamu kini budak kami. Ngerti..!” bentak Tami mencambuk dadaku dan punggungku dengan cambuk yang berupa lima utas kulit yang ujungnya terdapat bola berduri. Sakitnya luar biasa.


Mendadak Dian membuka lantai di bawahku. Aku kaget, rupanya di bawah sana ada liang seukuran kira-kira lebar 50 senti dan panjang dua meteran. Dan di lubang sedalam kira-kira satu meteran itu terdapat tumpukan batu bara yang membara panas sekali! Pantas saja, tadi kakiku sempat merasakan panasnya lantai ubin ini. Walau kini tubuhku setinggi kurang dari dua meter dari bara, tapi aku masih kuat merasakan betapa panasnya batu bara itu uapnya membakar kulit tubuhku bagian belakang.


“Cambuk terus..! Sirami dengan minyak dan jus tomat..!” perinta Tami mencambuki kakiku.

Sedangkan Lina mencambuki dadaku. Dian mencambuki punggungku. Panas dan pedih, semua bercampur jadi satu. Bersamaan mereka juga mencambuki zakar dan pelirku yang masih setengah tegang ereksinya. Batu bara yang tertimpa minyak dan jus tomat itu mengeluarkan asap panas yang segera membakar kulitku. Entah, di menit keberapa aku bertahan. Yang jelas tidak lama kemudian aku pingsan.


Saat terbangun, ternyata aku sudah terbaring di atas ranjang luas dan empuk bersprei putih kain satin. Tapi kondisiku tidak jauh beda dengan disiksa tadi. Kedua tanganku dirantai di kedua ujung ranjang bawah, sedangkan badanku melipat ke atas karena kedua kakiku ditarik dan rantainya diikatkan di kedua ujung ranjang atas kepalaku, sehingga dalam posisi seperti udang ini, aku dapat melihat anusku sendiri.


Sebuah bantal mengganjal punggungku. Lampu menyorotku. Tiba-tiba Lina sudah mengakangi wajahku. Dan dia telanjang bulat. Kulihat vaginanya yang mengarah ke wajahku itu bersih dari rambut kemaluan. Rupanya telah dipangkas bersih.

“Jilati, nikmati lezatnya kelentitku dan vaginaku ini. Cepat..!” teriak Lina menampar wajahku dua kali sambil kemudian membuka bibir vaginanya dan menjejalkannya ke mulutku. Terpaksa, aku mulai menjilati vagina dan seluruh bagian di dalamnya sambil menghisap-hisapnya.


Lina mulai menggerinjal-gerinjal geli dan nikmat sambil meremas-remas sendiri duah dadanya dan puting-puting susunya yang kecil itu. Kulihat selintas datang Dian dan Tami yang juga telanjang bulat. Sejenak mereka berdua saling berpelukan dan berciuman. Mereka ternyata lesbian..! Lina segera beranjak berdiri.


“Lakukan dulu Lin, kami sedang mood nih..!” ujar Tami mencimui vagina Dian yang berbaring di sebelahku sambil menggerinjal-gerinjal geli.

Kedua tangan Dian meremas-remas sendiri buah dadanya. Lina segera saja mengambil boneka zakar yang besar dan lentur. Segera saja Lina menuangi anusku dengan madu, serta merta gadis itu menjilati duburku. Aku jadi geli.


Kini jemari Lina mulai mengocok-ngocok zakarku, setelah sebelumnya mengikat pangkal buah pelirku secara kuat.

“Ouh.. aduh.., aahhk..,” teriakku mengerang sakit dan nikmat.

Lina dengan cepat segera menusukkan boneka zakar plastik itu ke dalam lobang anusku. Karuan saja aku menjerit sakit. Tapi Lina tidak perduli. Zakar plastik itu sudah masuk dalam dan dengan gila, Lina menikam-nikamkan ke anusku. Aku menjerit-jerit sejadinya. Sementara tangan satunya Lina tetap mengocok-ngocok zakarku sampai ereksi kembali dengan kerasnya.


Tiba-tiba Tami mengakangi wajahku dan mengencingi wajahku.

“Diminum. Minum pipisku.. cepat..!” perintah Tami menanpar-nampar pantatku.

Terpaksa, kutelan pipis Tami yang pesing itu. Rasanya aku mau muntah. Lebih baik menjilati vaginanya, ketimbang meminum pipisnya. Tami tertawa ngakak sambil mengambil alih mengocok zakarku dengan buas.


“Gantian..!”ujar Dian menggantikan posisi Tami.

Pipis lagi. Aku kini kenyang dengan pipis mereka. Tubuhku basah oleh pipis mereka. Lina masih menusuk-nusuk duburku dengan zakar plastiknya. Pelan-pelan rantai dilepas, tapi Lina malah membenamkan zakar plastik itu dalam-dalam di anusku. Kakiku dibuat mengangkang. Dengan buas, satu persatu memperkosaku.


“Auhk.. aahk.. ouhkk.. yeaah.. ouh..!” teriak-teriak mulut mereka menggenjot di atas tubuhnya setelah memasukkan zakarku ke dalam vaginanya.

“Ouh.. ouhk, tidak.. ahhk.. ahhk..!” menjeritku kesakitan karena sperma yang mestinya muncrat tertahan oleh tali ikatan itu.


Cambuk kembali melecuti dadaku. Pokoknya tidak ada yang diam nganggur. Saat Tami menggagahiku, Lina mencambuk. Dian menetesi puting susuku dengan cairan lilin merah besar. Atau menyirami lilin panas itu ke anusku. Saking tidak kuatnya aku, kini aku jatuh pingsan lagi.


Entah berapa lama aku pingsan. Saat terbangun, banyak spermaku yang tercecer di perutku. Tidak ada rantai. Tidak ada lilin. Bahkan mereka juga tidak ada di sekitarku. Kemana mereka? Perlahan aku beranjak berdiri, tertatih-tatih mencari pakaianku. Tubuhku penuh barut bekas cambuk dan lilin mengering. Luar biasa sakit dan pedihnya tersisa kurasakan.


Secarik kertas ditinggalkan mereka bertiga untukku. Kubaca dengan muak dan geram.

Trim atas waktumu. Tapi kami belum puas menikmatimu. Kami pasti datang lagi untuk kepuasan kami. Kami pergi karena ada mangsa baru yang lebih lemah tapi kuat seksnya. Kalau kamu tolak, kami edarkan videonya. Awas, kamu kini adalah ‘anjing’ seks kami.

Dukun Cabul dan Ibu Rumah Tangga


Cerita dewasa dukun cabul – Vivi tidak bisa menerima sikap dan tindakan Ardi akhir-akhir ini yang ia lihat sudah melupakan dan membiarkan keluarganya. Tindakan ini dilihat Vivi saat Ardi akan pergi ke luar kota untuk meninjau perusahaannya di kota lain. Vivi menduga pasti Ardi telah melakukan suatu perselingkuhan dan menyeleweng dikarenakan Ardi tidak lagi memberikan nafkah batin untuk Vivi, sedangkan Ardi selalu pergi ke luar kota setiap minggu dengan begitu hubungan seks-nya dengan istrinya pasti tersalur, sedang saat ini Ardi telah lupa akan kewajibannya. Siapa wanita yang telah merebut Ardi dari tangannya, Vivi tidak mengetahui. Oleh sebab itu Vivi sering merenung dan berpikir apakah selama ini ia tidak melayani kebutuhan dan kesenangan suaminya, namun semua itu ia rasa tidak mungkin dan sepengetahuannya ia selalu melayani dan melaksanakan kesenangan dan kesukaan suaminya. Sedang kalau ia lihat bentuk tubuhnya yang mungkin telah berubah? namun ia sadari tidak mungkin juga, Vivi menyadari ia dan Ardi telah berumah tangga kurang lebih 6 tahun dan dikaruniai 2 orang anak yang paling besar berumur 5 tahun, mustahil bentuk tubuhnya akan menyebabkan Ardi berpaling.


Di depan cermin sering Vivi mengamati tubuhnya, ia pun rajin senam dan melangsingkan tubuhnya, namun apa gerangan Ardi berubah dan tidak mau menjamahnya? Secara fisik Vivi memang seorang ibu rumah tangga yang telah beranak dua, namun jika melihat tubuh dan kulitnya banyak membuat gadis yang iri karena bentuk tubuhnya amat serasi dan menggiurkan setiap lelaki yang menatapnya. Umur Vivi baru 32 tahun, di saat itu ia butuh pelampiasan birahi jika malam hari menjelang, namun sikap Ardi telah membuatnya menjadi tidak percaya diri. Atas saran teman karibnya yang juga ibu rumah tangga dan wanita karir, maka Vivi disarankan untuk meminta tolong pada seorang dukun sakti yang bisa mengembalikan suami dan membuat Ardi bertekuk lutut kembali. Ini telah lama di coba Lusi, dulunya suaminya juga menyeleweng. Namun atas bantuan dukun itu suaminya telah melupakan wanita simpanannya.


Dengan saran dan nasehat dari karibnya itu Vivi memberanikan diri untuk datang ke tempat dukun itu walaupun jaraknya agak jauh kurang lebih 2 jam perjalanan dengan mobilnya. Dengan bantuan Lusi, Vivi mengemudikan Balenonya ke tempat dukun itu. Mereka berangkat pagi harinya. Sesampai di gubuk dukun yang memang terpencil di sebuah kampung itu, Vivi memarkirkan mobilnya di samping gubuk itu. Lalu Lusi mengetuk pintu gubuk itu dan dengan adanya sahutan dari dalam mempersilakan mereka berdua masuk, di dalam telah ada dukun itu yang duduk dengan sambil menghisap rokoknya.

“Ooo.. Bu Lusi? ada apa Bu? ada yang bisa saya bantu?” dukun itu berbasa basi.

“Eee.. ini Mbah, teman saya ini ada masalah dengan suaminya, namun ia ingin suaminya seperti sedia kala lagi..” jawab Lusi.

Lalu Lusi memperkenalkan sang dukun yang bernama Mbah Dudu itu kepada Vivi. Sambil berjabat tangan Mbah Dudu mempersilakan kedua wanita itu untuk duduk bersila di lantai gubuknya itu. Sepintas Vivi merasa agak risih dari mulai ia memasuki gubuk itu. Ada perasaan tidak enak namun karena keinginannya mengembalikan suaminya ia tidak mengambil pusing semuanya. Tanpa ia sadari dari saat ia masuk dan bersalaman dengan Vivi mata mbah dukun itu tidak henti-hentinya memandang ke arah Vivi. Lalu ia memanggil Vivi untuk maju selangkah ke arahnya, dan Vivi diperintahkan untuk memasukkan tangannya ke dalam wajan yang berisi air kembang, lalu Mbah Dudu membakar menyan dan membaca mantranya.


Tidak berapa lama kemudian ia buka matanya dan berkata bahwa mata hati suaminya telah dipengaruhi oleh wanita simpanan Ardi dan membuat Ardi melupakan keluarganya. Atas saran mbah dukun supaya Ardi kembali maka Vivi harus memakai jimat yang akan dibuatkannya, asal Vivi mau menjalani syarat-syaratnya dan itu semua terpulang kepada Vivi. Karena besarnya keinginan agar Ardi kembali, maka Vivi menyanggupi segala syarat-syaratnya. Setelah itu sang dukun berkata bahwa besoknya Vivi akan mendapatkan jimat itu dan akan dipasangkan ke tubuh Vivi dan akan dibuatkan malam ini. Mbah Dudu adalah lelaki asal Nias yang telah lama memiliki ilmu yang amat sakti. Tidak sedikit orang yang telah dibantunya. Mbah Dudu tinggal seorang diri di gubuk itu dan tidak memiliki istri. Umurnya telah beranjak tua yaitu 70 tahun namun fisik dan sosoknya tidak menggambarkan ketuaan. Selanjutnya Vivi minta diri dan menitipkan amlop untuk memenuhi syarat-syaratnya, dan berjanji besok akan datang. Lalu Lusi minta diri kepada Mbah Dudu, lalu mereka pulang ke rumah dan besok Vivi harus mengambil jimatnya.


Besok hari yang telah ditentukan, Vivi minta Lusi membantu menemaninya ke tempat dukun itu, namun karena adanya kesibukan di kantornya maka Lusi tidak dapat menemani. Dan berangkatlah Vivi mengendarai Balenonya seorang diri ke tempat dukun itu. Lebih kurang 1,5 jam perjalanan Vivi, sampailah di gubuk itu dan memarkirkan mobilnya di samping gubuk, sedangkan hari saat itu telah mendung dan berangin sepertinya hari akan hujan. Lalu Vivi mengetuk pintu gubuk dan kemudian pintu itu dibuka Dudu dari dalam dan mempersilakan masuk. Lalu Vivi masuk ke gubuk dan duduk di lantai. Lalu Mbah Dudu meminta Vivi untuk langsung ke depan dan menerima saran dan cara-cara memakai jimat itu. Vivi diharuskan untuk berbaring dan memakai kain sarung lalu menelentangkan diri, karena jimat itu akan dipasangkan pada tubuh Vivi yang biasa di sentuh suaminya. Lalu Vivi minta ijin untuk memakai sarung yang dipinjamkan sang dukun di kamar yang telah tersedia.


Dalam kamar itu, hanya ada satu dipan kayu yang telah lama dan saat itu Vivi membuka seluruh pakaianya, sedang BH dan CD-nya tetap terpasang pada tubuhnya. Sesaat kemudian sang dukun memasuki kamar itu dan minta Vivi berbaring di dipan itu. Vivi menuruti kata dukun itu, lalu Mbah Dudu memulai melakukan aktifitasnya dengan memasangkan cairan jimat itu mula-mula ke kulit muka Vivi lalu turun ke leher jenjang dan ke dada yang masih tertutup BH. Sesampai pada dada Vivi sang dukun menyadari adanya getaran birahinya mulai datang dan lalu di sekitar dada Vivi ia oleskan cairan itu, tangan sang dukun masuk ke dalam dada yang terbungkus BH. Di dalam BH itu tangan Dudu memilin dan memilintir puting susu Vivi, dengan cara itu Vivi secara naluri seksnya terbangkit dan membiarkan tindakan sang dukun yang memang kelewatan dari tugasnya itu, Vivi hanya diam. Lalu sang dukun membuka pengait BH Vivi dan melemparkan BH itu ke sudut kaki dipan itu dan terpampanglah sepasang dada montok yang putih mulus kemerahan karena gairah yang dipancing Mbah Dudu itu.


Di sekitar dada itu sang dukun mengoleskan jimatnya berulang-ulang sampai Vivi merasa tidak kuat menahan nafsunya. Lalu sang dukun tangannya turun ke perut dan ke selangkangan Vivi. Di situ tangan sang dukun memasuki selangkangan Vivi, tindakan ini membuat Vivi protes,

“Jangan! saya mau diapakan Mbah?” tanyanya.

“Ooo.. ini adalah pengobatannya, Lusi pun dulunya begini juga,” jawab mbah dukun sambil mengatur nafasnya yang terasa sesak menahan gejolak nafsu. Di lubang kemaluan Vivi, jari tangan sang dukun terus mengorek-ngorek isi kemaluan Vivi sehingga Vivi merasakan ia akan menumpahkan air surgawinya saat itu. Sambil membuka kain sarung yang melilit tubuh Vivi sang dukun lalu menurunkan CD yang menutup lubang kemaluan Vivi itu. Lalu ia letakkan CD Vivi di samping dipan yang beralaskan bludu usang itu. Sesaat kemudian Vivi telah telanjang bulat dan jari tangan sang dukun tidak henti-hentinya beraksi di sekitar daerah sensitif tubuh Vivi. Sedang jimatnya telah dioleskan pada seluruh bagian-bagian tubuh Vivi.


Lalu tibalah saat untuk memasukkan keampuhan jimatnya, maka sang dukun minta kepada Vivi untuk mau bersenggama karena jimat itu tidak akan bisa dipakai jika Vivi tidak melakukan senggama dengan dukun itu. Karena Vivi telah merasa kepalang basah dan ingin niatnya kesampaian maka ia ijinkan sang dukun melakukan persenggamaan. Lalu tangan sang dukun membuka paha Vivi yang mulus terawat itu. Lalu ia buka lubang kemaluan Vivi dengan tangannya dan memainkan klitoris Vivi dan kembali Vivi histeris ingin dituntaskan nafsu yang telah sampai di kepalanya, ditambah telah beberapa bulan tidak berhubungan seks dengan suaminya. Mbah dukun yang telah sama-sama-sama bugil dengan Vivi lalu memasukkan batang kemaluannya yang cukup besar itu dan kuat ke dalam lubang kemaluan Vivi yang telah dibasahi air kewanitaan Vivi yang tampaknya siap untuk melakukan penetrasi ke dalam lubang kemaluan yang telah basah itu. Setelah dipaksakan agak keras lalu batang kemaluan yang tegak menantang masuk seluruhnya ke dalam lubang kemaluan Vivi, dan Mbah Dudu melakukan gerakan maju mundur, sedang tangannya tidak henti-hentinya memilin dan menekan pinggul padat Vivi itu. Buah dada Vivi tidak luput dari jelajahan tangan sang dukun.


Lebih kurang 30 menit lubang kemaluan Vivi digenjot dengan paksa lalu sang dukun barulah sampai klimaks dengan menumpahkan air maninya ke dalam lubang kemaluan itu sebanyak-banyaknya. Sedangkan air yang keluar dari lubang kemaluan Vivi itu ia oleskan ke lidah Vivi untuk kasiat bahwa Vivi tidak bisa dilupakan suaminya. Dalam persenggamaan itu Vivi sempat orgasme 3 kali, itu pun saat ia terengah-engah di saat batang kemaluan sang dukun mengaduk-aduk isi kemaluanya tadi. Sejam kemudian barulah permainan itu selesai setelah sang dukun minta permainan dilakukan 2 kali. Setelah itu Vivi minta diri pulang dan membawa yang akan ia pakaikan di rumahnya saat mandi. Mbah dukun mengatakan ada jimat yang akan dipasang di dalam kamar Vivi namun belum siap, dan mbah dukun berjanji akan mengantarkannya ke rumah Vivi 2 hari lagi.


Tepat 2 hari kemudian sang dukun mendatangi rumah Vivi yang megah. Saat itu suami Vivi belum pulang dari luar kota dan di rumah saat itu hanya ada ia dan seorang pembantunya yang sedang menjaga anak-anaknya. Sang dukun berkata, “Bu Vivi, jimat ini akan saya pasangkan pada kamar Ibu nanti malam,” sedangkan Vivi merasa khawatir, bagaimana jika suaminya pulang. Namun karena kesaktiannya, sang dukun berkata, “Bu Vivi nggak usah khawatir, suami Ibu pulang lusa, sedang ia sekarang menurut penglihatan saya sedang di Lampung,” kata sang dukun. Lalu bagaimana ia menerangkan kepada pembantunya karena adanya kehadiran dukun tua itu? Lalu ia hanya berkata bahwa familinya dari kampung dan menumpang barang 1 hari di rumahnya. Lalu Vivi mempersilakan sang dukun untuk istirahat di sebuah kamar yang memang diperuntukkan untuk tamu. Lalu sang dukun memasuki kamar yang telah disediakan.


Malam harinya saat akan memasangkan jimat di kamar Vivi, dilakukan pada pukul 9.00 malam, sedang pembantunya telah tidur di kamar belakang, tempat kamar tidur pembantu memang jauh di belakang dan tidak mengganggu ke rumah induk tempat kamar Vivi berada. Di dalam kamar itu sang dukun melakukan ritualnya dengan membaca mantera, lalu ia membakar menyan, sedang Vivi duduk diam melihat apa yang dilakukan sang dukun dari atas tempat tidurnya. Lalu sang dukun berkata, “Sebaiknya jimat ini kita pasangkan pada saat tepat jam 12.00 malam nanti, berarti masih ada waktu 3 jam lagi, Bu Vivi..” katanya. “Sekarang sebaiknya kita ngomong-ngomong saja dulu menunggu waktu,” kata sang dukun. “Baiklah Mbah,” lalu Vivi mempersilakan sang dukun keluar kamar. Bagaimanapun ia merasa berat hati untuk membawa dukun itu ke dalam kamar pribadinya. Sang dukun berkata, “Tidak usah keluar.. Bu Vivi.. di sini saja.” Lalu sang dukun berdiri dari duduknya dan menuju ke arah Vivi duduk dan mbah dukun itu juga duduk di samping Vivi. Lalu tangannya menggapai tangan Vivi dan berkata, “Sebaiknya kita berdua melakukan seperti saat Ibu di gubuk saya, sebab jika tidak para jin yang membantu saya akan lari dan tidak mau menolong Ibu,” kata mbah dukun. Vivi hanya bergidik, bulu kuduknya merinding. Haruskah ia mengulangi kesalahan saat ia harus bersenggama dengan dukun itu di gubuknya? Namun karena adanya pengaruh dan keinginan Vivi maka ia biarkan sang dukun mengulangi perbuatan maksiat itu di kamarnya, saat itu Vivi memang merasa menjadi seorang wanita sempurna karena ia telah mendapatkan siraman batin dari dukun tua itu meskipun tidak ia dapatkan dari suaminya.


Lebih kurang 2 jam mereka berdua mengayuh samudera kenikmatan bersama sang dukun dan membuat Vivi orgasme berulang-ulang dan membuat lubang kemaluannya sampai lecet karena kebuasan batang kemaluan dukun yang sangat besar itu. Lalu tepat pada jam 12 malam barulah jimat itu terpasang pada bawah ranjang Vivi dan menjelang pagi mereka terus melakukan hubungan seksual dengan menggebu-gebu. Lalu Vivi tertidur dan tidak menyadari hari telah pagi dan sang dukun telah pergi, sedang Vivi merasa tubuhnya pegal-pegal dan tulangnya serasa mau lolos. Sejak saat itu memang jimat pemberian sang dukun ada perubahan pada diri suami Vivi dan ia sangat berterima kasih dan lalu ia mendatangi sang dukun. Sedang sang dukun cuma minta Vivi tidak melupakannya, dengan cara Vivi harus 2 kali dalam sebulan datang untuk memberikan jatah hubungan seks kepada sang dukun seperti Lusi juga melakukan hal yang sama. Memang setelah itu Vivi selalu rajin mendatangi sang dukun dan terkadang sang dukun yang datang ke rumah Vivi untuk minta jatah senggamanya. Memang sebagai dukun ilmu hitam, Mbah Dudu harus mensenggamai pasiennya, karena dengan demikian si pasien akan mampu disembuhkan dan ilmu sang dukun dapat dipelihara.

Enaknya Meki Cewek Jepang


Memek gundul cewek Jepang – Kisah ini terjadi beberapa bulan silam, saat kapal tempatku bekerja merapat di pelabuhan Yokohama, Jepang. Hari itu salju turun dengan derasnya, maklum saat itu pertengahan bulan desember. Setelah kapal kami selesai merapat didermaga dengan sempurnanya, Nakhoda saya, yang orang Jepang, mengajak saya jalan-jalan kerumahnya. Rumah Nakhoda saya itu tidak jauh dari areal pelabuhan Yokohama, kami cukup naik taksi sekitar 10 menit saja. Sesampai di rumahnya, saya diperkenalkan dengan istri dan anak-anaknya. Harus diakui bahwa anak perempuan sulung Nakhoda saya, memiliki kecantikan raut wajah yang betul-betul asli Jepang, dengan kulit yang kuning, mata sipit dan body yang aduhai. Saya begitu terkesima dengan kecantikannya, dan sempat berkhayal yang bukan-bukan. Kami saling berjabat tangan dan mengucapkan salam perkenalan.

“Hi, nice to meet you,” kata anak Nakhoda saya itu.

“You too,” jawabku.

“What is your name?” tanya gadis itu.

“I’m Robert, and you?,” jawabku sambil menanyakan namanya.

“My name, Ayumi, ” jawabnya.


Selanjutnya kami duduk di ruang tamu dan bercerita ngalor-ngidul, bersama-sama dengan ibu, ayahnya dan adik-adiknya. Saat kami bercerita, sesekali saya berusaha mencuri-curi pandang kearah Ayumi, terutama ke bagian pahanya yang putih mulus. Hal itu membuat penisku sering ereksi sendiri. Namun sejauh itu saya masih berusaha untuk dapat mengendalikan diri.


Setelah kurang lebih satu jam kami saling berbagi cerita, Nakhodaku mengatakan bahwa ia dan istrinya akan pergi ke rumah saudaranya yang sedang punya hajatan. Dan ia menyuruh saya untuk menunggunya di rumah saja, sampai dia kembali. Sebelum mereka pergi Nakhoda saya berbicara sebentar kepada Ayumi. Memang mereka berbicara dalam bahasa Jepang, namun sedikit-sedikit saya bisa mengerti artinya, yaitu ia menyuruh Ayumi untuk tinggal menemani saya dan menyiapkan makan untuk saya.

“Robert-san, kamu tinggal saja dan silahkan istirahat,” kata Nakhoda saya dalam bahasa Indonesia.

“Yes, Captain,” jawabku.

“Robert-san, Jangan malu-malu kalau mau makan, Ayumi akan siapkan makanannya,” katanya lagi kepadaku dan Ayumi.


Setelah mereka pergi, saya duduk-duduk saja di ruang tamu sambil menonton televisi. Suasana rumah itu begitu sepi, karena nakhoda saya pergi bersama istri dan adik-adik Ayumi. Sedang asyik-asyiknya nonton, tiba-tiba Ayumi datang, kali ini dia sudah mengenakan Kimono, kamipun bercerita sambil nonton televisi. Dari penuturannya, saya tahu kalau Ayumi ini baru berusia 17 tahun dan duduk di SMU kelas dua. Pantas ia begitu kelihatan remaja dan cantik. Kami duduk tidak terlalu berjauhan, dan karena itu saya dapat sesekali mencuri pandang ke arah dua bukit kembarnya yang cukup kelihatan di balik kimono yang ia pakai.


Kelihatannya udara yang dingin membuatku sedikit menggigil, kucoba memegang tangannya dan ia tidak menolak.

“Ayumi-san, are you cold? ” tanyaku

“Yes, I’m very cold, ” jawabnya

Saya memberanikan diri untuk memeluknya, ternyata ia tidak menolak bahkan semakin merapatkan badannya kedadaku. Tanganku gemetaran saat bersentuhan dengan buah dadanya yang mulai membesar seiring usianya. Entah setan apa yang merasukiku, perlahan-lahan saya mengangkat dagunya dan menciumnya. Ayumi pasrah dan membalas ciumanku. Kami berciuman cukup lama dan saling memagut bibir dengan gairah nafsu yang sama membaranya.

“Robert-san, you are very handsome”, Ayumi berkata, disela-sela kami berciuman.

“Same Ayumi-san, you are very beautiful, ” kataku membalas.


Tanpa terasa tanganku mulai bergerak kearah payudaranya, dan mulai membelai dan sesekali meremasnya.

“Oh.. hsst, hsst, Robert-san, please,” Ayumi mendesah dengan nikmatnya.

Pelan-pelan kubuka kimono yang menutup tubuhnya, ternyata dibalik kimononya ia tidak memakai pakaian dalam sehingga tubuhnya yang mulus segera saja terpampang jelas di mataku. Pentil susunya yang kemerah-merahan bertengger dengan indahnya diatas dua bukit kembarnya yang membusung indah. Betul-betul bagaikan puncak gunung Fujiyama, yang memang kelihatan jelas dari jendela rumahnya. Tanpa menunggu lama, kubopong dia ke atas sofa yang ada diruang tamu itu. Kembali kulumat bibirnya yang kecil memerah, sambil tanganku membelai lembut bukit kembarnya. Rupanya Ayumi juga tidak mau ketinggalan, ia membuka kancing-kancing bajuku dan melepas ikat pinggang celanaku. Tangannya dimasukkan ke dalam celanaku dan mulai meremas-remas batang kemaluanku. Akibat perbuatan Ayumi itu, kemaluanku semakin tegang, dan membuat mata saya juga meram-melek kenikmatan.


Setelah kurasa cukup melumat bibirnya, kini bibirku mulai kuturunkan kearah pentil susunya, dan mulai menjilatinya pelan-pelan.

“Oh my god, Robert-san, please, please touch me, suck it,” Ayumi terus meracau tak keruan.

“Don’t worry, honey. I will to do,” kataku sambil terus menjilati pentil susunya. Sementara itu tanganku terus bermain-main diselangkangnya dan mengusap serta membelai lembut goa yang ada disela-sela momo-nya (BHs. Jepang = Paha). Jari jemariku terkadang lembut memasuki liang vaginanya dan terasa ada cairan hangat disitu. Menyadari hal ini saya segera berjongkok didepan sofa dan pahanya Ayumi kurentangkan lebar-lebar. Segera saja kujilati vaginanya dengan penuh nafsu.


“Auh.. hmm.. hst.. Robert-san o kudasai,” Ayumi kembali meracau dalam bahasa Jepang.

Saya berusaha membuat suasana serileks mungkin, dengan terlebih dahulu mengecup liang vaginanya dan menghirup aroma khas perempuan yang begitu mempesona. Mungkin inilah aroma sejati sashimi dan sushi, pikirku dalam hati. Lidahku bermain liar di liang vaginanya dan sesekali kuhisap lembut klitorisnya yang bagaikan buah cherry terselip di sela-sela daun. Saking enaknya, tanpa sadar Ayumi menjambak-jambak rambutku.

“Oh.. uh.. mmh..” desah Ayumi keenakan.


Sluph.. clep.. clup.. lidahku berdecak berirama menghirup semua cairan hangat yang terus membanjiri liang vaginanya Ayumi. Rupanya Ayumi tak mau terus menerus kupermainkan, dia segera beranjak dan sekarang gantian saya yang duduk bersandar di sofa. Sekejap Ayumi memperhatikan batang kemaluanku kelihatan begitu tegang menantang.

“Oh Robert-san, it is very nice and very big, like is the Yokohama Tower,” katanya terkagum-kagum sambil memegang dan mengocok-ngocok batang penisku. Sementara itu batang penisku semakin menegang dan kepalanya semakin merah kehitam-hitaman mengkilat.

“Yes, honey. But it is not Yokohama Tower, it is Monas Tower,” balasku sambil tertawa geli dalam hati.


Tidak puas hanya memandang dan mengocok-ngocok batang penisku, kini Ayumi mulai menjilati dan mengulumnya. Lidahnya bermain lincah di pangkal dan kepala penisku, yang membuatku menggelinyang kegelian. Nafsuku semakin membuncah, akibat batang penisku yang terus-terusan dikulum dan disedot.

“Umm.. esht.. oh honey.. oh god,” kataku keenakkan.

“Clup.. clep.. srlup.. setiap hisapan mulut Ayumi menimbulkan bunyi yang tak lagi berirama dan menghadirkan sensasi gairah tersendiri ditelingaku.


Sementara itu, jari-jariku terus bermain diliang vaginanya. Kumasuk keluarkan jari-jariku, sambil sesekali melakukan gerakan-gerakan membentuk oval mengikuti lekuk bentuk liang vaginanya. Cairan hangat yang semakin banyak keluar dari liang vagina, telah membasahi semua telapak tanganku.

“Oh, honey. Please fuck me,” Ayumi yang sudah tidak dapat menahan gejolak nafsunya bangkit dari posisi jongkok dan naik keatas pangkuanku. Dipegangnya batang penisku dan pelan-pelan memasukkannya keliang vaginanya.

“Oh honey, it is very big, but I like it,” Ayumi berkata sambil berusaha menekan pantatnya ke bawah untuk memasukkan batang kemaluanku.


Bless.. plok.. semua batang penisku telah masuk ke dalam liang vaginanya Ayumi. Terasa kehangatan menjalari setiap pori-pori yang ada di batang kemaluanku. Selanjutnya dia mulai menggenjot-genjot, menaik-turunkan pantatnya yang putih mulus dan melakukan gerakan-gerakan berputar yang berirama.

“Ouhk.. uhs.. yes.. oh yes..” Ayumi mengerang-ngerang kenikmatan.

“Oh honey, yes.. oh yes..” akupun tak kalah nikmatnya.

Beberapa saat sempat kuperhatikan sisa-sisa batang kemaluanku yang berada di luar liang vaginanya Ayumi, kelihatannya begitu perkasa bagaikan pohon yang berusaha menembus awan. Vaginanya Ayumi kelihatan begitu indah, berwarna kemerah-merahan.


Posisi Ayumi sekarang berganti, ia mengambil posisi menungging membelakangi saya. Inilah posisi Doggy style, yang memang saya gemari. Dalam posisi doggy style itu, saya bebas memandang vaginanya Ayumi yang begitu menantang untuk segera kususupi batang kemaluanku.

“Ups.. aukh.. yes honey, yes..” Ayumi mendesah-desah tak beraturan saat kumasuk-keluarkan batang kemaluanku di vaginanya.

“Oh.. usmh.. hah.. hah..” nafasku menderu-deru menikmati permainan ini.

Selang tiga menit kemudian rupanya Ayumi yang sudah semakin tak kuat menahan gairahnya berbalik dan mengambil posisi terlentang di sofa.

“Please honey, please come in, kudasai,” Ayumi berkata dalam bahasa Inggris dan Jepang memintaku segera melakukan permainan puncak.

“Okay honey, okay,” kataku sambil mengambil posisi dan mengarahkan penisku tepat ke lubang vaginanya.


“Uckh.. uhst.. yes honey,” Ayumi mendesah saat kumasukkan penisku ke vaginanya.

Terasa sedikit sempit, namun penisku lancar saja memasukinya karena vaginanya sudah begitu basah. Selanjutnya, segera saja saya mulai dengan permainan puncak ini. Penisku kumasuk-keluarkan dengan irama yang teratur. Clep.. clup.. cres.. terdengar bunyi yang begitu menggairahkan saat penisku mulai beraksi. Ayumi rupanya tak mau ketinggalan, ia segera saja mengimbanginya dengan menggoyang dan memutar-mutar pinggulnya.

“oh, honey. I love you, honey. Uh.. shh..,” Ayumi kembali mendesah-desah kenikmatan.

“Yes honey, I love you too,” jawabku tak kalah nikmatnya.

“Ump.. hssh.. ouhk.. oh yes,” Ayumi mendesah-desah semakin tak karuan.

“Ush.. ahh.. ohh..,” sayapun mendesah-desah merasakan kenikmatan yang indah ini.


Kami menikmati permainan puncak ini dengan segenap perasaan, sambil sesekali bercakap-cakap. Beberapa saat kemudian rupanya Ayumi sudah tidak lagi kuat menahan gairah nafsunya, tangannya dengan kuat mencengkram bahuku dan pinggulnya digoyang-goyang semakin cepat.

“Oh honey, I’m coming. I’m coming, oh.. ah..,” Ayumi mendesah semakin tak keruan.

“Oh yes, honey. Yes. I’m coming too,” kataku yang juga sudah tak kuat menahan desakan-desakan nafsuku.

Gerakan maju mundur segera saja kupercepat dan Ayumi-pun semakin cepat menggoyang dan memutar-mutar pinggulnya. Beberapa saat kemudian kamipun mencapai puncak Fujiyama bersama-sama.

“Oh honey, oh.. uah.. umph..,” desah panjang Ayumi saat mencapai puncak kenikmatan.

“Uhmp.. uhss.. ouhk..,” desahku saat cairan lahar panas tumpah keluar dari lubang penisku dan membanjiri vaginanya Ayumi.


Ayumi memeluk erat tubuhku, seakan-akan tidak ingin melepas lagi. Jari-jari tangannya mencengkram erat punggungku, kedua kakinya melipat dan menekan pantatku. Sementara itu, saya sendiri memeluk tubuhnya dengan erat dan melumat habis bibirnya.


Kenikmatan terindah ditengah derasnya salju bulan Desember yang begitu berkesan. Sejak saat itu, setiap kali kapal saya bersandar di pelabuhan Yokohama Jepang, saya dan Ayumi selalu merengkuh kenikmatan bersama, terkadang di rumahnya atau di hotel.