Tuesday, March 8, 2011

Dipertanyakan, Komitmen Kemkeu dan BUMN

Payung produksi industri pertahanan nasional. (Foto: Berita HanKam)

8 Maret 2011, Jakarta -- (Kompas): Komisi I DPR mempertanyakan komitmen Kementerian Keuangan dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara dalam membangun industri pertahanan dalam negeri.

Hal ini muncul dalam rentetan pertanyaan yang diajukan anggota Komisi I kepada Ketua Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) Purnomo Yusgiantoro, Menteri BUMN Mustafa Abubakar, Menteri Perindustrian MS Hidayat, Menteri Riset dan Teknologi Suharna Surapranata, dan Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono, Selasa (7/3) di Jakarta.

Anggota Komisi I, Tri Tamtomo, meminta solusi bagaimana mengatasi kelemahan BUMN yang bermasalah dari segi modal, pasar, dan manajemen. Teguh Juwarno malah meminta Menteri BUMN tegas, kalau memang tidak bisa menangani industri strategis yang berkaitan dengan pertahanan, bagaimana kalau industri seperti PT PAL dan PT Dirgantara Indonesia itu dikelola Kementerian Pertahanan.

Nurhayati Ali Assegaf meminta agar keberpihakan pemerintah dalam hal ini jelas. Ia mempertanyakan kesulitan modal dan keuangan yang dinyatakan oleh industri pertahanan, seperti PT PAL. Azwar Abubakar menyatakan, walau rencana strategi besar yang diajukan KKIP dinilainya baik, kalau tidak ada komitmen dari Kementerian BUMN, hal ini tidak bisa terlaksana. ”Gimana BUMN berani gak bikin target untuk sehat tahun 2015,” katanya.

Adjeng Ratna Suminar juga mempertanyakan mengapa Menteri Keuangan tidak termasuk dalam KKIP. Beberapa anggota DPR juga merujuk komitmen Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk memajukan industri pertahanan. Akan tetapi, ternyata Menteri Keuangan menyatakan tidak ada dana akhir tahun lalu.

Mustafa Abubakar mengatakan, BUMN bisa mencapai titik impas (break even point) kalau rencana yang digariskan KKIP berhasil. Ia mengakui, selama ini industri strategis yang berkaitan dengan pertahanan kurang diperhatikan. Pihaknya tengah melakukan evaluasi yang berkaitan dengan restrukturisasi manajemen dan utang di BUMN strategis tersebut. ”Tapi, Presiden sudah nyatakan bahwa BUMN harus ditangani secara korporat dan tidak birokratis sehingga tidak bisa dipindahkan ke bawah Kemhan,” katanya.

Namun, Enggartiasto Lukita menyinggung mengapa masih berbicara soal hubungan koordinasi terus kalau proses ini sudah berjalan 3,5 tahun. ”Kita minta sederhana, kok, misalnya pajak penjualan BUMN itu ditanggung pemerintah. Kan, tidak ada konsekuensi apa-apa,” ujarnya.

Wakil Ketua Komisi I TB Hasanuddin menegaskan, Kementerian Keuangan harus dilibatkan dalam KKIP.