Wednesday, April 27, 2011

Pembiayaan linkage BPR capai Rp5 triliun

371872904p Pembiayaan linkage BPR capai Rp5 triliun

JAKARTA: Pembiayaan linkage Bank Perkreditan Rakyat (BPR) hingga April 2011 mencapai Rp5 triliun atau sekitar 13,88% seluruh kredit yang disalurkan oleh bank mikro hingga saat ini.

Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) Joko Suyanto mengatakan pembiayaan linkage mengurangi persaingan tidak sehat antara bank umum yang memiliki modal besar dengan BPR yang relatif masih kecil.

“Linkage saat ini cukup membantu karena belum ada regulasi yang mengatur tentang persaingan antara BPR dan bank umum,” ujarnya hari ini. Linkage adalah penyaluran kredit oleh perbankan melalui BPR atau lembaga keuangan mikro yang kemudian dikucurkan kepada masyarakat.

Dia menjelaskan pembiayaan dengan skema linkage saat ini mencapai Rp5 triliun yang setara dengan 13,88% total kredit yang disalurkan oleh BPR hingga April 2011. Dalam skema linkage ini BPR mendapatkan pinjaman bank umum dengan bunga 13% hingga 15% yang kemudian disalurkan kembali kepada masyarakat dengan tingkat bunga 20% hingga 25%.

Joko mengatakan skema linkage merupakan pola yang saling membutuhkan antara bank umum yang ingin menyalurkan kredit mikro dan BPR yang membutuhkan pendanaan. “Bank umum membutuhkan linkage dalam menyalurkan kredit mikro karena tidak memiliki cabang untuk menjangkau masyarakat paling bawah. Disisi lain BPR sangat membutuhkan linkage karena keterbatasan sumber dana yang dimiliki,” jelasnya.

Dia percaya skema pembiayaan linkage tidak akan berkurang di masa mendatang meskipun bank umum memperluas jaringan cabang. “Bank umum tidak akan sejauh itu dalam menjangkau masyarakat, karena mereka menghitung efektifitas dan efisiensi dalam menyalurkan kredit,” jelasnya.

Sementara itu Ketua Litbang DPP Perbarindo Edi Poernomo Santoso mengatakan rencana kenaikan modal inti BPR menjadi Rp10 miliar memiliki dampak negatif sisi efisiensi operasional. Dia menjelaskan dampak yang timbul adalah modal tersebut akan tidak terpakai sepenuhnya sehingga financial leverage bank mikro akan menurun.

Meski demikian, lanjutnya sisi risiko modal BPR yang tinggi mengandung makna positif karena memberikan perlindungan yang lebih besar. “Modal tersebut menjadi buffer zone untuk menghadapi risiko likuiditas,” jelasnya.

Sebelumnya, Direktur Kredit, BPR dan UMKM BI Edy Setiadi mendorong peningkatan modal BPR karena 78% BPR memiliki modal di bawah Rp 10 miliar. Namun Edy menegaskan, BI tidak akan gegabah meningkatkan modal minimum yang diharuskan untuk BPR karena masih ada bank-bank kecil. (bsi)