Sunday, December 12, 2010

Memori lama - 2

Kupejamkan mataku menikmati ketegangan yang semakin memuncak di antara kedua paha. Kutarik kedua pahaku hingga kini aku mengangkang di pinggir tempat tidur menunggu penisnya memasukiku. Tapi kurasakan kedua pahaku didorongnya lebih lebar lagi dan bibir luar kemaluanku ditariknya lebar-lebar dan rasa hangat, basah dan kesat menggaruk klitorisku membuatku membuka mata merunduk menatap ke arahnya.

'Mm-ahh.. Oohh.. Hya..'

Kudengar diriku sendiri mengerang-erang tak tertahankan. Duncan benar-benar mengulumku luar dalam. Vaginaku dijilati dan klitorisku dimainkannya dengan lidah, dikulum dan ditarik!

'Mmh! Ough! Duncan.. Shh-ah.. Don't stop!'

Tubuhku bergetar tak tertahan. Kurasakan kedua tangan Duncan kuat menahan pinggang dan perutku di ranjang. Wajahnya memaku selangkanganku, bibir dan lidahnya memagut klitorisku! Arus hangat merambati sekujur tubuhku. Kuulurkan tanganku menjambak rambutnya.

'Stop it! Ough.. Ahh.. Duncan!'

Kugigit bibirku dan..

'Ough!' Tubuhku mengejang-ngejang sesaat bergetar menahan kenikmatan yang kurasakan. Kemaluanku serasa megap-megap dan cairan kental hangat membasahi vaginaku. Entah itu ludahnya atau cairan kemaluanku. Kudengar suaraku menjerit tertahan..

'Ough!' Kupejamkan mataku menikmati arus kepuasan yang mengaliri seluruh tubuhku panas dingin. Kudengar nafasku terengah-engah.

Tangan Duncan merabai bagian dalam pahaku yang masih sensitif. Perlahan ditariknya kedua pahaku turun. Kugeser tubuhku hingga kini berbaring penuh di ranjang. Duncan naik ke ranjang, dibenahinya kimonoku dan diikatkannya tali kimonoku hingga kebugilanku agak tertutup.

Masih dengan nafas tersengal kulihat penisnya tegak bediri menuding ke arahku. Ereksinya sepertinya keras sekali. Dengan sebelah tangan Duncan merabai penisnya. Pinggiran kepala penisnya terlihat tebal menggiurkan. Tanpa senyum Duncan menatapku sambil terus memainkan kebanggaannya. Sambil menguruti penisnya, kepalanya agak mendongak dan bibirnya agak membuka sambil terus menatapku.

Setelah nafasku agak reda, aku bergerak merangkak dengan posisi kedua lutut dan tangan di ranjang kudekati penisnya. Sedikit cairan kental being terlihat di celah penisnya yang membuka. Duncan menatapku dengan wajah kemerahan tanpa berkata apa-apa. Kupejamkan mataku, kutengadahkan wajahku hingga penisnya yang keras itu meraba wajahku. Kumainkan penisnya yang keras tapi terasa halus itu di wajahku.

'Mel!' Suara Duncan lirih mengerang.

Kubuka mataku melihat matanya terpejam. Kuraih penisnya dengan sebelah tangan dan kujilati bagian bawahnya.

'Oh! Mel!'

Mata Duncan mendadak terbuka melihat ke arahku. Di bawahnya kugenggam penisnya dengan kedua tanganku sambil mengemut kepala penisnya. Dalam mulutku kugelitiki bagian bawah kepala penisnya dengan lidahku. Rasanya bagiku pun nikmat sekali me'makan' kepala penisnya. Kedua tangan Duncan bergerak meremasi rambutku, lalu menuntun kepalaku bergerak lebih ke depan lagi.

Dengan sebelah tangan kuraba perutnya, dengan tangan satu lagi kutumpu penisnya sambil kuhisap keluar masuk mulutku. Ahh, nikmat sekali. Bagiku bukan hanya memberinya 'service' tapi memang ku suka sekali aroma dan 'rasa' penisnya, selalu membuatku tambah horny. Kudengar diriku sendiri melahap rakus penisnya.

'Mel! Oh yess.. Mm.. Faster..'

Duncan mengerang-erang membimbing kepalaku bergerak lebih cepat lagi. Sendi rahangku terasa agak pegal, tapi kupercepat gerakanku dan kuperketat bibirku yang mungil dibanding diameter penisnya.

'Ahh! Ahh.. Mel..'

Suara Duncan terdengar agak serak dan jauh dari lembut. Perutnya terasa menegang. Rambutku terasa dijambak lebih kuat. Nafsuku jadi timbul lagi. Selangkanganku terasa panas dan melembab lagi.

'Move!'

Lamunanku terpecah. Tiba-tiba Duncan mendorongku menjauh darinya. Penisnya keluar dari mulutku. Belum sempat aku berpikir, tangan Duncan mendorongku berbalik membelakanginya. Mengikuti gerakan tangannya aku turun dari tempat tidur tergesa-gesa. Didesaknya tubuhku menghadap jendela kamar. Dengan insting dan dorongan tangannya kutumpukan tanganku di pinggiran beton jendela kamarku.

'Ooh.. Oh, Mel!'

Pahaku dibukanya dengan satu tangan, bersamaan ditariknya hingga bokongku menungging. Kurasakan wajahnya mendekati wajahku dari belakang, nafasnya memburu menciumi wajah dan leherku dari samping. Kurasakan keras penisnya menempel di sela bongkahan bokongku, menekan-nekan.

'Duncan..'

Kulihat di bawah di luar kaca jendelaku, Shaz tetanggaku sedang berkebun di pekarangan belakang rumahnya. Untung dia membelakangi kami. Aku yakin Duncan pun bisa melihatnya.

Kucoba berbalik mendorongnya supaya menjauhi jendela, tapi dipepetnya tubuhku. Kedua tanganku kini bertahan di kaca jendela. Dari belakang bagian bawah kimonoku ditariknya ke atas. Tangannya terasa panas di pahaku, perutku.. Membuat selangkanganku semakin lembab.

'Ough! Mm.. Oohh..'

Kekerasan penisnya melesak didorong habis dari belakang. Sedikit nyeri menyerang antara pahaku. Tangannya memaksa menahan pinggangku diam melekat pada tubuhnya. Padat penisnya mengisi liang vaginaku sekali dorong.

'Hh.. Mel! You're so..'

Wajahku terasa panas, sakit dan nikmat dan takut Shaz berbalik memergoki kami. Walau terangsang, vaginaku terasa akan robek.

'Ooh.. Mmhh..'

Agak kesat, batang kejantanan Duncan bergerak keluar dari liang vaginaku. Tiap milinya seolah menarik diriku keluar. Desahan Duncan seolah menikmati cengkaraman vaginaku. Gesekannya membuatku semakin terangsang. Dengan sebelah tangan kuraih payudaraku satu persatu, kuremas dan kucubit putingku keras-keras.

'Adduh! Mmhh.. Duncan..'

Gerakan penis Duncan semakin keras dan dalam keluar masuk menyenggamaiku. Erangan kami semakin tak tertahan. Kudengar nafasnya di telingaku. Tangannya kini naik ke kedua payudaraku, menggeser tanganku meremasi payudaraku dari balik satin yang masih melekat. Putingku menegang di antara jari-jarinya. Selangkanganku serasa habis digagahinya. Sakit, nikmat dan penisnya semakin cepat dan kasar keluar masuk vaginaku dari belakang.

'Oh! Ooh.. AH! MEL! FUCK! FUCK!'

'Duncan!' Aku terjerit. Penisnya memaksa masuk terlalu dalam. Terasa sentakan tumpul mendesak rahimku. Kejantanannya yang keras mengedut bergerak keluar masuk agak pelan. Perlahan lendir hangat keluar dari selangkanganku. Rasanya nikmat. Spermanya mengaliri paha dalamku perlahan. Duncan menunduk menciumiku dari samping. Nafasnya hangat di leherku.

Kulirik di luar jendela, Shaz sudah tidak kelihatan lagi. Gosh! Apa dia tadi lihat? Duncan nyengir mengikuti pandanganku. Kudorong tubuhnya memberiku ruangan bergerak menghadap tubuhnya.

'Laci kedua dari bawah,' bisikku menunjuk ke laci di samping tempat tidurku.

Ragu-ragu Duncan mengikuti tanganku. Dibukanya laci itu dan melongo ditatapnya wajahku. Matanya antara kaget dan excited. Kusahut dengan cengiran dan kedikan mata. Dikeluarkannya 'isi' laciku. Dildo ukuran sedang.

'Come here. Fuck me with that.'

Kutarik tangannya, kubantu menyalakan dildo sebanding ukuran penisnya itu bergetar. Kubimbing tangannya mengarahkan penis karet itu masuk pelan-pelan ke selangkanganku. Mula-mula sedalam kepalanya, keluar masuk, bergetar menggoda vaginaku. Ooh.. Nikmatnya membuatku terpejam. Kulepaskan tanganku berpegangan ke pinggiran kusen jendela. Kakiku mengangkang lebih lebar lagi.

'Ooh.. Yahh.. Mm..'
'Deeper?' bisiknya di telingaku. Aku hanya sanggup mengangguk resah.
'Ohh! Oh ya.. Ooh..'

Seluruh dildo itu masuk sambil bergetar keluar masuk liang senggamaku.

'Oh yaa.. Iyaa.. Duncan..'

Erangannya membuat Duncan semakin bersemangat. Tangan kirinya menarik wajahku, memagut bibirku dan menghisap lidahku. Lidah kami saling menjilat lapar. Kusorongkan panggulku menuntut dientot. Penis karet itu dipompanya keluar masuk semakin cepat. Keluar, masuk, keluar berirama dan dalam. Tubuhku bergetar nikmat.

'You want this, huh?'
'Ooh.. Oohh.. OH! Duncan!'

Dildoku didorongnya dalam-dalam, kuat dan menyentak! Oh! Tubuhku menggelinjang nikmat. Keringat membasahi tubuhku setelah orgasme berlalu. Nafasku tersengal-sengal. Kupeluk tubuhnya yang merunduk ke arahku. Dibalasnya pelukanku dengan ciuman mesra bergairah. Dildo masih menancap dan bergetar di vaginaku yang masih ketat mencengkram alat nikmat di antara pelukan kami. Sambil berciuman, dengan sebelah tangan kutarik dildo itu keluar masuk pelan-pelan. Tak sengaja tanganku menyenggol penisnya, segera aku tersadar, gairah Duncan bangkit kembali!

Kudorong pelan dada Duncan. Kukeluarkan dildo dari vaginaku sambil berjalan berbaring terlentang di ranjang. Duncan mengikutiku dengan pandangan mata lapar. Sebelah tangannya menggenggam penisnya yang keras kembali. Dia memang jantan sekali. Kunyalakan kembali dildoku, kulumasi dengan lendir di vaginaku. Sambil berbaring, kugerakkan naik turun bergetar di selangkanganku. Duncan mendekati ranjangku. Aku suka sekali wajah hornynya tanpa senyum.

Sore itu kami berdua menikmati seks terbaik dalam hidup kami. Kami tetap menjalani hidup kami masing-masing sambil sesekali Duncan bermalam di rumahku atau kami menginap keluar kota.


Tamat