Sunday, February 27, 2011

Kronik Perempuan Kali Kuning (1)

Sugiri Sancoko diantara perempuan Kalikuning


SURABAYA (Jurnalberita.com) – Tahukah anda? Siapakah perempuan-perempuan Kali Kuning, yang akan kita perbincangkan dan kita jadikan sebagai kaca benggala dalam tatanan kehidupan Indonesia Raya ke depan, yang gemah ripah loh jinawi dan saling tolong menolong, agar penderitaan tak menggilas sepanjang hidup para kaum papa?


Jika tak ada niat kuat dari sosok Haji Sugiri Sancoko, yang belakangan kesohor dipanggil Pemangku Gerdu Biru, tentulah penderitaan penduduk Desa Kali Kuning, sekitar 300 KK di Kecamatan Tulakan Kabupaten Pacitan, tidak terangkat ke permukaan publik. Sebab, gejala sosial dan kultur perilaku masyarakat luas Indonesia masa kini, sudah menganggap biasa masalah bencana alam dan bencana sosial, lantaran panjangnya penderitaan sosial dan tertindasnya kaum miskin di negeri, yang katanya subur dan surganya kaum kapitalis (penguasa modal, red) yang tak berhati dan jiwa kemanusiaannya kerontang itu?


“Saya sebagai Pemangku Gerdu Biru, tak berniat sama sekali mengambil hak pahala para budiman yang mau meringankan beban penderitaan sosial penduduk Kali Kuning, khususnya kaum ibu dan anak-anaknya disana, yang kabarnya tetap diam seribu bahasa meski kesulitan hidup kian menindasnya. Silakan anda-anda yang budiman mengambil hak pahalanya, karena Allah SWT Maha Tahu atas amal budi baik bapak sekalian. Dan saya bersama teman-teman relawan Gerdu Biru hanya membantu, agar bantuan bisa langsung diterima oleh mereka yang selayaknya segera menerima bantuan pada awal ini,” jelas Sugiri Sancoko, di depan petinggi Pacitan dan Bupati Terpilih Indartato dengan wakilnya, Prayitno.


Kita tak perlu cuci politik, lanjut Sugiri, anggota DPRD Jatim ini, apalagi cuci muka. Ini soal rasa kemanusiaan, karena itu kita kumpul di sini sebelum menyalurkan bantuan ke penduduk Kali Kuning secara langsung. “Namun sebelumnya, diperlukan kesamaan dalam satu visi, meski misinya yang barangkali berbeda pada sisi pola kerja khususnya,” tandasnya.


Pernyataan itu, sebenarnya untuk mendudukan persoalan, karena pihak Dinas Sosial dan Badan Penanggulangan Bencana Alam Daerah Kabupaten Pacitan, mau menangani secara teknis, termasuk rencana penyaluran yang tak langsung.


Dan masalah ini menimbulkan tarik ulur selama 2-3 jam, sebelum utusan PT. Semen Gresik dan Kepala Dinas Sosial Pacitan mau memahami langkah efektif penyaluran yang disiapkan Gerdu Biru.


Gerdu Biru dibentuk oleh Sugiri Sancoko bersama teman-teman karibnya, sebagai wadah taktis untuk menampung relawan yang mau memenangkan pasangan calon bupati Pacitan dari jalur Partai Demokrat, pada 20 Desember 2010 lalu, selain sebagai martir politik. Mereka pun pekerja sosial dan pekerja media massa dengan menerbitkan koran Gerdu Biru serta menyalurkan bantuan langsung kepada penduduk Kali Kuning di pertengahan Januari 2011 lalu.


“Ini lembaga taktis, dan tak perlu diragukan dari sisi manapun. Kalau kritik tajam dan membangun buat kemajuan Gerdu Biru, akan diterima dengan senang hati. Lembaga ini pun sifatnya terbuka untuk umum. Namun, spirit perseduluran disertai visinya yang menjaga kekuatan komitmen adalah hal yang utama dan prinsipil,” tandas Sugiri Sancoko, yang kabarnya diharapkan menjadi Sekretaris DPD Partai Demokrat oleh kalangan Jakarta, Surabaya dan Pacitan, dengan siapapun ketua terpilih nanti.


Bupati Pacitan, Indartato menerima bantuan dari PT Semen Gresik.(mashur/jurnalberita)


Menurut Pemangku Gerdu Biru ini, soal bantuan bagi 300 KK warga Kali Kuning memang sementara disiapkan 2-3 truk, yang mengangkut selimut, sarung, susu, makanan bayi dan mie instan. “Sementara ini, bantuan terbanyak dari pihak PT. Semen Gresik, didukung BUMN lain, termasuk dari Kadin Jatim yang diketuai La Nyalla M. Mattalitti, Bos Puspa Agro, Airlangga Satriagung, Ketua Indonesia Bisa Jatim, Bagus Harjosuseno dan lain-lain,” urai Sugiri.


Tiap KK menerima minimal 2 buah sarung, 2 buah selimut, dan puluhan mie instan. Sementara, bagi yang memiliki bayi, diberi tambahan makanan bayi dan susu yang cukup untuk 2-4 minggu. Penduduk Kali Kuning memang bernasib tak beruntung dan sangat menyedihkan. Hal itu terjadi saat tiba-tiba tengah malam, di bulan Desember 2010 dan Januari 2011 terjadi hujan deras, sehingga perbukitan di kawasan Kecamatan Tulakan longsor hingga membungkus rumah mereka tanpa kompromi.


“Kami semua hanya bisa lari, dan tak sempat membawa barang dan pakaian. Rumah kami beserta isinya tertutup tanah longsor, tanpa sempat berbuat. Kami semua mementingkan keselamatan diri, dengan pakaian yang terpakai malam itu,” tutur Sri Surahmi mengkisahkan kesedihannya kembali, sembari menggendong bayinya berumur 4 bulan bernama Alfitrah Maharani.


Inilah awal penuturannya dalam Kronik Perempuan Kali Kuning yang diterjang kepedihan mendadak. (jb5/jb2)