Jakarta (ANTARA News) – Anggota Komisi XI DPR RI Vera Vebyanthy mempertanyakan dasar penerbitan peraturan mengenai pajak film impor.
“Komisi XI tidak pernah dijelaskan mengenai rencana penerapan PPh baru ini. Seharusnya kan disampaikan ke DPR karena ini berdampak terhadap masyarakat. Apakah rencana ini dilakukan setelah melewati kajian atau belum,” kata anggota Fraksi Partai Demokrat itu di Jakarta, Senin.
Vera merujuk Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-3/PJ/2011 tentang Pajak Penghasilan (PPh) atas Penghasilan Berupa Royalti dan pemberlakuan PPN atas Pemasukan Film Impor yang berdampak diboikotnya Indonesia dari peredaran film-film Hollywood.
Melihat ramainya tanggapan masyarakat atas keputusan Dirjen Pajak, terutama setelah MPAA (Motion Picture Association of America) mengancam memboikot peredaran film Hollywood di Indonesia, Vera menduga pemerintah belum mengkaji dampak pemberlakuan keputusan itu.
“Seharusnya kan dikaji dampak-dampaknya, sebab kalau film Hollywood dan film-film asing tidak mau masuk ke Indonesia, maka bioskop-bioskop yang ada akan kehilangan penonton dan bisa ditutup. Kalau bioskop ditutup pajak dari pemasukan bioskop yang cukup besar justru jadi hilang,” katanya.
Dan itu juga berarti bakal ada pemutusan hubungan kerja para karyawan bioskop yang menurut Vera bisa mencapai 100.000 orang di seluruh bioskop jaringan “21 Theater” di seluruh Indonesia.
Vera juga menengarai langkah itu bakal mempengaruhi industri film nasional yang tidak memiliki tempat penayangan karena bioskop-bioskop tutup.
“Jadi Dirjen Pajak jangan mencoba menangkap paus tetapi dampaknya ikan teri, yang sudah dijaring justru lepas. Ini coba dikaji lagi dan sebaiknya dicabut saja ketentuannya,” katanya.
Vera juga mengkhawatirkan hilangnya film-film asing di Indonesia akan engurangi hak masyarakat untuk memilih tontonan atau hiburan yang disukainya.
“Apa masyarakat mau nonton film nasional yang kebanyakan horor dan komedi yang tidak menarik itu?” katanya.
Dia mengatakan, Komisi XI DPR RI akan segera memanggil Dirjen Pajak dan instansi terkait mengenai kebijakan yang disebutnya lebih banyak negatifnya daripada positifnya.
Pada 10 Januari 2011, terbit Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE – 3/PJ/2011 tentang Pajak Penghasilan (PPh) atas Penghasilan Berupa Royalti dan pemberlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas Pemasukan Film Impor.
Peraturan ini merupakan penafsiran baru atas undang-undang dan peraturan tentang pajak bea masuk yang lama.
Dengan surat edaran ini penghasilan yang dibayarkan keluar negeri oleh importir terkait penggunaan hak cipta atas film impor dengan persyaratan tertentu, merupakan royalti yang dikenakan PPh 20 persen.
Peraturan ini mendapat reaksi keras dari pihak importir film, yang mengakibatkan MPAA atau asosiasi produsen film Amerika Serikat menyatakan tidak akan lagi mengedarkan film Hollywood ke Indonesia.
Hampir duapertiga jumlah film yang diputar di bioskop adalah film-film Hollywood dan asing non-Hollywood. Banyak pihak mengkhawatirkan langkah MPAA ini akan diikuti distributor film non-Hollywood, karena bea dan pajak ini diberlakukan merata untuk semua film impor.(*)