Ia mengemukakan hal itu pada dialog publik “Reposisi Ormas/LSM dalam Masyarakat dan Pembangunan Nasional” yang digagas Institute For Strategic and Develompment Studies (ISDS) bekerja sama dengan Ikatan Alumni Fisip Unair Surabaya.
Menurut anggota DPR RI 2004-2009 itu, perintah dari Presiden yang tidak serius itu sangat mungkin memang tidak bertujuan untuk membubarkan, melainkan sebatas “warning” kepada ormas anarkis.
“Kalau serius untuk membubarkan, saya kira aturannya sudah ada dan negara tidak perlu ragu-ragu, tapi kalau tidak serius ya hanya sebatas gertakan supaya ormas yang diindikasikan anarkis itu `nge-per`,” katanya.
Sementara itu, Ketua Lembaga Dakwah PWNU Jatim KHM Syukron Jazilan MAg menegaskan bahwa pelaku anarkisme itu sebenarnya tidak dapat diperangi atau dibubarkan, tapi diajak kembali kepada jalan antikekerasan.
“Itu karena dunia ini secara sufi itu sudah ditakdirkan untuk makin lama makin rusak hingga akhirnya terjadi kiamat, sehingga kemaksiatan itu akan terus ada, karena itu kemungkaran (kejahatan) itu tidak perlu dihadapi dengan cara anarkis, tapi dengan dakwah (ajakan),” katanya.
Dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Surabaya itu berpendapat NU sendiri menegaskan bahwa kekerasan (kemungkaran) itu tidak dapat diselesaikan dengan cara kekerasan (anarkis).
“Tapi, ormas anarkis itu punya logika sendiri yakni kemungkaran itu harus dihadapi dengan kekerasan, karena kemungkaran cenderung dibiarkan aparat penegak hukum,” kata pengasuh Pesantren Mahasiswa `Al Jihad` Jemurwonosari, Surabaya itu.
Dalam dialog publik itu, utusan Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) menyatakan ormas seperti NU itu memiliki peran penting dalam negara yang luas seperti Indonesia, karena pemerintah tidak mampu menyampaikan program sampai ke pelosok desa di seluruh Indonesia, sedangkan ormas atau LSM itu ada hingga ke pelosok desa.(*)