SURABAYA (Jurnalberita.com) – Meski Kabupaten Pacitan merupakan tempat lahirnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), namun kondisinya masih memprihantinkan. Selain, dalam hal kemiskinan yang melilit penduduknya, masalah infrastruktur juga terlihat jauh dari harapan. Beberapa sarana selama berbulan-bulan belum mendapat perhatian untuk diperbaiki, baik oleh pemerintah daerah setempat maupun Pemerintah Provinsi Jatim.
Ruas jalan sepanjang hampir 35 Km dari Ponorogo menuju Pacitan rusak parah, apalagi longsor yang terjadi di bulan Desember 2010 lalu, tak sempat diperbaiki. Satu-satunya jalur darat itu samgat membahayakan, terlebih bila hujan mengguyur deras, jalan licin dan tebing yang tinggi diatasnya mudah longsong. Sedangkan, sisi lainnya, jurang yang cukup curam.
“Kalau supir tak biasa melintas daerah itu, jangan terlalu kencang akan sangat berbahaya. Kiri kanannya harus diwaspadai, belum lagi kerusakan jalan yang hampir 3 bulan ini belum diperbaiki. Hanya ada tumpuk material yang makin mempersempit badan jalan,” ungkap Dita, yang hampir tiap minggu melintas jalur tersebut 2 hingga 3 kali.
Gubernur Jatim Dr. H. Soekarwo, dalam pelantikan Bupati Pacitan Indartato dan wakilnya Prayitno untuk periode 2011-2016, sempat menyinggung potensi Pacitan yang cukup menggairahkan dan dipuji sebagai daerah berprestasi, misalnya dari sisi Pelayan Publik Terbaik dan termasuk dalam hal APBD.
“Sebagaimana hasil laporan BPK, APBD Pacitan tinggal selangkah lagi dapat kategori baik tanpa perkecualian,” tegas Pakde Karwo, panggilan akrab Gubernur Jatim, didampingi istri tercinta, Hajjah Nina Soekarwo.
Namun, Pakde Karwo tidak terlalu lantang ketika menyinggung infrastruktur dan masalah kemiskinan yang masih melilit penduduk Kabupaten Pacitan. Proyek JLS (Jalur Lintas Selatan) misalnya, akan dipacu lagi tahun 2011. Kendati JLS lebih 5 tahun ploting anggarannya digeser untuk kepentingan lain, termasuk ‘nomboki’ biaya pembangunanJembatan Suramadu.
Yang paling tragis adalah masalah kemiskinan, yang baru diakui berdasarkan data BPS (Badan Pusat Statistik) hanya sekitar 15 persen, dari jumlah penduduk sekitar 557.029 jiwa. Tetapi, data ini kurang diakui oleh seorang salah satu anggota DPRD Pacitan dari fraksi berlambang Pohon Beringin.
“Saya tidak percaya dan berdasarkan adat kebiasaan lapangan, yang signifikan di Pacitan kaum miskinnya mencapai sekitar 30 persen atau sekitar 1/3 dari jumlah penduduk. Sebutlah konkritnya 600 ribu, maka yang miskin 200 ribu jiwa, bukan hanya puluhan ribu saja,” tegasnya, yang tak mau disebutkan namanya, di depan H. Ridwan Hisjam, mantan anggota DPR-RI ini.
Lalu siapa mesti bertanggung jawab, agar Pacitan moncer dan setara dengan kabupaten dan kota lainnya di Indonesia? Padahal, daerah terpojok selatan di Pulau Jawa itu sempat menjadi tempat persembunyian (pengungsian, red) Panglima Besar Jenderal Sudirman saat diburu pasukan Belanda serta tempat kelahiran Presiden SBY dan Bambang Dwi Hartono, Wawali Kota Surabaya, yang sebelumnya menjadi walikota selama dua periode, termasuk puluhan anggota DPRD setempat ditunjang 9 anggota DPRD dan DPR-RI dari Daerah Pemilihan (Dapil) 7 yang ditunggu peran konkritnya.
Menurut Pakde Karwo, ploting JLS dalam APBN 2011 disiagakan dana minimal Rp 10 Milyar. Untuk pembangunan desa disiapkan Rp 25 juta per desa, pembangunan GOR Rp 10 Milyar dan ditunjang permodalan UMKM Rp 14,5 Milyar, yang sekitar Rp 6 M berasal dari BNI.
“Data faktual dan ploting anggaran ini harus dipahami oleh DPRD Pacitan dan saya akan berikan untuk difotokopi,” ujar Pakde Karwo, yang disambut tepuk tangan sehingga suasana sejenak melupakan keprihatinan penduduk Pacitan.
Tak semua anggota dewan merespon dengan senyum manis lontaran Pakde Karwo itu. Karena, apa yang dirasakan anggota DPRD Pacitan dan DPRD Jatim tidak demikian. Sebab, fakta selalu bicara.
“Kalaulah sejak 5 tahun lalu diperhatikan dengan serius. Lalu semua ploting anggaran pembangunan berjalan semestinya, tentu kerusakan infrastruktur dan kemiskinan tidak terlalu parah,” tegas H. Sugiri Sancoko, anggota DPRD Jatim dari Fraksi Partai Demokrat.
Kabupaten Pacitan memiliki 12 kecamatan dan 160 desa dengan kekuatan APBD-nya sekitar Rp 700 Milyar. Andalan PAD (Pendapatan Asli Daerahnya) terutama dari Pajak, Retribusi dan Pariwisata.
Sedangkan, dari 12 kecamatan, hanya separuh yang potensial untuk diandalkan dalam meraih PAD. Beberapa kecamatan itu antara lain, Kecamatan Kebonagung, Ngadirojo, Bandar, Punung, Arjosari, Pacitan dan disusul kemudian kecamatan Sudimoro, yang kini menjadi tempat operasional PLTU.
“Saya pribadi, berkeinginan sinkronkan dana Jasmas agar kepentingan penduduk Pacitan terfokus dalam menikmati nilai-nilai pembangunan. Apalagi kabarnya, dari jalur anggota DPR Fraksi Partai Demokrat itu menyebut angkat sekitar Rp 10 Trilyun. Semoga hal itu benar dan bisa direalisasi secara konkrit,” tambah Sugiri Sancoko, yang duduk di Komisi C bidang Keuangan dan Anggaran di DPRD Jatim ini.
Sugiri pun menyebut, ada sekitar 10 jembatan bambu di Pacitan, yang selayaknya dipermanenkan dengan kontruksi besi dan cor batu kali yang kokoh. Kalau setiap jembatan menelan dana sekitar Rp 600 juta, berarti dana minimal Rp 6 Milyar akan terserap. Namun, manfaatnya bagi penduduk di kecamatan dan pedesaan setempat akan sangat berguna. “Moga saja pihak pusat dan provinsi respon sepenuhnya,” lontar Sugiri, anggota dewan yang juga mantan wartawan tersebut.
Beberapa wartawan pun ikut memberikan masukan, bahwa pola ‘menggerogoti anggaran’ untuk kemajuan Pacitan hendaknya dipersempit. “Saya berharap teman-teman wartawan kompak bersama anggota Dewan dan Eksekutif Pemkab Pacitan, supaya menghindari pelanggaran tindak pidana korupsi. Hal ini bisa memacu harapan hidup bagi penduduk Pacitan, yang makin menjauhkan dari pola hidup pemiskinan itu,” tegas salah satu wartawan koran Gerdu Biru. (jb5/jb2)