Surabaya (ANTARA News) – Wakil Ketua KPK M Jasin menegaskan bahwa pihaknya masih menunggu hasil kajian tim ahli untuk memeriksa Ketua Umum PSSI Nurdin Halid terkait sejumlah kasus dugaan korupsi.
“Kami belum menerima laporan dari tim ahli,” katanya di Surabaya, Senin, ketika ditanya kasus korupsi APBD pada sejumlah klub LSI dan kasus cek pelawat pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia tahun 2004.
Ia mengemukakan hal itu di sela-sela “Sosialisasi Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) dari Perspektif UU Nomor 8 Tahun 2010″ yang dihadiri 172 peserta dari kalangan Polri, Kejaksaan, dan praktisi hukum.
Di sela-sela acara yang juga dihadiri Kabareskrim Polri Komjen Ito Sumardi, Wakil Ketua Jakgung Darmono, dan Kepala PPATK Yunus Husein itu, ia menjelaskan hasil kajian tim ahli itu akan menentukan pemanggilan Nurdin Halid.
“Tim ahli masih sedang melakukan kajian sistem korupsi di sejumlah daerah seperti Malang, Surabaya, Bandung, dan sebagainya,” katanya.
Menurut dia, kajian sistem pencairan dan pemanfaatan dana APBD itu penting agar dana untuk kegiatan olahraga tidak diselewengkan untuk kepentingan pribadi yang membuat olahraga kita tidak maju.
“Kita akan menghimpun masukan dan laporan masyarakat, lalu kita juga akan mendengar analisis tim ahli untuk menentukan sikap selanjutnya. Yang jelas, kita tidak akan menolak laporan masyarakat,” katanya.
Dalam sosialisasi itu terungkap sejumlah hal baru dalam UU 8/2010 yang disahkan pada 20 Oktober 2010 itu, di antaranya penegakan hukum yang dilakukan bersamaan dengan penelusuran aset hasil kejahatan.
Selain itu, kriminalisasi kasus pencucian uang yang semula hanya mengenakan sanksi minimum, maka akan dikenakan sanksi 0-20 tahun, lalu pelapor yang selama ini hanya dari peneliti keuangan, maka kini akan dapat dilakukan pedagang barang dan jasa seperti pedagang emas.
Hal baru yang juga penting adalah penguatan posisi PPATK untuk penundaan transaksi pada rekening dugaan yang diduga hasil pidana dan untuk tindak kejahatan serta dokumen palsu, sekaligus kewenangan PPATK memberikan sanksi administrasi.