JAKARTA. Industri jamu terbelit persoalan bahan baku. Penyebabnya adalah ekspor bahan baku jamu cukup tinggi sehingga pasokan ke dalam negeri tersendat.
Akibatnya, harga bahan baku jamu di dalam negeri melonjak. “Harganya meledak sekali bukan hanya karena cuaca tetapi juga karena pembelian dari luar terutama Pakistan dan Bangladesh,” ujar Ketua umum asosiasi gabungan pengusaha dan obat tradisional, Charles Saerang di kantor Wakil Presiden, Senin (25/4).
Menurutnya, Pakistan dan Bangladesh membeli bahan baku jamu kualitas pertama. Selain kedua negara Asia Selatan itu, raksasa Asia seperti China turut mengimpor bahan baku jamu dari Indonesia. “Saya khawatir jahe diperbaiki di sana lalu dijual lagi ke Indonesia,” imbuhnya
Dia menjelaskan bahan baku jamu yang naik adalah jahe kering dari Rp36.000 per kilogram (kg) menjadi Rp 120.000 per kg. Kemudian, temulawak dari Rp10.000 per kg menjadi Rp17.500 per kg.
Selain itu puyang dari harga Rp 16.500 per kg menjadi Rp 22.000 per kg. Lalu, adas dari Rp26.000 per kg menjadi Rp 30.000 per kg.
Selain harga, pasar jamu domestik maupun luar negeri terhadang masalah jamu bahan kimia obat yang telah merusak kepercayaan masyarakat terhadap kualitas jamu. Bukan itu saja, perizinan negara tujuan ekspor jamu kerap rumit sehingga menyulitkan pengusaha.
Meski begitu, menurut Charles, omzet industri jamu di Indonesia melejit cukup tinggi. Pada tahun 2009 omzet jamu di Indonesia mencapai Rp 8,5 triliun. Sedangkan sampai akhir tahun 2010 mencapai Rp 10 triliun.
Wakil Presiden Boediono menyarankan agar ada sebuah blueprint industri jamu di Indonesia. Apalagi, industri ini berkaitan erat dengan usaha kecil dan menengah. “Blueprint ini bisa memayungi para pelaku usaha,” katanya.