Saturday, January 8, 2011

Djenar Maesa Ayu: Berkarya Haruslah dengan Jujur

Pengantar Redaksi

NAI, panggilan Djenar Maesa Ayu, rupanya sudah menyiapkan kado spesial buat ulang tahunnya, 14 Januari besok. Tepatnya pada 14-1-2011 dia akan meluncurkan buku terbarunya 1 Perempuan 14 Laki-Laki—perhatikan angkanya—sebuah kumpulan cerpen kolaborasi dengan empat belas sahabatnya.

Djenar Maesa Ayu (KOMPAS/PRIYOMBODO)

Berangkat dari kumpulan cerpennya, Mereka Bilang Saya Monyet (Kumpulan Cerita Pendek, 2002), berlanjut dengan Jangan Main-main (dengan Kelaminmu), Djenar menerakan tapaknya sebagai penulis novel, sekaligus penulis skenario film dan sutradara. Djenar seperti meneruskan napas seniman besar Sjuman Djaya dan aktris Tutie Kirana, orangtuanya. Identitas buah karyanya jelas. Nai menulis dengan telanjang, jujur, dan terang blakblakan, terutama dalam hubungan perempuan dan lawan jenisnya.

***

Apa yang Mbak lakukan untuk menemukan ide brilian dan unik? Apa yang membuat Mbak tergerak menulis cerita-cerita yang kontroversial? (Feni Saragih, Jatinangor)

Dear, Mbak Feni. Bukan saya yang menemukan ide, namun idelah yang menemukan saya. Sesungguhnya ide selalu ada di sekeliling kita, namun sering kali kita terlalu sibuk untuk menyadari keberadaannya. Saya pun tidak pernah dengan sengaja berkarya demi menciptakan kontroversi. Jika pada akhirnya terjadi kontroversi, saya rasa, dalam masyarakat yang demikian majemuk, pro dan kontra adalah hal yang sangat wajar dan harus terjadi.

Buku karya siapa yang menjadi rujukan dan inspirasi Anda? Sejak kapan buku itu Anda baca? (Chamad Hojin, Depok)

Semasa duduk di bangku sekolah dasar saya amat mengagumi karya-karya dongeng Hans Christian Andersen terutama yang berjudul Gadis Korek Api. Di dalam cerita itu seorang gadis kecil berhasil membangun imajinasi lewat sebatang korek api demi melupakan realitas hidupnya yang amat pahit. Sejak saat itu saya terinspirasi untuk menulis dengan menggunakan metafora. Saya mengagumi buah karya Seno Gumira Ajidarma, Budi Darma, dan Sutardji Calzoum Bachri.

Ketika Anda menulis cerpen semacam ”Menyusu Ayah” dengan kata-kata yang demikian blakblakan, sebenarnya pesan apa yang ingin Anda sampaikan kepada pembaca? (Agus Andoko, Solo)

Saya selalu menempatkan bahasa kepada fungsinya sebagai alat komunikasi, yang berarti adalah sarana untuk mempermudah, bukan untuk mempersulit/menghambat komunikasi. Jika saya memakai kata-kata yang lugas dalam berkarya, adalah pertimbangan pribadi bahwa itulah kata yang paling tepat untuk mengomunikasikan cerita saya.

Saya pernah dengar anda nyletuk di televisi bahwa pernikahan adalah hal yang amat sangat tidak relevan. Cinta itu menjadi lemah ketika dilembagakan. Proses hidup macam apa yang membuat Mbak Djenar berpikiran semacam itu? Kok enggak Indonesia banget ya? Tapi, keren siiiiy... (Dede Dwi Kurniasih, Jogyakarta)

Saya hanyalah seorang pencinta yang lebih percaya jika: tanpa pernikahan, cinta dapat bertahan. Namun, tanpa cinta, pernikahan mustahil untuk dipertahankan.

Apakah benar Mba Djenar dulu banyak belajar dengan Mas Seno Gumira? Mengapa lebih suka menghadirkan cerpen-cerpen yang berbau mbeling? (Danik Susiyati, Yogyakarta)

Kali pertama saya jatuh cinta kepada karya Seno Gumira Ajidarma yang berjudul 'Sepotong Senja untuk Pacarku', saya segera menyalinnya dengan tangan untuk dipersembahkan kepada seorang kekasih. Pengalaman menyalin dengan tangan ini membuat hasrat menulis saya terlahir kembali. Kemudian saya mendapat kesempatan dari Mas Seno untuk mengikuti kelas Penulisan Kreatif selama satu semester di IKJ. Salah satu pelajaran atau pesan berharga dari beliau yang saya selalu ingat hingga sekarang adalah, 'Ketika kamu menulis 1.000 karya, pasti ada satu karya yang bagus'. Maka dari itu, Mbak Danik, menulis dan berlatihlah. 'talk less do more':).

Mbak Djenar, dalam menulis cerpen berduet bagaimana cara menjembatani gaya penulisan yang berbeda agar bisa solid/nyambung? (Eka Matassa Sumantri, Medan)

Saya adalah tipe penulis impulsif. Saya tidak pernah terlebih dulu memikirkan plot, tokoh, atau konflik apa yang nantinya akan saya tulis. Hal inilah yang juga saya terapkan dalam berduet menulis cerpen. Kami menulis satu, dua, atau lebih kalimat secara bergantian. Dalam proses seperti ini, kami menyerahkan sepenuhnya perkembangan cerita berdasarkan teks. Jika saya mengibaratkan teks sebagai cinta, kami adalah dua orang yang sedang kasmaran. Cinta tersebut membuat kami berusaha saling memahami perasaan maupun pikiran dan mencoba saling mengisi kekosongan pembicaraan.

Apa saja yang biasa Anda lakukan ketika mengalami writer’s block (kebuntuan dalam menulis)? (Sudiyanti Yanti, Bekasi)

Masing-masing penulis mempunyai metode sendiri dalam mengatasi kebuntuan ide yang hanya dapat ditemukan lewat banyak latihan. Layaknya seorang pengemudi, semakin sering ia mengendarai mobil melalui berbagai macam rute, semakin banyak pulalah yang dapat ia pelajari dari tiap perjalanan. Selanjutnya, akan lebih mudah baginya untuk menentukan jalan mana yang lebih baik ditempuh untuk untuk mencapai tujuan.

Mbak Djenar, sorry because it's a very personal thing. Saat anda mengalami perpisahan dengan suami anda, anda toh tetap aktif berkarya. Bagaimana anda bisa mengendalikan mood, melupakan kesedihan, sehingga tetap bisa menghasilkan karya yang baik di saat hati anda sedang gundah? (Rainy, Cibubur)

Dear Rainy, karena pertanyaan anda amat personal, saya akan menjawabnya dengan cara berbisik: 'Luka adalah salah satu modal yang baik dalam berkarya' *sssssst*.

Memulai sebuah tulisan cukup mudah, tapi mengakhirinya terkadang membingungkan, minta trik dan tips-nya teh aku ingin menjadi penulis yang memiliki soul sendiri, alias enggak ikut-ikutan doang. (Lia Julia, Bandung)

Dear Teh Lia, awalnya saya sendiri sering sulit untuk menyelesaikan satu cerita karena begitu sayang untuk mengakhiri keasyikannya sebab saya tidak tahu kapan lagi kembali bisa berkarya. Tapi, akhirnya saya belajar, karya tidak selesai hanya karena kreatornya menyelesaikan. Ia mempunyai roh dan garis hidupnya seperti bayi yang terlahir ke dunia.

Sebagai orangtua, kita tetap bisa memantau dan menikmati perkembangannya. Jadi jika anda sudah bisa memulai satu cerita, serahkan teks itu sendiri yang mengakhirinya. Biarkan ia yang menjadi 'raja' dan kelak menentukan hidupnya. Anda pun tidak butuh trik untuk menjadi penulis yang memiliki jiwanya sendiri karena setiap penulis pasti memiliki ciri khasnya masing-masing.

Saya penggemar buku-buku Anda, saya memiliki hampir semua buku Anda kecuali novel Ranjang. Yang saya tahu buku itu telah lama terbit, tetapi kenapa ya, Mbak, setiap saya mencari di toko buku selalu tidak ditemukan? (Aldo Alfredo, Jakarta Selatan)

Dear Mas Aldo, mohon maaf, novel Ranjang memang belum selesai ditulis dan diterbitkan kendati idenya sudah ada sejak beberapa tahun lalu. Semoga novel Ranjang dapat saya selesaikan tahun ini.

Nama anda mengingatkan akan nama seorang tokoh bekas prajurit Kerajaan Demak, yakni Mahesa Djenar dalam kisah Keris Kyai Nagasasra dan Sabuk Inten karangan alm. SH Mintaredja. Apakah ayahanda memberi nama karena terinspirasi cerita itu? (Agung Prastowo, Bogor)

Almarhum ayah saya memang pengagum tokoh Mahesa Jenar. Mungkin karena saya terlahir sebagai perempuan, beliau membuat sedikit perubahan menjadi Djenar Maesa Ayu. Mengapa tidak mengadopsi nama tokoh perempuan dalam cerita yang sama, hanya beliau yang layak untuk menjawabnya, bukan saya.

Anak kami bernama Gabby, sekarang berumur 14 tahun, mempunyai hobi menulis cerita tentang kerajaan (seperti tokoh-tokoh kartun). Namun, Gabby memiliki sifat pendiam, pemalu, dan kurang berniat untuk sekolah. Yang ingin saya tanyakan, bagaimana menyalurkan bakat anak saya ini? (Fenny, Kelapa Gading, Jakarta)

Sebagai seorang ibu dan eyang putri, saya paham akan kecemasan anda. Tapi, jangan khawatir, pada dasarnya hampir semua penulis/kreator punya kecenderungan sifat yang pendiam dan pemalu. Lebih senang menyendiri dan merenung. Alangkah beruntungnya jika buah hati anda sudah menemukan apa yang benar-benar diminatinya sejak dini, di saat kita tahu benar banyak sekali remaja yang masih bingung mencari jati diri.

Saran saya, beri pengertian kepada Gaby bahwa tiap manusia mempunyai hak dan kewajiban. Gaby punya hak untuk melakukan kesenangan/hobi dan anda siap mendukungnya dengan memberi keleluasaan waktu untuk membaca maupun berburu buku-kesukaannya.

Sekarang saya lagi suka baca-baca cerpen. Terinspirasi buat bikin. Tapi, kok susah ya? Tolong ya kasih tips praktis bikin cerpen yang menarik dan asyik buat dibaca.(Teguh Rahmadi, Tangerang Selatan)

Dear Mas Teguh, saya sendiri sering terinspirasi setiap kali membaca sebuah karya yang baik. Sedemikian baiknya karya tersebut sehingga saya tidak mampu melanjutkan pembacaan saya dan langsung mulai menulis. Karena itu, setiap kali anda terinspirasi untuk menulis, mulailah. Jangan terlebih dulu terbebani. Tulis apa pun yang anda ingin tulis, rasakan keasyikan bagi anda sendiri, bukan untuk orang lain.

Menurut Anda, sejauh ini bagaimana peran novel dan film untuk membangun kesadaran masyarakat tentang keadilan jender? Bagaimana untuk membuatnya efektif walau tentu akan butuh waktu yang tidak singkat. (Dwi Argo Mursito, Pekalongan)

Peran novel dan film dalam membangun kesadaran masyarakat sangatlah besar. Karena itu, begitu banyak kreator maupun karya yang diberangus karena dianggap mengancam satu kekuasaan. Hal ini membuktikan bahwa karya jauh lebih efektif ketimbang kampanye-kampanye yang masyarakat tahu benar hanyalah sebuah ajang omong kosong dan pamer kekuatan.

Saya termasuk penentang UU Pornografi, tetapi saya menganggap bahwa sedikit batasan tetap diperlukan agar adat kita tidak berubah menjadi sama persis dengan adat Barat, Bagaimana pendapat, Mbak? (Christina P, Tangerang)

Bagi saya kebebasan absolut itu tidak ada. Manusia terlahir sudah dengan segala keterbatasan: tidak dapat memilih untuk terlahir menjadi manusia atau makhluk luar angkasa, tidak dapat memilih terlahir dari orang tua yang seperti apa, tidak bisa memilih nama, bahkan sudah mendapat vonis hukuman mati tanpa pernah tahu dan memilih dengan cara apa dan kapan eksekusi akan dilaksanakan. Jadi tanpa UU Pornografi pun, manusia adalah makhluk yang tidak bebas.

Aku, Pandu (54), seorang guru Bahasa Indonesia di Riau. Aku penggemar Anda, juga ayahanda Sjuman Djaya serta ibunda Tutie Kirana. Sebagai guru Bahasa, saya bisa mengajari murid-murid saya menulis puisi, cerpen, artikel, dan dimuat di media massa. Cuma masalahnya, keterampilan ini tidak bisa dinilai melalui UN/UAN. (Pandu Syaiful, Riau)

Bapak Pandu, terima kasih banyak atas apresiasi anda kepada karya kami sekeluarga. Bagi saya pribadi, sebuah karya seni mustahil dinilai secara ”resmi”. Tidak ada satu pun institusi yang mampu mewakili semua penilaian, tidak oleh UN ataupun UAN, tidak oleh kritikus, akademisi, ataupun budayawan yang hanya bisa menelaah, mempelajari, atau memperdebatkan. Setiap pertukaran atau penilaian akan memberi wacana baru terhadap karya tersebut, bukan mematikan. Oleh karena itu, hanya waktulah yang dapat menjawab keabadian. (ush)