Saturday, January 29, 2011

Benarkah Pemilihan Ketua Umum PSSI, 19 Maret nanti ada unsur rekayasa?

Organisasi Persepakbolaan yang sudah bertahun-tahun berjalan ternyata tidak mampu membuat sepak bola nasional berkembang. Kalau toh, bisa berprestasi bukan karena kerja sama team yang baik antara penonton, pengurus sepakbola dan pemain. Tapi lebih karena keberuntungan belaka dan bersifat temporer, bukan berkesinambungan.


Tiga hal ini perlu dijawab karena jika tidak bisa dijawab dengan baik, akan terjadi reformasi kepengurusan yang selama ini dinanti-nantikan. Kuatnya rejim kepengurusan PSSI selama ini menjadi keraguan bagi kalangan masyarakat bola, pemilihan kali ini tidak lebih dari rekayasa atau bukan. Jika ternyata PSSI mampu menjawab dengan obyektif, tentu agenda reformasi di tubuh PSSI akan tercapai. Meskipun obyektif hasilnya, namun belum tentu obyektif bagi penonton dan pemain bola. Karena tiga kesatuan ini, mesti sinergi agar pencapaian maksimal prestasi sepakbola bukan hanya impian belaka.


TABANAN, KOMPAS.com — Kongres PSSI empat tahunan yang mengagendakan pemilihan pengurus, termasuk ketua umum periode 2011-2015, akan digelar di Pulau Bintan, Kepulauan Riau, pada 19 Maret.


“Enggak ada munaslub (musyawarah nasional luar biasa), hanya kongres biasa. Prinsipnya, semua yang berkaitan dengan kongres harus sesuai statuta,” kata Ketua Umum PSSI Nurdin Halid kepada wartawan di Hotel Pan Pacific Nirwana Bali Resort, Sabtu (22/1/2011).


Kongres biasa empat tahunan tersebut, kata Nurdin, berdasarkan keputusan anggota eksekutif (exco). “Jadi, kongres akan diadakan di Pulau Bintan pada 19 Maret. Hal itu memang sesuai mekanisme. Tidak ada pemilihan tanggal karena hal tersebut sesuai dengan statuta,” katanya.






Ferril Dennys

Ketua Umum Dekopin Nurdin Halid





“Kenapa 19 Maret, karena kepengurusan yang baru bisa mempersiapkan perayaan ulang tahun PSSI April nanti. Oleh karena itu, kongres tidak bisa bersamaan dengan perayaan ulang tahun,” lanjutnya.


Nurdin menyatakan bahwa agenda kongres akan disampaikan kepada peserta kongres dalam enam pekan sebelum kongres.


“Yang menyampaikan agenda adalah Sekjen (PSSI). Delapan minggu sebelum kongres akan disampaikan tempatnya. Kemudian, empat pekan sebelum kongres Sekjen akan menyampaikan undangan. Itu mekanismenya,” ujar Nurdin.





TRIBUNNEWS.COM/DANY PERMANA
Sekumpulan bocah memakai topeng Ketua PSSI Nurdin Halid dan jajaran pengurus PSSI lainnya, dalam Jambore Perubahan Sepakbola Indonesia (JPSI), di Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat, Sabtu (22/1/2011). JPSI menuntut agar PSSI direvolusi, karena dianggap sudah menghancurkan sepak bola itu sendiri.



JAKARTA, KOMPAS.com - Gelaran Kongres PSSI yang berlangsung di Hotel Pan Pasific Nirwana Bali Resort, Tabanan, Bali, dinilai pengamat bola dan politik dari Universitas Indonesia (UI), Doktor Ari Junaedi, bisa ditebak hasilnya. Menurutnya, ajang ini hanya akan melegalisasi cara-cara Nurdin selama ini.


Dia juga menyayangkan para peserta kongres tidak membuka hati dan matanya terhadap aspirasi masyarakat.


Pembekuan beberapa pengurus sepak bola seperti Persis Solo, Persema Malang, Persibo Bojonegoro, dan PSM Makasar, kata Ari, makin menunjukkan arogansi Nurdin cs. Tidak ada cara lain, Ari berharap pihak-pihak yang peduli dengan kemajuan sepak bola di tanah air “merapatkan” barisan untuk menempuh cara konstitusional melengserkan kabinet Nurdin.


“Masak kita bisa meruntuhkan rezim totaliter Soeharto, tapi kebobrokan rezim Nurdin Halid kita tidak mampu?” kata Ari Junaedi kepada tribunnews.com.


Ari Junaedi meyakini, Nurdin Halid dan Nugraha Besoes masih kokoh bertahan hingga kongres pemilihan Ketua PSSI 2011-2015 digelar 19 Maret mendatang di Pulau Bintan, Kepulauan Riau.


“Saya sudah memperkirakan ajang Kongres PSSI ini hanya melegalisasi cara-cara Nurdin selama ini. Seharusnya peserta Kongres PSSI bisa memahami aspirasi yang berkembang di masyarakat. Entah, mengapa nurani peserta menjadi tumpul,” ujarnya


Dikatakan, pemilihan lokasi Kongres pemilihan Ketua PSSI di Bintan saja bisa ditebak sebagai “pengucilan” pemilik hak suara yang dimiliki pengurus cabang, pengurus daerah, klub-klub yang ada dalam naungan Liga Super dan Divisi Utama untuk menyalurkan aspirasinya.


“Kenapa tidak sekalian di Pulau Nusakambangan saja Kongres Pemilihan Ketua Umum PSSI diadakan? Kalau FIFA tahu kondisi yang sebenarnya PSSI di bawah Nurdin Halid-Nugraha Besoes, mungkin FIFA bisa jasa membekukan PSSI,” urai Ari Junaedi.



Sumber : tribunnews.com


Ketidakpuasan terhadap perkembangan sepakbola belakangan ini telah memunculkan organisasi baru sepakbola yang sekarang kita kenal LPI. Terlepas diakui atau tidaknya, masyarakat yang menilai. Biarkan mana yang terbaik bisa memberikan yang terbaik di masyarakat dan itulah yang menurut kacamata masyarakat adalah yang secara obyektif benar.