Saturday, January 8, 2011

Kunjungan Wapres: Menghidupkan Peninggalan Soekarno di Ende

SEORANG dokter menugaskan anaknya membuat manusia baru yang setiap bagian tubuhnya berasal dari mayat berbeda-beda. Bagian tangan kanan diambil dari mayat yang ditemukan di antara Kilometer 16 dan 18. Mereka bekerja berdelapan di sebuah laboratorium berpipa sepanjang 45 meter. Mayat-mayat itu ditutup kain merah dan diletakan di meja laboratorium beralaskan kain putih.

Cerita itu bukan kejadian sungguhan, melainkan ringkasan naskah drama atau tonil berjudul Dokter Setan. Tonil itu tidak hanya kaya imajinasi, tapi juga sarat simbol, bahkan ramalan yang beberapa tahun kemudian terbukti.

Manusia baru itu menggambarkan misi Indonesia menjadi satu bangsa yang terdiri dari banyak suku. Angka dalam tonil menunjukkan waktu proklamasi kemerdekaan, yaitu tanggal 17, bulan 8, tahun 45.

Soekarno menuliskan tonil itu saat diasingkan di Ende, Nusa Tenggara Timur, 14 Januari 1934 hingga 18 Oktober 1938.

Dokter Setan bukan satu-satunya karya Soekarno. Sedikitnya ada 13 naskah yang dibuat di Ende: Rendo, Rahasia Kelimutu, Jula Gubi, KutKutbi, Anak Haram Jadah, Maha Iblis, Aero Dinamit, Nggera Ende, Amoek, Rahasia Kelimutu II, Sang Hai Rumba, dan 1945.

Kondisi salinan naskah tonil karya Bung Karno kini menyedihkan. Naskah hanya dimasukkan map plastik warna merah pudar dan disimpan dalam lemari kaca di situs Bung Karno.

Banyak hal bisa dipelajari dari sejarah Bung Karno dalam pembuangan di Ende, misalnya setiap menemui pihak Belanda, Bung Karno mengganti tongkat kecil yang selalu dibawanya dengan tongkat yang di ujungnya berukir monyet sebagai lambang untuk menentang kolonialisme.

Dasar negara Pancasila pun, menurut Bupati Ende Don Bosco M Wangge, berbenih dalam pemikiran Soekarno di Ende.

Hal itu membuat Wakil Presiden Boediono tergerak untuk merenovasi rumah tinggal yang kini menjadi situs Bung Karno di Ende. Saat berkampanye di Ende, Boediono yang dikenal sangat mengagumi Bung Karno telah melontarkan niat tersebut.

Di Jakarta, Juru Bicara Wakil Presiden Yopie Hidayat, Senin (27/12), mengatakan, pemugaran situs Bung Karno merupakan penghormatan pemerintah pada sosok Bung Karno serta ide Pancasila yang digagasnya.

Menurut Yopie, pemugaran dilakukan di rumah tempat pengasingan Bung Karno dan patung Bung Karno di taman. Rumah akan diperbaiki dan fondasinya ditinggikan.

Pencanangan pemugaran situs Bung Karno di Ende rencananya dilakukan Selasa ini. Selain merenovasi situs Bung Karno, Boediono berencana mengganti patung Bung Karno di Taman Perenungan Bung Karno yang bentuknya tidak proporsional serta merenovasi taman menjadi lebih indah.

Rumah tinggal yang terletak di Jalan Perwira, Ende, itu dulu merupakan rumah penduduk bernama Abdullah Ambuwaru.

Saat ini kondisi situs Bung Karno jauh dari memadai untuk pengelolaan situs bersejarah. Situs yang dijaga Syafrudin Pua Ita itu tidak dilengkapi dengan alat pengatur suhu sehingga terasa lembab. Beberapa bagian atap rumah dari seng banyak yang bocor.

Berbagai peninggalan Soekarno, seperti lemari, meja kursi kayu, tempat tidur rangka besi, perabot makan, alat musik gesek, setrika baja, dokumentasi foto saat jalan-jalan atau piknik di kawasan Kota Ende, tersimpan di sana. Ada juga lukisan karya Soekarno.

Menurut Syafrudin Pua, situs itu tidak memiliki anggaran khusus untuk perawatan. Dana operasional hanya mengandalkan donasi pengunjung. Padahal, jumlah pengunjung tak selalu ramai, bahkan sering kali nihil.

Banyak pihak berperan

Gubernur NTT Frans Lebu Raya menyambut baik gagasan Wapres Boediono untuk memugar situs Bung Karno. Pemerintah Provinsi NTT akan memberi dukungan penuh.

”Tahun 2011 kami belum mengalokasikan anggaran untuk pemugaran karena pembahasan anggaran sudah dilakukan dan Pemkab Ende sudah mengalokasikan anggaran itu. Pemprov akan menganggarkan dana untuk rehabilitasi situs tahun 2012,” katanya.

Lebu Raya berharap, pemugaran tempat-tempat bersejarah terkait kehadiran Bung Karno di Ende bisa sesuai peristiwa aslinya. Tokoh-tokoh lokal yang ikut ambil bagian dalam keseharian Bung Karno selama masa pembuangan di Ende perlu diungkap. Para penutur lisan yang masih hidup harus diberi perhatian. Pemikiran dan gagasan serta pengalaman mereka pada masa Bung Karno di Ende harus digali dan didokumentasikan.

Manajemen situs Bung Karno nantinya akan dikelola Yayasan Ende Flores yang diketuai tokoh intelektual asal NTT, Ignas Kleden. Boediono duduk selaku penasihat, sementara Don Bosco menjadi wakil ketua.

Yayasan Ende Flores berkomitmen mengelola situs Bung Karno secara berkelanjutan, termasuk menghimpun dana dari masyarakat untuk pemugaran dan pemeliharaan yang diperkirakan mencapai belasan miliar rupiah.

Francisia Saveria Sika Seda—anak dari tokoh tiga zaman Frans Seda, yang juga salah satu anggota yayasan itu—berharap, pemugaran situs ini memberi manfaat besar bagi bangsa Indonesia.

”Hal ini tentu dimaksudkan juga sebagai sarana pembelajaran, bukan saja bagi masyarakat Ende atau NTT, tetapi juga bagi masyarakat Indonesia terkait sejarah negara ini,” kata Saveria.

Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak melupakan sejarah bangsanya. Boediono yang dikenal sebagai Wakil Presiden yang santun dan rendah hati sudah mengawali upaya itu. Kini, tinggal bagaimana elemen lain bangsa ini melanjutkan preservasi untuk situs bersejarah lainnya.(sut/sem/kor/ans/day/ppg)