Pernikahan putra bungsu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan putri Menko Perekonomian Hatta Radjasa, mendapat perhatian serius Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), karena berpotensi gratifikasi.
Potensi gratifikasi ini sangat besar karena dalam pernikahan ini terdapat tiga penyelenggara negara, yaitu Presiden SBY , Menko Perekonomian Hatta Radjasa dan mempelai pria Edi Baskoro.
Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan, Haryono Umar mengatakan, walaupun dalam pernikahan itu ada tiga orang penyelenggara negara, namun yang wajib melaporkan gratifikasi hanya satu orang saja, yakni pihak yang menyelenggarakan pernikahan itu.
“Ya biasanya, biasanya loh ya, yang menyelenggarakan itu kan pihak wanitanya, ya berarti ada kemungkinan Pak Hatta nanti yang wajib melaporkan (grafifikasi), tapi tergantung juga siapa yang menyelenggarakan,” ucap Haryono saat dihubungi wartawan, Rabu (27/4/2011).
Haryono menuturkan, kewajiban melaporkan gratifikasi itu diatur dalam Undang-undang Pasal 12C UU/20/2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam peraturan tersebut, seorang penyelenggara negara harus melaporkan gratifikasi yang diterimanya ke KPK paling lambat 30 hari setelah hari penerimaan.
KPK, lanjut Haryono, hanya bersikap pasif yaitu dengan menunggu laporan tersebut dari satu dari tiga penyelenggara negara yang melangsungkan pernikahan itu. Menurut Haryono, KPK tidak sebagai pihak yang datang untuk memeriksa potensi gratifikasi dalam resepsi pernikahan itu.
Haryono menuturkan, selama ini para penyelenggara negara yang melakukan resepsi pernikahan selalu melaporkan grativikasi pernikahan ke KPK. KPK sangat mendukung sikap para penyelenggara negara itu karena mereka mematuhi undang-undang untuk memberantas upaya pemberantasan korupsi.
Seperti diketahui, pertunangan Ibas-Aliya dilakukan pada hari Rabu (26/4), bertepatan dengan hari ulang tahun Aliya yang ke 25 tahun. Rencananya, pernikahan mereka akan dilangsungkan pada bulan November 2011 mendatang.