Sunday, May 8, 2011

Tiada Tempat bagi NII di Bumi Pancasila

JAKARTA: Perbuatan kriminal yang dilakukan anggota gerakan Negara Islam Indonesia (NII) berupa kekerasan, penipuan hingga cuci otak dinilai sudah merugikan dan meresahkan masyarakat utamanya umat Islam.

Akibatnya, sejumlah ormas Islam menilai perbuatan kriminal oleh organisasi yang menyebut dirinya NII merupakan tindakan makar terhadap tegaknya NKRI, sehingga pemerintah harus bersikap tegas sesuai hukum yang berlaku.

Sejumlah pimpinan ormas/lembaga Islam pun melakukan sebuah pertemuan di Kantor Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Jakarta, untuk memberikan sikapnya terhadap NII.

Ormas/lembaga Islam yang ikut mengemukakan pendapat tersebut antara lain PP Muhammadiyah, PB Mathla’ul Anwar, PP Persatuan Islam, PP Al Irsyad Al Islamiyyah, PKPN-KAHMI, Himpunan Seni Budaya Islam (HSBI), PB Pelajar Islam Indonesia, PP Syarikat Islam, Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) serta DPP Satkar Ulama.

“Kami menilai tindakan kriminal yang bertujuan untuk mendirikan Negara Islam Indonesia merupakan tindakan makar terhadap NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945,” kata Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Persatuan Islam, Irfan Safrudin.

Menurutnya, ormas/lembaga menilai NII adalah gerakan yang dikembangkan sekelompok orang yang tidak memiliki dasar keagamaan Islam yang kuat dan tidak mendapat dukungan dari mayoritas umat Islam.

Karena itu, katanya, jika aparat keamanan dan pemerintah menangani dengan sungguh-sungguh seharusnya gerakan NII sudah tuntas dan tinggal sejarah.

“Kami sangat prihatin dengan berbagai perbuatan kriminal yang dilakukan oknum NII dan sangat bersimpati terhadap masyarakat yang menjadi korban tindakan kriminal baik yang berupa kerugian harta benda juga kehilangan anak dan anggota keluarga lainnya,” katanya.

Menurutnya, gerakan NII telah menimbulkan keresahan di masyarakat, khususnya orang tua, dan potensial memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa.

Karena itu, katanya, pihaknya mendesak kepada pemerintah untuk menangani gerakan NII secara tegas dan sungguh-sungguh sesuai dengan hukum berlaku.

“Hukuman diberikan kepada pelaku dan penggerak, serta segala institusi dan figur yang diduga keras mendukung NII dan mengingatkan pemerintah tidak melupakan isu penting kebangsaan seperti pemberantasan korupsi, penegakan hukum, serta pengentasan kemiskinan,” katanya.

Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Din Syamsuddin, mengatakan, eksistensi NII tidak terlepas dari sikap pemerintah dan aparat keamanan yang cenderung melakukan pembiaran, pengabaian dan pemeliharaan terhadap gerakan NII.

Menurut Din, meningkatnya gerakan NII tidak terlepas dari usaha politik tertentu yang secara sistematis memelihara dan mendukung eksistensinya demi kepentingan politik kekuasaan.

“Politisasi gerakan NII telah mendiskreditkan dan merusak citra politik umat Islam sebagai bagian yang terbesar bangsa Indonesia,” kata Din.

Mengingat gerakan NII menimbulkan keresahan masyarakat, khususnya orang tua, Din mendesak pemerintah menangani gerakan NII secara tegas dan bersungguh-sungguh sesuai hukum yang berlaku.

Untuk menanggulangi penyebaran NII, ormas/lembaga Islam bersedia bekerjasama dengan pemerintah dan aparat keamanan demi terciptanya tatanan kehidupan sosial yang damai, keutuhan NKRI dan persatuan serta kesatuan bangsa.

Pihaknya mengimbau kepada umat Islam meningkatkan pemahaman Islam yang komprehensif dan pengamalannya melalui usaha yang serius dan benar dalam memajukan pendidikan dan dakwah Islam.

“Umat Islam hendaknya tidak terpengaruh oleh usaha memecah belah persatuan melalui perdebatan publik yang menonjolkan perbedaan sikap dan pandangan di kalangan tokoh ormas/lembaga Islam,” kata Din.

Ormas/lembaga Islam juga menilai tindakan kriminal oknum NII jelas-jelas bertentangan dengan ajaran Islam yang menekankan sikap amanah, jujur, bertanggung jawab, serta mematuhi hukum.


Rekrutmen untuk menjadi anggota NII disinyalir banyak dilakukan di sejumlah kampus, universitas sehingga banyak mahasiswa yang diduga “dicuci otaknya” saat masih kuliah.

Tudingan pun banyak diarahkan ke sejumlah universitas atau perguruan tinggi, yang salah satunya ke Institut Teknologi Bandung (ITB).

Namun demikian hal itu dibantah oleh Ketua Umum Pengurus Yayasan Pembina Masjid Salman ITB H Syarif Hidayat.

“Tidak benar pemberitaan atau anggapan bahwa Masjid Salman ITB adalah basis perekrutan anggota NII KW IX dan gerakan sesat lainnya,” katanya.

Bahkan, kata Syarif, pengurus mendesak pemerintah untuk membubarkan dan menyatakan bahwa NII KW IX adalah terlarang di seluruh wilayah RI, serta menindak secara tegas berdasarkan hukum yang berlaku terhadap siapapun yang terkait dengan aktivitas penyebaran NII KW IX.

Dikatakan pula, kombinasi semangat dan gairah tinggi di kalangan kaum muda tetapi dangkal soal pemahaman agama serta banyaknya ketimpangan sosial dalam realitas kehidupan masyarakat, merupakan lahan subur bagi penyalahgunaan agama yang justru bertentangan dengan agama, termasuk terorisme.

Untuk mencegah masuknya NII ke kampusnya, katanya, sejak awal 2000-an pihaknya telah mengamati adanya aktivitas individual secara sporadis yang menggunakan area publik, termasuk Masjid Salman ITB, yang ditengerai sebagai aktivitas perekrutan anggota NII KW IX dan gerakan sesat lainnya.

“Pihak yayasan selalu mewaspadai, mensosialisasikan dan menyebarluaskan melalui berbagai media dan mimbar dakwah betapa berbahaya dan sesatnya ideologi dan gerakan NII KW IX bagi keutuhan hidup berbangsa dan bernegara,” kata Hidayat dalam siaran persnya.

Untuk menghindari mahasiswa ITB disusupi ajaran sesat, pihaknya selalu bekerjasama dan berkoordinasi dengan pihak terkait, seperti ITB, MUI, dan Polri, untuk mencegah, mewaspadai, menangkal serta menangani tindakan kriminal terkait kegiatan NII.

Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) mendesak pemerintah tidak lepas tangan terhadap persoalan gerakan NII.

“Pemerintah jangan lepas tangan. Kalau lepas tangan, itu sama dengan merestui gerakan NII ini,” kata Ketua Umum PB PMII Addin Jauharudin.

Menurut Addin, kesan pemerintah lepas tangan terhadap persoalan NII terlihat dari kurang seriusnya Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan serta Kementerian Agama merespons persoalan tersebut.

PMII akan membentuk crisis center di sejumlah perguruan tinggi untuk menangkal masuknya ideologi NII ke dalam kampus.

“Termasuk menangani mereka-mereka yang terlanjur menjadi korban kelompok NII,” katanya.

Untuk tahap awal PMII akan mendirikan crisis center di 50 perguruan tinggi di seluruh Indonesia.

Menurutnya, keterlibatan PMII dalam menangani persoalan NII, khususnya untuk melawan ideologi mereka, berangkat dari kesadaran bahwa persoalan itu membutuhkan kepedulian bersama.

“Kami ingin meneguhkan ajaran Islam moderat sebagai counter dari ideologi NII dan ideologi radikal lainnya,” katanya.

Pada kesempatan itu, Addin juga mendesak pemerintah untuk serius menangani tiga problem krusial bangsa dewasa ini yakni kedaulatan, kebhinnekaan, dan keadilan.