Vina kutemui ketika mengantar dan menghadiri wisuda adikku, Feby si bungsu di sebuah universitas terkenal di Bandung. Ketika itu aku berperan menjadi sopir keluarga karena harus mengantar jemput keluarga yang datang dari Sumatra. Si bungsu ini adalah cewek terakhir di keluargaku yang menjadi sarjana. Dalam usia 21 tahun, dengan otaknya yang encer ia menjadi sarjana tercepat di keluargaku.
Eh bukan mau cerita tentang Feby nih, tetapi temannya, si Vina mojang geulis yang wajahnya Bandung banget itu. Mereka sama-sama wisuda, meski dari jurusan yang berbeda. Feby di HI, sedang Vina di Ekonomi. Pendek cerita, usai mengantar Feby adikku dan orang tua dari Medan ke amphitheatre wisuda, tiba tiba datang perintah dari Feby.
“Bang, please, darurat nih, tolong jemput temanku Vina di Salon XX, udah jam segini bokap nyokapnya belum nyampe. Ntar nggak dapat tempat duduk lagi..” katanya dengan wajah memelas.
“OK, putri duyung, yang dekat PLN itu kan? Ah, gimana aku bisa tahu wajahnya?”
“Yang batten cantik di salon dan pakai kebaya krem, itu sudah pasti Vina! Jangan coba merayu, ntar aku kasih tahu kakak di rumah lho..”
“OK bawel..” Meski macet, cuma 5 menit kemudian aku telah mencapai salon tempat Vina menunggu. Wah, itu dia, pikirku melihat cewek pakai kebaya krem tengah memijit- mijit ponsel. Sialan si Feby, nomor HP-nya tidak diberi kepadaku. Begitu dekat aku langsung menyapanya.
“Vina ya?”
“Hmm.. Bang John ya, apologetic nih merepotkan, bokap masih jauh di jalan Bang..”
“Oh, nggak pa-pa Vin, santai aja, lagian kan dekat..”
Aku membukakan pintu Taft bututku dan dengan sedikit kesulitan dia naik. Tubuhnya dibalut kebaya, benar-benar seksi. Kututup pintu dan pelan pelan aku jalankan mobil. Aku bisa memperkirakan Vina tingginya 167 cm, beratnya sekitar 50-51 kg. Dengan archetypal kebaya yang dadanya agak tinggi, payudaranya pasti berkisar 36B. Usianya pastilah masih seumur dengan adikku Feby, 21 atau 22 tahun. Bandingkan dengan aku yang sudah 35 tahun. Lho buat apa lagi dibandingkan, maksudku ini adalah cewek tipeku.
“Bang, Kakak nggak ikut?”
“Kakak siapa Vin?” tanyaku berlagak bego.
“Kakak istri Abang..” Buset, kapan dia kenalan sama bini gue ya, pikirku.
“Oh, ada di rumah Vin, eh di sekolah antar si kecil..” Alamak, kok jadi grogi gini gue.
“Beberapa kali Vina ke rumah ama Feby, Abang selalu di luar kota..”
“Hehehe.. Biasalah Vin, cari sesuap nasi ama segenggam berlian..”
“Hihihi.. Si Abang bisa aja..”
“Hmm.. Kamu udah ada yang dampingi nih di wisuda nanti..?” tanyaku.
“Belom nih Bang.. Cariin dong..”
“Ah, masak cewek secakep kamu nggak ada yang dampingi..”
Aku mulai memasang jerat. Benar saja, wajahnya langsung bersemu merah. Aku tahu bahwa Vina ini adalah tipe cewek yang ramah, sedikit cerdas tetapi sialnya dia juga termasuk grup penggoda, hehehe..
“Terus, ntar mau kerja atau lanjut nih Vin?” tanyaku basa basi agar tidak terlalu ketahuan sedang menebar jerat.
“Bokap bilang sih lanjut ke Amrik, gue sih masih pengen capital dulu Bang..”
“Lho disuruh sekolah kok malah main.. belum puas capital sama teman teman..?”
“Iya nih Bang, cowok gue belum tamat hahaha..”
“Lho tadi bilangnya belum ada pendamping..?”
Karena keasyikan mengobrol, kami tahu-tahu sudah sampai di gerbang masuk. Feby melambai-lambai dan kemudian mendekat.
“Hi Vin, ngobrol apa sama Abang gue? Hati hati lo, gue kurang percaya tuh sama Abang gue..” Ah, sialan si Feby menjelekkanku lagi.
“Ah, nggak kok Vin.. Lagian kalau gue dirayu juga berarti gue emang cantik, hihihi..”
Aku tinggalkan mereka menuju tempat parkir. Buset dah, benar-benar nasib seorang sopir, habis mengantar penumpang eh tamu masih juga harus keringatan mencari tempat parkir. Tapi karena habis ngobrol sama cewek keren lelahnya tidak terasa juga. Hmm.. Vina, aku suka lihat wajahnya, bodinya alamak. Kulitnya yang putih bersih tampaknya dirawat dengan baik. Semasa kuliah dulu aku suka mengatakan bahwa cewek-cewek seperti Vina ini Bandung sekali atau Jawa sekali sesuai dengan asalnya. Aku sih, Sumatra sekali, hehehe. Menurut istriku aku tidak ganteng-ganteng amat, yang ganteng mah si Mamat, hehehe.. Memang istriku sekarang bukan yang pertama tapi yang terakhir juga bukan.
Usai wisuda aku masih harus mengantar adikku Feby, orang tua, istri dan kedua anakku ke restoran Sunda untuk merayakan hari bahagia si bungsu bawel itu. Ketika tiba di parkiran, Feby mengangsurkan ponselnya dengan berbisik. Barangkali takut dilihat oleh istriku.
“Bang, sini nih, Vina mau ngomong.. Awas jangan rayu-rayu ya..” ujarnya.
“Halo.. Vina ya.. Selamat ya Vin, sampai tadi lupa ngucapin selamat, hehe..”
“Makasih Bang, makasih banget lo jemputannya.. Hmm.. Ntar kapan-kapan, Abang Vina undang datang ya..” Kubayangkan Vina dengan senyum manisnya. Dia mau ngundang aku dan keluarga atau aku sendiri ya, pikirku agak surprise. Ah, gue yakin dia ngundang aku sendiri nih! Gak papa-lah ge-er dikit.
“OK deh, sayang..” Uppss, baru kenal gue bilang apa tadi?
“Sayang nih.. Ntar ditimpuk sama bini loh Bang..”
“Hehehe.. Nice to accommodated you Vin, salam sama keluarga ya..” kataku, yang ini agak keras agar Feby nggak curiga. Sedang istriku sibuk bermain dengan kedua anakku, jadi nggak perlu kuatir. Ah, sial lagi.. Aku tidak sempat mencatat nomor HP-nya. Tapi toh nanti malam masih bisa lihat di ponsel Feby kok, pikirku mulai keluar isengnya. Dua minggu setelah acara wisuda tersebut tiba tiba aku menerima SMS.
“Bang, lagi di backbone nih.. Ada acara nggak? Vina” Hah? Gak salah nih, pikirku. Dengan pura pura menahan diri, 5 menit kemudian baru aku jawab dengan menelepon langsung. Tengsin bell SMS balik.
“Hai Vin, apa kabar? Aku lagi di Jakarta nih.. Lagi makan nih ama teman-teman di..” kataku menyebut suatu tempat di Plaza Senayan.
“Nah, itu dia.. Vina juga lagi di Jakarta nih Bang, lagi boring..”
“Lho.. Aku pikir jadi ke Amrik” kataku sekenanya.
“Males Bang, Vina lagi di tempat sodara nih.. Abang kapan pulang Bandung?”
“Lusa.. Kamu?”
“Iya, boleh bell kita pulang bareng.. Vina naik kereta Bang” Buset dah, benar kan kata gue, Vina tipe penggoda.
“Hmm.. Gimana ya..” kataku sok ragu, padahal udah pengen banget.
“Kita lihat nanti ya, Vin. Ntar abscessed Abang telepon kamu. Eh, Feby tahu nggak kamu ada di Jakarta?”
“Nggak Bang, mau Vina kasih tahu sama Feby dan istri Abang?”
“Haha.. Bukan gitu maksudku, ok deh ntar jam 5 abscessed Abang telepon kepastiannya ya..” kataku bersorak.
Memang kalau rejeki nggak bakal lari ke mana-mana. Cepat-cepat aku bereskann tugasku di Jakarta. Sebetulnya abscessed ini juga sudah selesai tapi teman-teman di Jakarta seperti biasa suka mengajak capital bilyar dan karaoke. Jadi apologetic friends, kali ini aku ada urusan penting, mesti cabut. Jam 5 abscessed aku telepon Vina. Aku bertanya dia sedang apa, kalau arid mengapa tidak jalan-jalan bersama saudara atau teman-temannya.
“Abang ada acara nggak ntar malam? Ajakin Vina nonton dong?” Katanya dari seberang sana.
“Ok Vin, gue takut macet, gimana kalau kita ketemuan di 21?”
Pendek cerita, Vina dengan jeans ketat dan T-shirtnya aku temui di 21. Dia sudah beli tiket untuk berdua. Mentang-mentang kaya, tiket saja dibelikan olehnya. Aku tidak ingat apa judulnya. Yang jelas begitu masuk gedung bioskop, aku gandeng tangan Vina seperti yang diinginkannya. Vina memulai sinyal dengan mengatakan sedang boring, ingin jalan dan sebagianya.
Kubelai rambutnya dan seperti sudah kuduga, dia merebahkan bahunya sepanjang blur berputar. Tak ada penolakan ketika jemariku menyusup ke balik T-shirt dan branya. Semua lancar. Ia melenguh ketika kupelintir putingnya dan kuelus perutnya. Ketika jemariku menyusup ke sela-sela pahanya, ia berbisik..
“Jangan di sini Bang..”
Itu sudah sesuai dengan harapanku dan harapannya. Aku juga sudah tegang sekali ketika keluar dari gedung bioskop. Di dalam mobil, seperti harimau kehausan kami berciuman dengan gairah. Aku suka suara lenguhnya, kepasrahannya ketika kusedot putingnya dan jariku menelusup ke celah-celah memeknya yang sudah basah sekali. Tubuh Vina bergetar. Aku ingin membuatnya menjadi wanita yang sesungguhnya ketika berhubungan intim.
“Vina, Abang pengen jilat memek kamu sayang..”
“Hmm.. terus Bang, Vina udah nggak tahann..”
Bulu-bulu halus memeknya kusibak, kelentitnya yang sudah mengeras sungguh nikmat dikulum. Aromanya sungguh harum dan bentuknya tampak terawat. Tubuhnya sampai bergetar getar menahan nikmat. Tangannya aku arahkan meremas kontolku. Tetapi ternyata dia lebih suka draft job. Pada saat yang sama aku tidak menyia-nyiakan kesempatan meremas dadanya yang montok. Apa boleh buat, di mobil yang sempit ini harus terjadi pergumulan yang menggairahkan. Aku pastikan tidak ada manusia yang melihat kegaduhan nikmat ini. Jangan sampai kepergok Satpam karena bisa malu.
Sedotan lidahnya sungguh membuatku melayang jauh. Tanganku tak henti meremas payudaranya yang indah dengan puting kecoklatan yang sudah mengeras. Pada saat lain aku pelintir dan sedot putingnya hingga membuatnya semakin basah. Karena di depan terlau sempit, aku mengajaknya pindah ke jok belakang. Vina dengan tak sabar melepas celana dalam hitamnya. Aku sungguh terangsang melihat wanita dengan CD hitam, sepertinya Vina tahu selera seksku, heheh..
Tampaknya Vina adalah tipe cewek blowjob aberration karena ia terus saja mengoral batangku. Kupikir hobinya ini sejalan dengan hobiku mengoral memek cewek. Kuberi isyarat agar ia mengambil posisi 69 dengan aku di bawah. Vina mengangguk lemah. Aku suka melihat matanya yang sayu. Gila, memek si Vina memang OK, masih kelihatan garis vertikalnya dengan kelentit yang sungguh imut dan mengeras. Segera kuremas pantatnya dan kujilat perlahan paha dalamnya sebelum memasuki breadth memeknya. Vina melenguh hingga aku makin terangsang dengan suaranya yang sendu.
“Ouhh.. Amuse Johnn.. Kamu apain memekku say, enak bangett!”
“Hmm..” hanya suara itu yang keluar dari mulutku sambil menyeruput cairan memeknya yang mulai banjir. Sementara jemari Vina yang halus masih menggenggam kontolku
“Say.. Vina nggak tahan.. Vina mau keluar sayang.. Terus terus.. Isep kacangku.. Ahh!”
Aku memang selalu ingin memuaskan cewek-cewek yang authoritative adulation denganku. Menurutku ini adalah salah satu rahasia cewek-cewek selalu ketagihan ngentot denganku. Perlakukanlah wanita dengan gentle, jangan egois. Mereka adalah makhluk yang butuh perhatian dan belaian. Jangan bersikap bodoh meninggalkan mereka meraung-raung karena tak terpuaskan. Ada saat tertentu kapan kita membuat mereka tak bisa berhenti. Vina akhirnya mencapai orgasme. Ia terduduk lemah namun tangannya masih menggenggam batangku yang masih ngaceng dan berdenyut-denyut.
“Makasih ya Bang, Abang sungguh laki-laki yang baik! Sekarang Vina pengen memuaskan Abang..” Nah lo, benar kan kataku, jika puas wanita sebetulnya tidak egois.
“Iya Vina cantik, kamu istirahat dulu.. Gak usah terburu-buru, kita masih punya waktu sampai besok kan?”
“Ih, Abang nakal..” katanya sambil meremas kontolku.
“Sekarang Vina pengen lagi Bang.. Pengen dimasukin sama kontol Abang..”
“Tapi kamu kan masih perawan Say..?”
“Lho kok Abang tahu sih?”
“Kan Abang sudah periksa tadi, hehehe..”
“Ihh.. Nakal deh.. Vina jadi malu..” katanya manja.
“Vin, Abang sayang kamu, tetapi untuk memerawani kamu Abang sungguh nggak tega..”
“Tapi kan Vina yang mau.. Amuse Bang.. Vina rela”
“Vin, kalau dengan articulate saja kamu bisa orgasme, ngapain harus sampai berdarah?”
Yang benar benar tidak kuduga, Vina menangis. Wah, kacau deh.. Tapi aku tidak ingin bicara lagi. Perlahan kukecup bibirnya, kuhapus airmatanya dan benar pemirsa eh pembaca, gairahnya mulai naik kembali. Segera dikulumnya kontolku. Hmm.. Enak sekali. Dan aku kembali mengajaknya ke posisi VW (Vosisi Wenakk), favoritku mengerjai memek cewek dari belakang alias posisi 69. Aku berkonsentrasi agar kali ini spermaku dapat muncrat di mulutnya. Tipe cewek pehobi blowjob adalah penyelesaian akhir harus di mulutnya. Kusedot kelentit Vina dengan lembut tetapi kuat dan itu cukup membuatnya makin menguatkan sedotannya pada kontolku. Memek Vina memang beraroma perawan, cairannya sungguh kental dan aku senang menelannya. Kontolku berkedut-kedut seakan mau muncrat, tetapi kutahan. Aku ingin kali ini aku dan Vina mencapai orgasme bersamaan.
“Ohh.. Johnn.. Fuck me please, pengen keluar say.. Ouhh..” teriaknya.
Itu adalah pertanda bahwa kurang dari 1 menit lagi dia akan mengalami orgasme. Jadi sebetulnya orgasme bisa diukur alias terukur. Kupercepat sedotanku pada kedelai Vina yang memerah sambil tanganku berusaha meraih payudara dan putingnya. Kuremas untuk memberi added kenikmatan padanya.
“Auhh.. Johnn.. Vina keluar.. Ahh.. Ahh..” lenguhnya panjang.
Dan seperti yang kuperhitungkan akhirnya aku juga mengeluarkan pejuku dan muncrat ke wajahnya. Dapat kurasakan mulut Vina menyeruput kontolku dengan cepat. Aku sampai kehabisan kata-kata untuk melukiskan bagaimana perasaan nikmatku! Kupeluk Vina dan kubelai rambutnya, sambil say thanks! Aku tahu bahwa Vina bakal ketagihan. Aku sebenarnya ingin menceritakan lanjutan perjalanan yang menggairahkanku ke Bandung dengan Vina. Seluruh sensasi yang aku dan Vina dapatkan.
Ternyata Vina juga menyukai ngentot sambil berdiri. Di beberapa lokasi kami terpaksa berhenti mencari tempat rimbun pepohonan. Vina segera menyender di batang pohon dan dengan nafas terengah-engah melepaskan celananya. Posisi yang menggairahkan. Dengan berjongkok aku isep memeknya yang cepat basah itu. Kadang ia menungging dan aku sedot itilnya dari belakang. Aku juga mencapai orgasme dengan menggosok-gosok memeknya dengan batangku. Percaya atau tidak bahwa Vina masih tetap perawan sampai akhirnya dia berangkat ke Wisconsin, USA untuk melanjutkan studi. Sekarang aku masih merindukannya. Ia masih sering merngirim SMS dengan untaian kata kata, jilat, jilat dan jilat say. Entahlah, apakah masih ada cewek yang seperti dia di antara pembaca, i do hope!
E N D