Cerita seks dengan istri orang di rumahnya memang menjadi kenangan spesial dalam perjalanan seksku. Bagaimana tidak, aku menyetubuhi istri orang disaat dia terlelap di rumahnya.
Aku sangat menyukai pergi dengan menggunakan mobil, terutama untuk daerah daerah yang belum pernah aku kunjungi dengan demikian aku dapat melihat banyak pemandangan alam serta juga untuk menjaga stamina tubuh. Karena dengan berkendaraan jarak jauh, pastilah dibutuhkan stamina yang tinggi dan ini aku sukai. Ada lagi hal hal kecil yang aku sukai karena dengan berkendaraan seorang diri, kadang kadang aku bisa mendapat rejeki berupa perempuan cantik yang kerap kali kutemui diperjalanan. Hal ini aku alami ketika suatu hari aku pergi ke Semarang dengan mengendarai Mercedesku, semuanya berjalan dengan lancar, aku sempat mampir dibanyak tempat untuk sekedar bersantai dan menikmati pemandangan alam. Tetapi tanpa diduga disatu jalan pintas ditengah hutan yang aku sendiri kurang mengenal, aku terjebak pohon roboh.
Aku jadi kuatir, karena kota terakhir yang aku lewati sekitar 50 km dibelakangku, padahal saat itu hari sudah agak sore, dengan kesal aku keluar dari mobil dan menunggu sebentar, aku sudah hampir memutuskan untuk kembali kekota Pekalongan ketika kulihat ada sepeda motor datang menghampiriku. Aku segera melambai lambaikan tangan memintanya berhenti. Ternyata penumpangnya adalah seorang pria dan wanita, si pria seorang laki laki dengan tubuh tinggi besar berkumis melintang dan wajah yang kasar sekali, rupanya adalah seorang polisi hutan, hal ini kulihat dari seragamnya, yang membuat aku berdebar adalah perempuannya. Si perempuan benar benar menarik, badannya montok, tinggi besar, berkulit putih bersih dan wajah yang menarik sekali. Hidung mancung, mata yang bulat dan bibir penuh menampilkan sensualitas seorang wanita. Si pria dengan tersenyum senyum yang aku lihat memuakkan sekali menanyakan apa keperluanku, kukatakan apa dia bisa membantu menyingkirkan pohon yang roboh itu, kukatakan kalau aku mau bayar berapa saja asal pohon dapat disingkirkan dan aku dapat meneruskan perjalanan. Dengan wajah yang dibuat sesopan mungkin dia menyatakan bahwa dia sanggup untuk mencari orang untuk meminggirkan pohon tersebut. Mendengar itu aku langsung mengeluarkan uang 200 ribu untuk kuberikan padanya.Kukatakan bahwa itu untuk uang muka, nanti kalau pohonnya sudah minggir akan aku beri lagi. Menerima uang itu dia segera bertindak, disuruhnya perempuan cantik yang rupanya isterinya itu untuk menunggu dan dia segera pergi dengan sepeda motornya. Aku bersorak girang karena ditinggal berdua dengan perempuan secantik ini ditengah hutan sepi, tetapi aku tak berani semberono karena aku belum mengerti bagaimana perempuan ini.
Ternyata Narti nama isteri polisi hutan itu gampang diajak bicara bahkan sedikit genit, apalagi ketika kutanya hal yang agak agak berbau porno, berkali kali dia tertawa terkikik mendengar perkataanku. Aku benar benar suka dengan perempuan ini, giginya putih dan rata sekali, susunya besar sekali, karena kuperhatikan dari tempat dudukku, susunya yang putih itu kelihatan menonjol sekali. Suasana yang sepi membuat nafsuku jadi naik keotak, ******ku juga ngaceng tapi aku masih kuatir kalau Narti menolak. Akhirnya tanpa pikir panjang aku pura pura kencing dipohon dekat mobilku, aku yakin kalau dia memperhatikan aku, karena cara kencingku sengaja sedikit kuarahkan padanya. Benar saja Narti tertawa melihat ******ku dan dia melengos, melihat reaksinya itu aku makin berani, secara sengaja aku mendekati dia sementara ******ku yang ngaceng masih kukeluarkan dari celana. “Apa punya suamimu sebesar ini Nar ?” tanyaku penuh nafsu. Narti mendorong badanku sambil berkata “Lebih besar lagi, sana Pak, nanti ada yang lihat lho !” Aku tertawa sambil memasukkan ******ku, aku menganggap kata katanya tadi itu hanya omong kosong, aku yakin dia juga suka denganku, hanya mungkin dia masih takut kalau ketahuan suaminya yang memang wajahnya galak dan licik itu. Dalam hati aku sudah memutuskan untuk malam ini bermalam dirumahnya saja, karena aku benar benar ingin menikmati tubuh Narti yang montok itu. Rupanya keberuntungan masih berpihak kepadaku, karena ternyata ketika Hartono suami Narti kembali, dia belum menemukan cukup orang untuk memindahkan pohon itu, mungkin agak malam baru ada cukup banyak orang. Dengan nekad aku bertanya apakah aku bisa bermalam saja dirumahnya agar besok pagi bisa melanjutkan perjalanan Seperti yang kuduga, dengan senang hati Hartono mengajak aku kerumahnya, aku menarik nafas lega, ketika aku menoleh ke Narti, Narti yang berdiri dibelakang suaminya tersenyum mendengar aku akan bermalam dirumahnya. Kukeluarkan lagi uang 200 ribu dan kuberikan pada Narti dengan pesan untuk belanjanya. Narti ragu ragu menerima, tetapi aku paksa saja. Hartono sangat senang, dia terus tersenyum dan berbicara panjang lebar, tetapi tak bisa menghilangkan kesan kejam dan licik dari wajahnya. Aku sendiri sempat heran, kenapa orang secantik Narti bisa dikawin pria seperti Hartono ini.
Kuiikuti sepeda motor Hartono yang bergoncengan dengan Narti untuk menuju rumahnya, ternyata rumah mereka agak jauh ditengah hutan jati yang menjadi tanggung jawab Hartono sebagai polisi hutan. Rumahnya cukup besar tetapi masih terbuat dari bambu, dikelilingi oleh pohon jati yang besar. Meskipun terpencil, ternyata rumah itu memiliki tenaga listrik yang berasal dari diesel kecil. Menurut Hartono tenaga listrik diperlukan untuk komunikasinya dengan pusat pengawasan hutan di Semarang. Aku mendapat kamar yang kecil dengan dinding dari bambu, tetapi keadaan kamar itu cukup rapi dan bersih. Ketika aku dan Hartono sedang berbincang, kulihat Narti lewat dengan hanya memakai sarung yang menutupi buah dadanya, aku menelan ludah melihat kemulusan pundaknya serta susunya yang menyembul keluar dari balik sarung itu, aku pura pura tak memperhatikannya, karena aku kuatir kalau Hartono jadi curiga kepadaku. Aku terus mengharap agar Hartono mau keluar sebentar agar aku bisa mencari alasan untuk mengintai Narti yang sedang mandi tetapi Hartono terus saja berbicara tanpa henti. Akhirnya aku jadi bosan dan putus asa, aku memperkirakan bahwa tak mungkin aku dapat menikmati tubuh Narti karena suasananya yang tak memungkinkan ini. Sampai Narti masuk kembali setelah dari kamar mandi, aku masih terus bercakap dengan Hartono. Narti kuperhatikan sedang mempersiapkan makan malam untuk kami. Makan malam sederhana sekali tetapi Narti rupanya pandai memasak dan lagi pula dia ingin menjamuku sehingga segala persediaan makanan dikeluarkan. Selesai makan aku segera minta permisi untuk tidur. Rupanya kamarku bersebelahan dengan kamar Narti dan Hartono, karena tadi kulihat Narti keluar masuk kekamar sebelah begitu juga dengan Hartono. Setelah kurapatkan pintu aku duduk diatas tempat tidur sambil melamun, saat itulah pandanganku tertambat pada sebuah lubang kecil didinding bambu pembatas kamarku dan kamar Hartono, letaknya agak tinggi sehingga aku harus mencari kursi untuk memanjat. Setelah aku yakin bahwa pintu kamarku telah terkunci rapat, barulah aku berani mengintai kekamar sebelah, aku jadi berdebar debar, karena aku bisa melihat pemandangan dikamar sebelah dengan sangat leluasa sekali, aku dapat melihat tempat tidur mereka dan semua bagian kamar itu tanpa ada yang tersisa. Kubayangkan seandainya nanti Narti berganti pakaian atau apa dikamar itu, pasti aku dapat melihatnya dengan jelas. Kuperhatikan Narti dan Hartono masih bercakap cakap diluar, kadang kadang kudengar tertawa Narti yang merangsang, mungkin mereka sedang bercumbu, agar mereka tak curiga kalau aku tak tidur, maka aku sengaja mematikan lampu kamarku.
Tak lama kemudian kudengar pintu kamar Hartono dibuka dan langkah kaki memasukinya, aku segera berjingkat menaiki kursiku dan mengintai, kulihat Narti didalam kamar sendirian, entah dimana Hartono, tetapi tak lama kemudian Hartono masuk kekamar dan menyusul Narti yang sudah berbaring diatas tempat tidur itu. Hartono kulihat merangkul Narti dan berbisik bisik. Setelah itu keduanya bangkit dari berbaringnya dan sama sama membuka pakaiannya, hatiku berdebar keras. Seperti yang kuduga, mereka akan bersetubuh ! Tubuh Narti yang telanjang bulat betul betul membuat liurku bertetesan, mulus dan montok sekali, susunya seperti semangka dengan pentil yang kecil sekali sementara perutnya langsing dengan selangkangan yang penuh oleh jembut hitam keriting. Tetapi yang paling membuat aku takjub adalah Hartono ! ****** Hartono benar benar hebat, panjangnya melebihi panjang ******ku ditambah lagi dengan ujungnya yang membengkak seperti jamur besar sekali. Aku membayangkan betapa leganya Narti merasakan tusukan ****** sebesar itu. Dasar orang desa, setelah sama sama telanjang, Narti langsung tidur mengangkang sambil tangannya merentangkan liang nonoknya sendiri, Hartonopun langsung menindih Narti dan menuntun ******nya keliang nonok Narti. Aku melotot melihat nonok Narti yang merah tua menganga menanti ****** Hartono, begitu ****** Hartono masuk kedalam liangnya, Narti langsung mengangkat kedua kakinya tinggi tinggi sambil direntangkan lebar lebar, rupanya dia juga merasa kalau ****** suaminya terlalu gede. Dengan sangat cepat Hartono menggerak gerakkan pantatnya maju mundur sementara Narti dengan cepat pula memutar mutar pantatnya mengimbangi gerakan Hartono ! Suara Narti yang merintih rintih membuat aku jadi makin bernafsu, ******ku rasanya tak tahan ingin mencari nonok untuk kusetubuhi, tetapi sungguh sial nasibku, ditengah hutan tanpa nonok, aku justru harus menyaksikan adegan persetubuhan yang seperti ini. Hartono dengan kasar terus merojok nonok Narti sambil mulutnya menciumi susu Narti, tiba tiba saja Hartono melenguh seperti kerbau yang digorok dan gerakan pantatnya mengejang ngejang. Aku yakin kalau Hartono sudah memuntahkan air maninya. Setelah berdiam diri beberapa saat, Hartono langsung menggulingkan dirinya kesamping sehingga ******nya yang sekarang sudah mengkerut itu tampak menjijikkan karena penuh dengan lendir air maninya. Kuperhatikan wajah Narti ternyata tak sedikitpun terlihat kepuasan diwajah itu, justru yang terlihat adalah rasa kecewa, rupanya Narti belum berhasil mencapai kepuasannya sementara Hartono sudah loyo. Narti berbaring terlentang dengan kakinya terkuak lebar menampakkan nonoknya yang berkilau karena lendir dari ****** Hartono, tangannya diam diam menggosok gosok susunya. Hartono sendiri, tampaknya tak perduli dengan isterinya, ia menarik selimut dan langsung tidur dengan membelakangi Narti.
Be Rock is offline Add to Be Rock’s Reputation Report Post Reply With Quote Multi-Quote This Message Quick reply to this message Thanks
The Following 15 Users Say Thank You to Be Rock For This Useful Post:
AWL_SPI, bat23, birkov, crusty, embargo, gue_gila, hankjkt, IgoManiac, jlat, mikro30, querique, symix, TankTop, Venom item, wibowopriyo29
Sponsored Links
modifikasi.com
Be Rock
View Public Profile
Send a private message to Be Rock
Find More Posts by Be Rock
Add Be Rock to Your Contacts
Old 03-18-2010, 02:00 AM #2
Be Rock
Tukang Download
Be Rock’s Avatar
User ID: 12423
Join Date: Apr 2008
Posts: 68
Thanks: 3
Thanked 329 Times in 26 Posts
Be Rock baru gabung jadi belum dikenal di krucil
Default
Aku merasa inilah saatnya bagiku untuk beraksi, tetapi apakah aku harus masuk kekamar Narti, bukankah itu terlalu berbahaya. Narti sendiri kelihatan melamun sambil tetap berbaring telanjang bulat, ia menggoyang goyangkan tubuh suaminya tetapi tak ada reaksi dari Hartono, dengan kecewa ia memukul punggung Hartono dan tiba tiba saja ia bangkit dan turun dari tempat tidurnya, diraihnya sarung diatas tempat tidur serta dilibatkan kebadannya lalu ia keluar dari kamarnya. Aku berdebar, apakah mungkin ia akan masuk kekamarku ini ? tetapi dugaanku keliru, rupanya Narti menuju kebelakang rumahnya untuk membersihkan nonoknya.
Akupun segera menyusul keluar dari kamarku, saat itu aku hanya memakai sarung yang dipinjamkan Narti sebagai selimut, didalamnya akupun tak memakai apa apa. ******ku yang ngaceng membuat sarungku jadi menonjol seperti orang sunatan. Nafsuku yang sudah memuncak membuat aku jadi nekad luar biasa disamping aku yakin sekali bahwa Narti pasti mau main denganku, permasalahannya bagaimana agar suaminya tidak tahu. Ketika aku sampai dekat sumur, Narti baru saja keluar dari kamar mandinya, aku langsung memeluknya sambil berbisik agar jangan ribut. Narti terkejut melihatku, tetapi seperti yang sudah kuduga, ia diam saja ketika tanganku meremas remas susunya serta juga nonoknya yang masih basah itu, ketika kubisikkan agar dia menungging supaya bisa memasukkan ******ku, Narti menurut saja, dengan posisi seperti itu, ******ku dengan lancar berhasil memasuki liang surga Narti, rasanya peret sekali karena Narti baru saja mencucinya, aku meraba raba mencari susunya dan setelah ketemu langsung kuremas dengan penuh nafsu. Narti sendiri juga membantu rasa nikmatku dengan mengelus elus buah pelirku sementara dia sendiri asyik memutar mutar pantatnya. Tiba tiba Narti berbisik “Pak ayo dikamar Bapak saja, nanti kelihatan orang kalau disini !” Dengan penuh rasa kuatir aku bertanya “lalu kalau suamimu bangun gimana ?” Narti menjawab, “tak mungkin dia bangun, kalau tidur seperti orang mati ” Dengan mengindap indap aku dan Narti masuk kekamarku, dari omongan Narti aku yakin kalau Narti seringkali memasukkan laki laki dalam rumahnya, jadi meskipun kelihatannya sangar, ternyata Hartono seorang pria yang bodoh, aku tersenyum membayangkan hal ini. Dikamar, Narti langsung berbaring dan menguakkan pahanya, ******ku dituntunnya memasuki nonoknya, aku sangat menyukai suasana seperti ini, perempuan montok dengan tubuh putih mulus, nonok yang merekah lebar siap menerima serangan ******ku. Begitu ******ku masuk semua, Narti menyuruhku diam dan dia yang mulai memutar mutar pantatnya pelan pelan tetapi mantap sekali. Aku memejamkan mata merasakan kenikmatan yang diberikan oleh Narti ini, kuciumi bibirnya dan dia juga balas menggigiti bibirku sambil memeluk badanku. Rasanya masih baru beberapa menit Narti memutar pantatnya ketika tiba tiba ia mencakar punggungku dan merintih pelan. Kurasakan nonoknya mengejang saat ia memuntahkan kenikmatannya. Aku diam saja, karena memang aku kepengen dia puas barulah nanti aku yang akan mencari kepuasanku sendiri. Benar saja, setelah dirasanya sudah lega dan puas, Narti menyuruhku mulai menggoyangkan ******ku, aku sendiri sudah sekian lama menahan nafsuku yang bergejolak, maka tak lama aku sudah memuntahkan air maniku, kutancapkan dalam dalam ******ku supaya benar benar dapat kunikmati kepuasan ini. Narti terus mengelus elus punggungku dan menciumi aku. Rupanya dia benar benar senang denganku disamping dia berhasil mencapai kepuasannya. Saat itulah dia berbisik kepadaku, agar supaya besok pagi berpura pura badan sakit semua, pasti nanti Hartono menyuruh Narti untuk memijat, saat itu bisa main sekali lagi. Kucabut ******ku dan kuminta Narti kembali kekamarnya setelah sebelumnya kuberi uang 300 ribu, dengan pelan pelan Narti keluar kamarku dan menuju sumur untuk cuci lagi. Aku menutup pintu kamarku dan tidur pulas yang kuingat adalah besok pagi harus berpura pura sakit agar supaya Narti bisa memijatku, dan begitu Hartono berangkat, aku bisa menggarap Narti dengan bebas !
Paginya aku terbangun setelah mendengar suara orang berbicara dikamar sebelah, ketika kulirik jam tanganku rupanya hari sudah pukul 7 pagi, aku segera meloncat dari tempat tidurku, tetapi aku segera insaf bahwa pagi ini aku harus berpura pura sakit agar supaya bisa dipijat Narti. Dengan bergaya seolah olah kelelahan aku keluar dari kamar dan langsung duduk dikursi meja makan, Hartono segera menyambutku dengan ucapan selamat paginya yang memuakkan, Narti sendiri juga menyapaku dengan menanyakan apakah tidurku nyenyak. Aku menjawab bahwa badanku sakit semua entah karena apa. Seperti yang sudah diperkirakan Narti, dengan cepat Hartono menyatakan kalau sebaiknya aku tiduran saja biar nanti dipijit isterinya. Aku hanya mengangguk seolah olah kesal dengan keadaanku, padahal dalam hatiku aku bersorak gembira. Kulirik Narti yang hanya memakai sarung dilibatkan diatas buah dadanya itu, aku yakin dia tak memakai apapun dibalik sarungnya itu, aku meneguk teh yang tersedia dimeja dan segera kembali kekamarku. Sedang aku berbaring melamun menantikan Hartono berangkat, tiba tiba kudengar suara Hartono dan Narti yang berbisik bisik dikamar sebelah. Ketika kuintip, astaga…… benar benar jago si Hartono itu, karena ternyata dia sempat lagi mendayung nonok Narti. Dengan hanya memelorotkan celana panjangnya sementara Narti telanjang bulat, dengan rakus Hartono menyodok nyodokkan pantatnya sementara tangannya meremas remas pantat isterinya yang bulat dan montok itu. Kaki Narti tergantung diatas pundaknya. Aku hanya dapat berkata dalam hati, awas nanti kalau kamu sudah pergi pasti akan kulumat habis isterimu itu.
Tak lama kemudian kudengar Hartono mengetuk pintu kamarku dan ketika kupersilahkan masuk, Hartono masuk bersama Narti yang kulihat tambah cantik dan segar setelah disetubuhi suaminya itu. Dengan sopan Hartono pamit dan sekaligus juga mengantarkan Narti yang akan memijat aku. Dengan berpura pura menahan rasa sakit, aku mengambil dompetku dan memberikan lagi uang pada Hartono sebanyak 500 ribu, kusuruh dia memakainya untuk memindahkan pohon yang menghalangi jalan itu. Mata Hartono mendelik melihat begitu banyak uang yang kuberikan, ia segera bergegas berangkat tanpa menoleh lagi pada isterinya, aku yakin kalau uang tersebut paling hanya diberikan sebagian kecil pada mereka yang memotong pohon, sisanya masuk kantong pribadinya. Kutoleh Narti yang saat itu sudah memakai daster, tanpa basa basi aku langsung merengkuh tubuh Narti yang montok itu kedalam pelukanku dan langsung kucium bibirnya yang penuh itu. Narti memeluk tubuhku erat erat, Narti sangat pandai memainkan lidahnya, terasa hangat sekali ketika lidahnya menyelusup diantara bibirku. Tanganku asyik meremas susu Narti yang kencang dan padat itu, pentilnya kupuntir puntir membuat Narti memejamkan matanya karena geli. Dengan sigap aku menarik daster Narti, dan seperti biasanya Narti sudah tak mengenakan apa apa dibalik dasternya itu. Tubuh Narti benar benar aduhai dan merangsang seleraku, tubuhnya tinggi besar, putih dengan susu yang luar biasa montoknya ditambah nonok yang berjembut lebat mencembung. Kalau tadi malam aku tak terlalu jelas melihatnya, maka kali ini aku benar benar puas, ketika kubentangkan bibir nonoknya, itilnya yang sebesar biji salak langsung menonjol keluar. ketika kusentuh dengan lidahku, Narti langsung menjerit lirih. Aku langsung mencopot celanaku sehingga ******ku langsung mengangguk angguk bebas. Ketika kudekatkan ******ku kewajah Narti, dengan sigap pula Narti menggenggamnya dan kemudian mengulumnya. Kulihat bibir Narti yang tebal itu sampai membentuk huruf O karena ******ku yang besar itu hampir seluruhnya memadati mulutnya, Narti sepertinya sengaja memamerkan kehebatan kulumannya, karena sambil mengulum ******ku ia berkali kali melirik kearahku. Aku hanya dapat menyeringai keenakan dengan servis Narti ini. Mungkin posisiku kurang tepat bagi Narti yang sudah berbaring itu sementara aku sendiri masih berdiri disampingnya, maka Narti melepaskan kulumannya dan menyuruhku berbaring disebelahnya. Setelah aku berbaring dengan agak tergesa gesa Narti merentangkan kedua kakiku dan mulai lagi menjilati bagian peka disekeliling ******ku, mulai dari pelirku, terus naik keatas sampai keliang kencingku semuanya dijilatinya, bahkan Narti dengan telaten menjilati liang duburku yang membuat aku benar benar blingsatan. Aku hanya dapat meremas remas susu Narti serta merojok nonoknya dengan jariku. Aku sudah tak tahan dengan kelihaian Narti ini, kusuruh dia berhenti tetapi Narti tak memperdulikanku malahan ia makin lincah mengeluar masukkan ******ku kedalam mulutnya yang hangat itu. Tanpa dapat dicegah lagi air maniku menyembur keluar yang disambut Narti dengan pijatan pijatan lembut dibatang ******ku seakan akan dia ingin memeras air maniku agar keluar sampai tuntas. Ketika Narti merasa kalau air maniku sudah habis keluar semua, dengan pelan pelan dia melepaskan kulumannya, sambil tersenyum manis ia melirik kearahku. Kulihat ditepi bibirnya ada sisa air maniku yang masih menempel dibibirnya, sementara yang lain rupanya sudah habis ditelan oleh Narti. Narti langsung berbaring disampingku dan berbisik “Bapak diam saja ya, biar saya yang memuaskan Bapak !” Aku tersenyum sambil menciumi bibirnya yang masih berlepotan air maniku sendiri itu. Dengan tubuh telanjang bulat Narti mulai memijat badanku yang memang jadi agak loyo juga setelah tegang untuk beberapa waktu itu, pijatan Narti benar benar nyaman, apalagi ketika tangannya mulai mengurut ******ku yang setengah ngaceng itu, tanpa dihisap atau diapa apakan, ******ku ngaceng lagi, mungkin karena memang karena aku masih kepengen main beberapa kali lagi maka nafsuku masih bergelora. Aku juga makin bernafsu melihat susu Narti yang pentilnya masih kaku itu, apalagi ketika kuraba nonoknya ternyata itilnya juga masih membengkak menandakan kalau Narti juga masih bernafsu hanya saja penampilannya sungguh kalem . Melihat ******ku yang sudah tegak itu, Narti langsung mengangkangi aku dan menepatkan ******ku diantara bibir nonoknya, kemudian pelan pelan ia menurunkan pantatnya sehingga akhirnya ******ku habis ditelan nonoknya itu. Setelah ******ku habis ditelan nonoknya, Narti bukannya menaik turunkan pantatnya, dia justru memutar pantatnya pelan pelan sambil sesekali ditekan, aku merasakan ujung ******ku menyentuh dinding empuk yang rupanya leher rahim Narti. Setiap kali Narti menekan pantatnya, aku menggelinjang menahan rasa geli yang sangat terasa diujung ******ku itu. Putaran pantat Narti membuktikan kalau Narti memang jago bersetubuh, ******ku rasanya seperti diremas remas sambil sekaligus dihisap hisap oleh dinding nonok Narti. Hebatnya nonok Narti sama sekali tidak becek, malahan terasa legit sekali, seolah olah Narti sama sekali tak terangsang oleh permainan ini. Padahal aku yakin seyakin yakinnya bahwa Narti juga sangat bernafsu, karena kulihat dari wajahnya yang memerah, serta susu dan itilnya yang mengeras seperti batu itu. Aku makin lama makin tak tahan dengan gerakan Narti itu, kudorong ia kesamping sehingga aku dapat menindihinya tanpa perlu melepaskan jepitan nonoknya. Begitu posisiku sudah diatas, langsung kutarik ******ku dan kutekan sedalam dalamnya memasuki nonok Narti. Narti menggigit bibirnya sambil memejamkan mata, kakinya diangkat tinggi tinggi serta sekaligus dipentangnya pahanya lebar lebar sehingga ******ku berhasil masuk kebagian yang paling dalam dari nonok Narti. Rojokanku sudah mulai tak teratur karena aku menahan rasa geli yang sudah memenuhi ujung ******ku, sementara Narti sendiri sudah merintih rintih sambil menggigiti pundakku. Mulutku menciumi susu Narti dan menghisap pentilnya yang kaku itu, ketika Narti memintaku untuk menggigiti susunya, tanpa pikir panjang aku mulai menggigit daging empuk itu dengan penuh gairah, Narti makin keras merintih rintih, kepalaku yang menempel disusunya ditekan keras keras membuatku tak bisa bernafas lagi, saat itulah tanpa permisi lagi kurasakan nonok Narti mengejang dan menyemprotkan cairan hangat membasahi seluruh batang ******ku. Ketika aku mau menarik pantatku untuk memompa nonoknya, Narti dengan keras menahan pantatku agar terus menusuk bagian yang paling dalam dari nonoknya sementara pantatnya bergoyang terus diatas ranjang merasakan sisa sisa kenikmatannya. Dengan suara agak gemetar merasakan kenikmatannya, Narti menanyaiku apakah aku sudah keluar, ketika aku menggelengkan kepala, Narti menyuruhku mencabut ******ku. Ketika ******ku kucabut, Narti langsung menjilati ******ku sehingga cairan lendir yang berkumpul disitu menjadi bersih. ******ku saat itu warnanya sudah merah padam dengan gagahnya tegas keatas dengan urat uratnya yang melingkar lingkar disekeliling batang ******nya. Narti sesekali menjilati ujung ******ku dan juga buah pelirku. Ketika Narti melihat ******ku sudah bersih dari lendir yang membuat licin itu, dia kembali menyuruhku memasukkan ******ku, tetapi kali ini Narti yang menuntun ******ku bukannya keliang nonoknya melainkan keliang duburnya yang sempit itu. Aku menggigit bibirku merasakan sempit serta hangatnya liang dubur Narti, ketika ******ku sudah menyelusup masuk sampai kepangkalnya, Narti menyuruhku memaju mundurkan ******ku, aku mulai menggerakkan ******ku pelan pelan sekali. Kurasakan betapa ketatnya dinding dubur Narti menjepit batang ******ku itu, terasa menjalar diseluruh batangnya bahkan terus menjalar sampai keujung kakiku. Benar benar rasa nikmat yang luar biasa, baru beberapa kali aku menggerakkan ******ku, aku menghentikannya karena aku kuatir kalau air maniku memancar, rasanya sayang sekali jika kenikmatan itu harus segera lenyap. Narti menggigit pundakku ketika aku menghentikan gerakanku itu, ia mendesah minta agar aku meneruskan permainanku. Setelah kurasa agak tenang, aku mulai lagi menggerakkan ******ku menyelusuri dinding dubur Narti itu, dasar sudah lama menahan rasa geli, tanpa dikomando lagi air maniku tiba tiba memancar dengan derasnya, aku melenguh keras sekali sementara Narti juga mencengkeram pundakku. Aku jadi loyo setelah dua kali memuntahkan air mani yang aku yakin pasti sangat banyak. Tanpa tenaga lagi aku terguling disamping tubuh Narti, kulihat ******ku yang masih setengah ngaceng itu berkilat oleh lendir yang membasahinya. Narti langsung bangun dari tempat tidur, dengan telanjang bulat ia keluar mengambil air dan dibersihkannya ******ku itu, aku tahu kali ini dia tak mau membersihkannya dengan lidah karena mungkin dia kuatir kalau ada kotorannya yang melekat. Setelah itu, disuruhnya aku telungkup agar memudahkan dia memijatku, aku jadi tertidur, disamping karena memang lelah, pijatan Narti benar benar enak, sambil memijat sesekali dia menggigiti punggungku dan pantatku. Aku benar benar puas menghadapi perempuan satu ini. Aku langsung memikirkan bagaimana caranya agar perempuan ini bisa ikut aku ke Jakarta dan melayani aku sepuas puasnya, bila perlu biar dia kupekerjakan dirumahku agar supaya aku dapat setiap waktu menikmatinya. Nanti aku akan bicara pada suaminya, karena kunci utama adalah suaminya, kalau suaminya aku beri pekerjaan yang enak, pasti isterinya juga ikut…………………….. ….
Aku tertidur cukup lama, ketika terbangun badanku terasa segar sekali, karena selama aku tidur tadi Narti terus memijit tubuhku. Ketika aku membalikkan tubuhku, ternyata Narti masih saja telanjang bulat, ******ku mulai ngaceng lagi melihat tubuh Narti yang sintal itu, tanganku meraih susunya dan kuremas dengan penuh gairah, Nartipun mulai meremas remas ******ku yang tegang itu. Entah darimana, ia memberikan semacam minyak untuk menggosok ******ku, terasa hangat dibatang ******ku. Ketika kutanya minyak apa itu, Narti menjawab bahwa itu minyak bulus, remasan Narti yang lembut membuat ******ku makin membengkak, mungkin juga akibat pengaruh minyak bulus itu. Sedang asyik asyiknya Narti mengurut ******ku, tiba tiba kudengar suara perempuan memanggil manggil nama Narti sambil mengetuk pintu depan. Aku agak terkejut, tetapi kulihat Narti tenang saja, ” itu Luluk tetangga sebelah, biar saya bukakan dulu” Setelah meraih sarung dan dilibatkan ketubuhnya, Narti segera keluar untuk membukakan pintu, aku diam saja didalam kamar sambil memandang ******ku yang sudah tegak lurus seperti Monas itu. Tak berapa lama kudengar suara pintu ditutup dan langkah kaki menuju kedalam, hatiku lega karena kupikir Narti akan berbincang lama dengan tamunya itu. Tetapi diluar dugaanku, Narti masuk kembali kekamarku sambil mengajak tamunya tadi, seorang gadis muda, aku terduduk kaget, karena tak menyangka. Narti dan gadis muda tadi hanya tersenyum melihat aku terduduk itu. Melihat ini semua, otakku bekerja cepat, kalau Narti berani mengajak perempuan lain kekamarku padahal dia tahu aku sedang telanjang bulat, pasti perempuan ini juga bisa disantap ! Tetapi yang membuat aku jadi bingung adalah perempuan ini kelihatannya masih remaja sekali, umurnya paling belum 17 tahun, apakah dia sudah berpengalaman ? Narti memperkenalkan padaku gadis remaja itu katanya namanya Luluk, dia tinggal didekat rumah Narti dan Luluk juga pandai memijat, sambil berkata Narti mengedipkan matanya. Aku mulai yakin bahwa gadis remaja yang kelihatan segar sekali ini rupanya juga doyan ******. Aku hanya tersenyum sambil memperhatikan Luluk yang hanya tersenyum senyum itu. Wajahnya cantik dengan hidung yang bangir dan badan langsing tetapi padat sekali. Pakaiannya sederhana, tetapi tak dapat menyembunyikan kecantikan alamiahnya. Aku tak berani bertanya macam macam pada Narti, tetapi aku menduga bahwa Luluk pasti sudah pernah dimakan oleh Hartono suami Narti, bahkan paling tidak mereka sering main bertiga sehingga Narti tak canggung mengajak Luluk masuk. Memikir ini semua aku berkata, “Sebentar ya Luk, kamu duduk dulu, saya mau meneruskan hajat yang belum selesai” langsung aku tarik tangan Narti dan kubuka jariknya. Narti hanya menurut saja dan segera terlentang ditempat tidur sambil mengangkat kakinya lebar lebar, ketika kulirik Luluk, kulihat dia duduk dikursi sambil memperhatikan Narti. Tanpa sungkan lagi aku langsung mengarahkan ******ku keliang nonok Narti dan sekali tekan ******ku amblas. Narti merintih rintih sambil memutar mutar pantatnya, sementara tangannya memeluk pinggangku erat erat. Aku dengan penuh nafsu menggigiti susu Narti yang kenyal itu, nafsuku benar benar memuncak, kurasakan peretnya nonok Narti menjepit ******ku, berkali kali Narti berbisik katanya ******ku bertambah mekar. Aku diam saja karena kurasakan kenikmatan yang tiada taranya ini. Seperti yang sudah kuduga, Narti tak dapat menahan nafsunya lagi, dia tiba tiba saja mengerang dan mengejang, kurasakan nonoknya menjepit ******ku keras sekali dibarengi dengan licinnya liang nonok Narti. Rupanya Narti keok, aku yang sedang tanggung meneruskan genjotanku agar kenikmatanku juga segera tiba, tetapi Narti menahan pantatku sehingga aku tak dapat bergerak. Saat itu Narti berkata kepada Luluk “Luk, ayo ikut, kok diam saja !” Ketika kulirik Luluk, kulihat wajahnya merah padam, entah malu entah menahan nafsunya, yang jelas mendengar ajakan Narti dia langsung berdiri dan membuka pakaiannya. Aku menelan ludah melihat Luluk telanjang bulat didepanku, susunya putih dan besar sekali untuk remaja seusianya, kencang dengan pentil yang mendongak keatas. Perutnya rata dengan bukit nonok yang mencembung dihiasi jembut yang cukup tebal. Begitu mendekat Luluk langsung menjilati liang nonok Narti dari belakang, padahal ******ku masih tertanam diliang nonok itu. Kulihat Narti memejamkan matanya sambil berbisik, “ayo pak Luluk sudah gatal, cepat tiduri dia !” Tanpa menunggu dua kali aku mencabut ******ku dan turun dari tempat tidur, Luluk hanya tersenyum melihat aku mencabut ******ku, tetapi dia kembali asyik menjilati bibir nonok Narti. Melihat posisinya yang agak menungging, maka aku berjongkok dan mendekati Luluk dari belakang, nonok Luluk hanya berupa garis panjang agak kemerah merahan, tanpa disuruh aku langsung menjilatinya, merasakan jilatanku, Luluk langsung mengangkangkan kakinya sehingga mulutku lebih mudah mencapai bibir nonoknya, bahkan sampai keitilnya yang sudah kaku itu. Aku yang sudah hampir “muntah” merasa tak tahan lagi, langsung saja ku genggam tongkat wasiatku dan kutusukkan kenonok Luluk. Nonok Luluk yang sudah basah dengan mudah menelan ******ku yang termasuk besar itu, namun meskipun demikian, nonok Luluk tetap seolah olah menggenggam ******ku dan sepertinya meremas remasnya, sungguh sungguh nikmat, sampai sampai aku tak berani menggerakkan pantatku lagi karena kuatir kalau spermaku muncrat. Dalam hal nonok, aku harus mengakui bahwa kepunyaan Luluk lebih enak daripada kepunyaan Narti, tetapi kalau dari segi seksinya, tetap Narti lebih meyakinkan. Kuremas remas susu Luluk yang kenyal itu, Luluk hanya diam saja dan mulutnya tetap asyik menjilati nonok Narti , aku kagum pada Luluk yang mampu memuaskan dua orang sekaligus, pasti ini didikan Narti ! Benar saja tak lama kemudian Narti merintih keras sambil menggerak gerakkan kepalanya, rupanya ia sudah mencapai klimaksnya. Aku melihat semua ini jadi tak tahan, tanpa dapat kucegah lagi, spermaku memancar keluar dengan derasnya menghantam dinding nonok Luluk. Aku benar benar lelah, tenagaku terkuras habis, tanpa memperdulikan Luluk lagi, aku langsung mencabut ******ku sehingga air maniku meleleh keluar dari liang nonok Luluk, aku langsung membaringkan diriku disamping Narti dan memejamkan mataku untuk tidur, aku rasanya sudah tak perduli lagi dengan Hartono, biarpun dia saat ini pulang aku tetap akan tidur dan menghilangkan penat disekujur badanku ini. Tanpa kuduga, dengan lemah lembut kedua perempuan yang sudah memuaskan aku itu sama sama memijati tubuhku. Narti memijat punggungku sedang Luluk memijati kakiku. Aku merasa seperti dalam harem saja, tanpa terasa aku sudah lelap dan tertidur menikmati semua rejekiku ini.